Homili 17 Februari 2015

Hari Selasa, Pekan Biasa VI
Kej. 6:5-8,7:1-5,10
Mzm. 29:1a,2,3ac-4,3b,9b-10
Mrk. 8:14-21.

Buanglah ragi dalam dirimu!

Fr. JohnAda seorang ayah yang merasa kesal dengan anaknya. Ia sudah menjelaskan dengan baik tentang tugas yang harus dikerjakan selama ayahnya berpergian jauh ke luar kota. Ketika kembali ia merasa tidak puas dengan hasil pekerjaan anaknya. Ia memarahi anaknya. Anaknya berkata: “Papi tidak mengerti keadaanku. Aku masih anak-anak yang belajar darimu untuk bekerja. Papi sudah menjadi orang tua dan mahir dalam segala pekerjaan. Kita berbeda satu sama lain maka janganlah menyamakan aku sekarang dengan papi.” Bapa itu hanya terdiam, merenung lalu meminta maaf. Selama ini ia memproyeksikan dirinya ke dalam diri anaknya. Mungkin saja banyak orang tua merasa kesal dengan anak-anak karena dalam berkomunikasi atau bekerja “tidak nyambung” satu sama lain.

Tuhan Yesus Kristus juga merasakan pengalaman ini dalam kebersamaan dengan para muridNya. Pada suatu kesempatan orang-orang Farisi meminta suatu tanda kepada Yesus untuk membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh berasal dari Allah. Dengan tegas Yesus mengatakan bahwa tidak akan ada tanda bagi angkatan ini! (Mrk 8:12). Ia merasa kesal lalu meninggalkan orang-orang Farisi dan bertolak dengan perahu ke seberang. Selama berada di dalam perahu, para murid baru sadar bahwa mereka hanya membawa satu buah roti saja.

Yesus menggunakan kesempatan kebersamaan dalam perahu untuk mengajar murid-muridNya. Apa yang diajarkan Yesus kepada mereka? Ia berkata: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” (Mrk 8:15). Perkataan Yesus memang membingungkan para muridNya. Mereka berpikir bahwa Yesus sedang berbicara tentang roti karena mereka hanya memiliki satu roti di dalam perahu. Yesus lalu mengingatkan mereka akan tanda-tanda yang pernah dilakukanNya ketika memperbanyak roti untuk memuaskan lapar banyak orang. Para murid mengingat semua epiosode itu, hanya mereka belum mengerti.

Yesus juga mengingatkan para murid untuk berjaga-jaga dan awas terhadap ragi orang farisi dan ragi Herodes. Yesus menggunakan kata ragi, yang mudah dikenal oleh semua muridNya untuk membuat adonan roti mengembang. Itulah sebabnya para murid langsung berpikir tentang roti. Tuhan Yesus sebenarnya menggunakan kata “ragi” untuk mengatakan tentang sikap munafik dan kepura-puraan orang Farisi yang barusan meminta tanda dari Yesus, dan juga raja Herodes dengan kejahatan-kejahatannya terhadap bangsa Israel saat itu. Orang-orang Farisi dan raja Herodes memiliki ambisi pribadi yang jahat laksana ragi untuk menghancurkan adonan bangsa Israel dari dalam ke luar. Sikap mereka membusukkan Israel dari dalam ke luar. Yesus mengetahui gelagat mereka sehingga Ia memperingati para murid untuk waspada karena hal ini sangat berbahaya bagi hidup mereka.

Sayang sekali karena maksud Yesus ini “tidak nyambung” dengan pikiran para muridNya. Mereka tidak saling mengerti satu sama lain karena para murid memiliki pendidikan terbatas. Begitu sederhananya para murid tetapi mereka tetaplah pilihan Yesus. Dialah yang memberi kekuatan RohNya kepada mereka untuk mengerti segala rahasiaNya. Kelak mereka juga mengerti dan meneruskan iman mereka turun temurun di dalam Gereja.

Kisah Injil ini sebenarnya mengatakan tentang hidup kita masing-masing di dalam keluarga dan masyarakat. Kita juga kadang-kadang memiliki pengalaman Yesus ini dalam hidup bersama di dalam keluarga dan dalam pelayanan masyarakat dan Gereja. Banyak kali pertanyaan Yesus menjadi pertanyaan kita: “Apakah kamu juga masih belum mengerti?” Ketika kita tidak bisa mengolah pengalaman ini dengan baik maka yang terjadi adalah rasa kesal dan marah yang berkepanjangan. Banyak kali kita juga memproyeksikan diri kepada orang yang lebih muda, yang belum mengerti banyak hal. Seharusnya kita membantu orang muda untuk menjadi bijaksana sesuai kehendak Tuhan.

Pada hari ini arah hidup kita diubah oleh Tuhan Yesus. Mengapa? Yesus tahu bahwa banyak kali kita menjadi ragi dalam hidup bersama di dalam keluarga dan dalam pelayanan. Banyak di antara kita yang menjadi ragi karena kemunafikan, ketidakjujuran, kesombongan yang menghancurkan dari dalam keluarga atau tempat bekerja ke luar. Banyak pasutri yang tidak setia. Ini sebuah ragi yang membusukkan keluarga dari dalam. Sesuatu kalau busuk dari dalam akan menghancurkan! Yesus menegur kita untuk bijaksana dan tidak perlu hidup demikian. Mari kita menyingkirkan ragi kemunafikan, ketidakjujuran, kesombongan di dalam hidup kita. Janganlah ada ragi di dalam diri kita!

Tuhan menghendaki sebuah generasi manusia baru yang hidup layak di hadiratNya. ia menciptakan segalanya baik adanya tetapi manusia jatuh dalah dosa dan dosa itu sudah turun temurun menguasai manusia. Kisah keluarga Nuh dalam Kitab Kejadian menggambarkan rencana Allah untuk membaharui umat manusia. Dalam Kisah nabi Nuh ini Tuhan melenyapkan manusia lama dan menganugerahkan manusia baru. Ragi yang membusukkan ditinggalkan dan yang ada hanya kesempurnaan bersama Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply