Homili 14 Maret 2015

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah III
Hos. 6:1-6
Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab
Luk. 18:9-14.

Kasih Setia Itu Segalanya

Fr. JohnAda seorang bapa membagi pengalaman hidupnya. Ia pernah sakit keras dan di opname di rumah sakit selama beberapa hari. Di saat menderita seperti ini ia merasakan kesepian yang luar biasa. Kamar tidur di rumah sakit terasa bergitu sempit, bau obat-obatan, teriakan histeris dan tangisan orang yang kehilangan saudara karena maut menjemput. Semuanya ini seakan menekan hidupnya. Ia sempat berdoa tetapi rasanya Tuhan juga begitu jauh. Ia merasa terpenjara dalam dirinya. Pada suatu pagi istrinya memecahkan kesunyian di dalam kamar dengan berkata: “Papi masih ingat saat kita diberkati romo di Gereja. Sejak saat itu aku sudah berjanji kepada Tuhan untuk mengasihimu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Aku akan tetap setia mengasihimu sampai maut menjemput kita.” Bapa itu merasa ada energi yang luar biasa. Kesepian berubah menjadi sebuah harapan untuk bertahan hidup lebih lama lagi. Ia merasa bisa pulih karena kasih setia dari istrinya.

Saya memperhatikan betapa semua orang yang mendengar pengalaman hidup bapa ini terpesona dan membayangkan betapa indahnya kasih dan kesetiaan Tuhan, juga kasih dan kesetiaan sebagai sesama manusia. Orang sakit dan dalam keadaan sekarat sekalipun akan sembuh karena merasa dikasihi Tuhan dan sesama. Masa prapaskah ini menjadi masa istimewa di mana kita juga mau merasakan betapa Tuhan mengasihi kita dan kita juga mau mengasihiNya dan mengasihi sesama kita.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk merasakan kasih setia Tuhan. Di dalam bacaan pertama kita mendengar bagaimana Hosea mengingatkan umat Israel supaya menyadari bahwa Allah adalah kasih. Karena hakikat Allah adalah kasih maka Ia juga menghendaki agar manusia menjawabi kasihNya dengan kasih. Mengapa demikian? Karena Allah sudah lebih dahulu mengasihi manusia. Tuhan Allah juga mau membuka wawasan manusia untuk menyadari bahwa kasih Allah itu segalanya dan manusia tidak perlu menghitung-hitung kebaikan yang pernah dilakukannya kepada Tuhan dan sesama.

Hosea mengajak umat Israel untuk bertobat dan berbalik kepada Tuhan Allah. Dia adalah Allah yang memelihara dan menyelamatkan kita semua. Bagi Hosea, “Tuhan Allah telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.” (Hos 6:1-2). Hosea juga mau menunjukkan wajah Allah sebagai Bapa yang penuh kasih dan perhatian kepada manusia sebagai anak-anakNya.

Karena Allah begitu mengasihi kita maka Hosea mengingatkan kita untuk mengenal Tuhan. Mengenal berarti mengasihi dan taat kepadaNya. Ia pasti muncul seperti fajar, Ia datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim mengairi bumi. Tuhan juga melihat kasih dan kesetiaan Efraim dan Yehuda yang serupa dengan kabut pagi dan embun yang cepat hilang. Ini adalah lambang orang yang kasih setianya suam-suam kuku. Mereka tidak setia selamanya kepada Tuhan. Untuk itu melalui Hosea Tuhan berkata: “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hos 6:6).

Apa yang mau dikatakan Tuhan kepada kita melalui nubuat Hosea ini? Allah adalah kasih dan Ia pun mengasihi kita apa adanya. Sebagai jawaban kita atas kasih setia Tuhan maka kita mendengar suaraNya dan mengikuti segala perintah dan ketetapanNya. Hanya orang yang mendengar suara dan mengikuti perintahNya dapat mengalami sukacita sejati di dalam hidupnya. Orang-orang seperti ini akan mempersembahkan kasihNya dengan ikhlas kepada Tuhan. Tuhan lebih menyukai kasih setia dari pada kurban bakaran. Yesus sudah melakukan semuanya ini dengan sempurna: Ia mengurbankan diriNya satu kali untuk selama-lamanya dengan mempersembahkan tubuhNya sendiri.

Daud menyadari betapa Tuhan juga mengasihinya apa adanya. Ia berdoa: “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, menurut besarnya rahmat-Mu hapuskanlah pelanggaranku. Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!” (Mzm 51:3-4). Tuhan maharahim. Ia tidak memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi melihat yang terdalam di dalam hidup kita yaitu iman. Iman adalah pemberian cuma-cuma dari Tuhan dan iman akan Yesus Kristus itulah yang menyelamatkan kita.

Daud juga percaya bahwa Allah adalah kasih. Bagi Daud: “Tuhan Allah sendiri tidak berkenan akan kurban sembelihan; dan kalau pun kupersembahkan kurban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Persembahan kepada-Mu ialah jiwa yang hancur; hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” (Mzm 51:18-19). Tuhan melihat di dalam hati kita kemampuan untuk mengasihi bukan kemampuan untuk memberikan harta kepadaNya. Dia sudah memberikan segalanya bagi kita maka yang kita berikan kepadaNya adalah kasih. Kasih adalah kurban sejati kepadaNya (Mzm 51: 20-21).

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus memberi perumpamaan di dalam Injil hari ini untuk membuka wawasan kita menyadari makna kurban sejati. Ada dua orang yang berdoa di dalam Bait Allah. Orang pertama, seorang Farisi berdoa sambil menghitung kebaikan dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Kebaikan yang sudah dilakukan ada dalam doa ini: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk 18:11-12). Orang pertama ini masih ada dalam gereja saat ini: orang yang suka membuat perhitungan dengan Tuhan, suka menceritakan bantuan yang pernah diberikan kepada sesama. Orang ini sombong secara rohani dan tidak dibenarkan Tuhan.

Orang kedua adalah seorang pemungut cukai. Ia berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (Luk 18:13). Orang yang menyadari dirinya sebagai orang berdosa akan merendahkan dirinya dan memohon pengampunan yang berlimpah dari Tuhan. Hanya orang sombong yang berani melupakan dirinya sebagai orang berdosa.

Satu hal yang mau Tuhan katakan kepada kita dalam bacaan Injil adalah menyangkut kualitas doa. Doa orang munafik itu penuh dengan perhitungan kebaikan yang sudah dilakukannya kepada Tuhan dan sesama. Ia mau menunjukkan bahwa dirinya bisa bersaing dengan Tuhan. Doa orang benar itu terungkap dari kerendahan hati. Doa orang benar itu lahir dari hatinya yang paling dalam. Doa bisa memampukan kita untuk mengasihi lebih sungguh.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply