Homili 10 Maret 2015

Hari Selasa Pekan Prapaskah III
T.Dan. 3:25,34-43
Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9
Mat. 18:21-35.

Betapa indahnya mengampuni

Fr. JohnSaya mengingat kisah Nelson Mandela. Ketika masih muda, ia mengorganisir saudara-saudaranya yang berkulit hitam untuk melawan gerakan apartheid di Afrika Selatan. Perlawanan frontalnya ini membuat dirinya menjadi pribadi yang paling ditakuti kaum kulit putih saat itu. Itulah sebabnya ia dipenjarakan selama kurang lebih dua puluh tujuh tahun. Selama berada di dalam penjara, ia mengubah cara berpikirnya terhadap kaum kulit putih. Baginya, kekerasan kalau dilawan dengan kekerasan maka tidak akan menghasilkan sebuah kebaikan bersama. Ia mengubah cara berpikir teman-temannya untuk melawan kekerasan dengan kebaikan. Hasilnya sangat manjur. Situasi Afrika Selatan berubah dan demokrasi mulai perlahan bertumbuh. Ketika ia dipilih menjadi presiden, ada kesempatan di mana ia mengunjungi kembali penjara yang dihuninya selama 27 tahun. Para sipir yang pernah menganiayanya di penjara itu merasa ketakutan. Ia mendekati seorang sipir yang pernah melukainya. Sipir itu memang ketakutan tetapi Nelson Mandela mengatakan kepadanya: “Saudara jangan takut. Anda pernah menganiayaku dan inilah bekas lukanya. Tetapi saya sudah berusaha melupakan semuanya dan mengampunimu.” Mengampuni berarti melupakan segala kejahatan yang sudah dilakukan oleh orang lain kepada kita.

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar Petrus sebagai murid inti, datang kepada Yesus dan bertanya: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18:21). Pertanyaan Petrus ini memang menarik perhatian Yesus. Oleh karena itu Yesus menjawabnya: “Bukan! Bukan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18: 22). Lihatlah cara berpikir manusia dalam hal mengampuni berbeda dengan Tuhan. Manusia diwakili Petrus berpikir secara matematis dan terbatas, Tuhan menganugerahkan pengampunan tanpa batas. Pemahaman Petrus tentang pengampunan masih dianut oleh banyak di antara kita. Ada orang yang merasa puas ketika sekali mengampuni relasi antar pribadi menjadi baik, ada yang hanya bisa menyerah karena tidak bisa ada rasa saling mengampuni satu sama lain. Sebenarnya kunci pengampunan adalah belajar pada Tuhan yang rela mengampuni kita maka kita pun haruslah mengampuni mereka yang bersalah kepada kita.

Tuhan Yesus tidak berhenti pada jawaban atas pertanyaan Petrus. Ia memberikan sebuah contoh untuk memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana mengampuni seperti Ia sendiri mengampuni kita di dalam KerajaanNya. Inilah contoh yang Tuhan Yesus berikan: Kerajaan Allah itu seumpama seorang raja yang hendak membuat perhitungan dengan para hambaNya. Di antara para hamba itu ada satu orang yang memiliki utang sepuluh ribu talenta. Ia tidak mampu melunasinya maka raja memerintahkan supaya ia bersama isterinya dan segala miliknya dijual untuk melunasi utangnya. Hamba itu bersujud menyembah dan memohon supaya raja bisa bersabar dengannya. Ia berjanji akan melunasi utangnya suatu saat. Raja itu tergerak hati oleh belas kasihan sehingga ia membebaskan dan menghapus utangnya.

Ketika hamba itu keluar, ia berjumpa dengan hamba lain yang mempunya utang seratus dinar. Ia menangkap dan mencekik kawannya sambil menagih utangnya. Kawannya itu memohon supaya ia bersabar, utangnya akan dilunasinya tetapi ia menolak dan menjebloskan kawannya itu ke dalam penjara. Raja mendengar perbuatan jahat hamba itu. Ia berkata kepadanya: “Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (Mat 18: 22-23). Ia pun menyerahkan hamba itu kepada para algojo sampai ia sendiri bisa melunasi utangnya kepada raja. Mengakhiri kisah ini, Yesus berkata: “Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:35).

Kisah Injil ini sebenarnya membuka pikiran kita bahwa apa pun hidup kita, banyak dosa yang kita lakukan, tetapi Tuhan tetap mengampuni kita tanpa batas. Ia menerima diri kita apa adanya sebagai manusia berdosa dan menghendaki agar kita juga bertobat dan kembali kepadaNya. Dia menghendaki agar kita mengampuni sesama manusia seperti Ia sendiri mengampuni kita. Hal yang sering kita lupa adalah kebiasaan memohon pengampunan dari Tuhan, tetapi tidak mampu mengampuni mereka yang bersalah kepada kita. Hati kita tertutup kepada sesama. Haruslah ada habitus baru untuk mengampuni seperti Tuhan mengampuni kita.

Daud pernah berdoa kepada Tuhan: “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.” (Mzm 25:4-5). Daud memang orang berdosa tetapi ia selalu berharap kepada Tuhan. Ia memiliki kerinduan untuk selalu bersatu dengan Tuhan. Orang yang merasakan pengampunan dari Tuhan akan memiliki pengalaman rohani yang indah seperti Daud.

Daud melanjutkan doa permohonannya: “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya Tuhan.” (Mzm 25:6-7). Dalam doa ini, Daud jujur di hadapan Tuhan bahwa ia membuat banyak dosa di masa mudanya dan memohon kiranya Tuhan boleh mengampuninya. Ia mengharapkan kasih setia Tuhan atau pengampunan Tuhan yang tiada batasnya. Pada akhirnya Daud menyadari bahwa pengampunan berlimpah yang Tuhan berikan kepadanya itu menandakan bahwa Tuhan itu baik dan benar. Orang tersesat dipanggilnya kembali. Orang yang rendah hati dibimbing untuk mengikuti Torah.

Dalam bacaan pertama kita berjumpa dengan Azarya yang berdoa memohon perlindungan dari Tuhan dari dalam tanur api. Ia percaya pada janji dan belas kasih Tuhan. Ia percaya bahwa segala pengorbanannya berkenan kepada Tuhan. Oleh karena itu ia mencari wajah Tuhan, dan berharap biarlah Tuhan menunjukkan kemurahan hati kepada mereka. Dalam kesulitan, orang hendaknya selalu berharap kepada Tuhan.

Sabda Tuhan pada hari ini mendorong kita untuk berharap pada Tuhan dalam segala situasi hidup kita. Dalam suka maupun duka selalu berharap kepada Tuhan. Hanya padaNya ada pengampunan dan belas kasih yang berlimpah. Mari kita mengampuni karena Tuhan juga mengampuni kita. Mengampuni dengan segenap hati itu indah!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply