Homili 4 Maret 2015 (Dari Bacaan I dan Mazmur Tanggapan)

Hari Rabu, Pekan Prapaskah II
Yer. 18:18-20
Mzm. 31:5-6,14,15-16
Mat. 20:17-28.

Suka dan duka melayani Tuhan

Fr. JohnSaya pernah diundang oleh sebuah kelompok Kategorial untuk merayakan Ekaristi ulang tahunnya yang kelima. Tema perayaannya adalah “Mari Melayani”. Setelah perayaan Ekaristi, para pengurus intinya mendapat kesempatan untuk membagikan pengalaman pelayanan mereka di dalam persekutuan ini selama lima tahun terakhir. Banyak hal yang mereka bagikan bersama terutama suka dan duka untuk melayani Tuhan dan sesama. Secara umum para pengurus merasakan kehadiran Tuhan dan bahwa ia selalu memberkati persekutuan ini. Setiap pengurusnya memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Misalnya, ada seorang pengurusnya mengatakan bahwa dia baru sadar ketika mulai aktif dalam pelayanan di dalam persektuan ini. Ia merasa bahwa melayani itu ternyata bukanlah hal yang mudah. Ada seorang yang lain merasakan dukungan yang bagus dalam keluarga dan lingkungannya sehingga ia menikmati pelayanannya. Seorang pengurus yang lain pernah mengalami trauma karena ditolak dalam pelayanannya. Masing-masing orang ketika melayani Tuhan dan sesama tidak selamanya mulus. Ada saja suka dan dukanya yang turut menghiasi pelayanan itu sehingga tetap indah adanya.

Kita mendengar pengalaman pelayanan nabi Yeremia dalam bacaan pertama. Ia diutus oleh Tuhan bagi banyak orang sebagai nabi. Dalam menjalani perutusannya, ia mengalami banyak penolakan. Ia bernubuat atas nama Tuhan tetapi para pendengarnya, orang-orang dekatnya justru menolaknya dengan keras dan ingin menganiayanya. Mereka berkata: “Marilah kita mengadakan persepakatan terhadap Yeremia, sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran, orang bijaksana tidak akan kehabisan nasihat dan nabi tidak akan kehabisan firman. Marilah kita memukul dia dengan bahasanya sendiri dan jangan memperhatikan setiap perkataannya!” (Yer 18:18). Orang-orang yang mengenal Yeremia merasakan kelebihan-kelebihannya: ia tidak akan kehabisan pengajaran, tidak akan kehabisan nasihat, tidak kehabisan firman. Kelebihan ini adalah anugerah dari Tuhan, laksana meterai yang Tuhan berikan kepada nabi. Untuk itulah mereka mau melawannya dengan perkataannya sendiri.

Yeremia berada dalam kesulitan. Ia tidak memiliki sahabat lain yang mendukung selain Tuhan sendiri. Oleh karena itu Yeremia berdoa: “Perhatikanlah aku, ya Tuhan, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka.” (Yer 18: 19-20). Nabi Yeremia memang merasakan penolakan tetapi ia tetapi berbuat baik sebagai utusan Tuhan. Ia masih mau berdoa karena Tuhan adalah satu-satunya harapan baginya. Ia masih meminta kepada Tuhan untuk menyurutkan amarahNya kepada mereka.

Nabi Yeremia mengajarkan kepada kita sikap hidupnya yang luar biasa. Ia tidak hanya berbicara tetapi keteladanan juga diberikannya kepada kita. Dalam kesulitan, ia masih mengandalkan Tuhan dan mengharapkan supaya Tuhan selalu membuat yang terbaik bagi umatNya. Banyak kali kita merasakan pengalaman Yeremia: menderita karena ditolak dan dianiaya. Kita lebih banyak dikuasai oleh rasa benci terhadap orang-orang yang menganiaya secara fisik dan verbal, ingin membalas dendam, terlalu mengandalkan diri dari pada mengandalkan Tuhan dalam menghadapi masalah kehidupan. Mari kita membuka diri, membuat revolusi mental untuk selalu mengandalkan Tuhan di dalam hidup, sekalipun menderita adalah harga mati.

Kita juga seharusnya memiliki mentalitas seperti Daud di dalam Kitab Mazmur. Ia menaruh seluruh harapannya hanya kepada Tuhan. Ia berdoa: “Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; sudilah membebaskan daku, ya Tuhan, Allah yang setia.” Berpasrah kepada Tuhan akan membuahkan hasil yang bagus dari pada mengandalkan diri sendiri. Tuhan tetaplah pelindung yang mengatur hidup kita.

Daud juga merasakan hal yang sama seperti Yeremia dan Tuhan Yesus di dalam Injil yakni penolakan terhadap dirinya. Orang tidak merasakan kebaikannya. Pemazmur sendiri mendengar ancaman ini: “Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, menghantuiku dari segala penjuru; mereka bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku.” Ancaman-ancaman ini terjadi bukan karena kejahatan tetapi karena kebaikan yang tidak mau dirasakan oleh orang-orang jahat.

Apa yang harus kita lakukan ketika mengalami penolakan yang datang silih berganti? Daud merasakan dan membaginya kepada kita: “Tetapi aku, kepada-Mu ya Tuhan, aku percaya, aku berkata, “Engkaulah Allahku!” Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan bebaskanlah dari orang-orang yang mengejarku!” Daud tidak mengandalkan dirinya sendiri tetapi ia percaya bahwa Tuhan akan melakukan yang terbaik.

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus juga mengatakan dengan terus terang pengalaman paskahNya. Ia berkata: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 20:18-19). Yesus akan merasakan semuanya ini dengan sempurna.

Pada hari ini kita berjumpa dengan tiga figur yang menginspirasikan kita untuk kuat dan memiliki daya tahan yang kokoh. Mereka adalah Tuhan Yesus, Daud dalam Kitab Mazmur dan nabi Yeremia. Kepasrahan kepada Bapa di Surga menyadarkan mereka akan kebahagiaan. Setiap peristiwa hidup ada maknanya. Tuhan Yesus menderita dan bangkit dengan mulia. Pemazmur merasakan perlindungan Tuhan dan nabi Yeremia merasakan kuasa Tuhan untuk tetap bernubuat. Hendaknya kita juga hidup seperti mereka ini. Dalam masa prapaskah hendaknya kita tahan banting terhadap penderitaan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply