Homili 14 April 2015

Hari Selasa Pekan Paskah II
Kis. 4:32-37
Mzm. 93:1ab,1c-2,5
Yoh. 3:7-15

Anak manusia harus ditinggikan

Fr. JohnPada Pekan Suci tahun 2015 yang lalu, saya memiliki kesempatan untuk membantu pelayanan pastoral di Paroki Katedral Tiga Raja, Keuskupan Timika, Papua. Bagiku, ini adalah kesempatan emas untuk berpastoral di daerah terpencil. Ada banyak pengalaman iman yang indah bersama umat setempat. Gereja katolik kelihatan begitu indah dan luhur, hadir dalam setiap pribadi yang mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat. Pada Hari Minggu Palma saya melayani Misa Kudus di sebuah stasi namanya Kwangkilama. Stasi ini cukup tua dan konon jumlah umatnya pernah mencapai 3000-4000 jiwa. Tetapi karena perang suku maka jumlahnya tinggal sekitar 200 jiwa. Satu ciri khas dari kapel stasi adalah memiliki sebuah salib besar di dinding belakang meja altar. Setiap orang yang masuk ke dalam Gereja pasti terpesona dengan salib besar itu. Pada hari Jumat Agung saya merayakan Ibadat penyembahan salib di tempat yang sama. Saya melihat salib besar itu sudah diturunkan dan dibaringkan di depan altar. Pemimpin umat di stasi itu mengatakan kepada umat sebelum mencium Salib: “Saudara sekalian, Tuhan Yesus yang selalu kita pandang di tempat tinggi, kini Ia turun dan berbaring di tengah-tengah kita untuk menyelamatkan kita semua.” Semua umat mengamini perkataannya. Saya memimpin upacara itu dengan baik dan kembali ke  pastoran dengan sukacita. Tuhan rela turun dan berbaring di tengah manusia untuk menyelamatkannya.

Kisah percakapan Yesus dan Nikodemus berlanjut. Yesus sang Guru Kebijaksanaan membuka pikirannya untuk mengerti lebih dalam lagi Tuhan Allah Tritunggal yang mengasihi dan menyelamatkan manusia. Yesus mengatakan kepadanya untuk dilahirkan kembali bukan dalam daging melainkan lahir kembali dalam Roh. Lahir kembali dalam Roh berarti orang harus membuka dirinya kepada Roh Kudus supaya hidupnya juga menghasilkan buah-buah Roh yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. (Gal 5:22-23). Sayang sekali karena Nikodemus pun belum mengerti maksud Yesus. Untuk itu Yesus berkata: “Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu? (Yoh 3:10).

Selanjutnya Yesus berbicara bukan atas nama diri-Nya sendiri melainkan dalam nama Tritunggal Mahakudus. Ia berkata: “Sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.” (Yoh 3:11). Yesus menggunakan kata “kami” untuk mengatakan bahwa karya keselamatan adalah karya Tritunggal Mahakudus bukan karya-Nya sendiri. Namun demikian manusia masih juga kurang percaya kepada Tuhan. Yesus mengambil contoh Musa yang meninggikan ular di padang gurun dan ketika orang memandang patung itu mereka selamat. Anak Manusia yang telah turun dari surga juga akan diangkat dan setiap orang yang memandangnya akan memperoleh keselamatan.

Anak Manusia ditinggikan bukan hanya berarti disalibkan di atas kayu salib. Anak Manusia juga ditinggikan dalam kemuliaan-Nya melalui penyaliban, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga. Sambil kita memandang Dia yang disalibkan, kita memperoleh keselamatan. Yesus ditinggikan merupakan Misteri Paskah. Dikatakan sebagai Misteri karena kita hanya bisa menerima dan mengakuinya dengan iman yang diberikan oleh Roh Kudus. Kita semua percaya bahwa tidak ada keselamatan dalam nama lain selain dalam nama Yesus Kristus yang disalibkan dan bangkit dengan mulia (Kis 4:12). Penyaliban Kristus bagi kaum kafir adalah sebuah kebodohan dan bagi orang Yahudi adalah batu sandungan, tetapi bagi mereka yang dipanggil, Yesus adalah kekusaan dan kebijaksanaan Allah (1Cor 1:23-24).

Pengorbanan Yesus Kristus ini menyatukan semua orang. Orang-orang Yahudi di Yerusalem yang tadinya tidak percaya kepada Yesus, kini menjadi percaya karena pewartaan para rasul. Wujud iman adalah kasih. Oleh karena itu para rasul bersama jemaat Gereja perdana mewujudkan sebuah visi dan misi bersama yakni semangat sehati dan sejiwa. Semangat ini di dasari pada cinta kasih dan saling berbagi satu sama lain. Tidak ada hak milik sendiri, tetapi bahwa apa yang mereka miliki, mereka bagikan kepada sesama. Dengan demikian tidak seorang pun di antara mereka yang mengalami kekurangan.

Semangat berbagi di dalam Gereja purba tetap hidup hingga saat ini. Setiap umat diingatkan untuk saling berbagi satu sama lain. Di setiap paroki dan keuskupan ada gerakan dana yang disebut “Dana Solidaritas”. Dana Solidaritas itu berasal dari kolekte umat untuk berbagi dengan kaum miskin. Meskipun umat tidak saling mengenal tetapi karena semangat sehati dan sejiwa maka kita saling berbagi. Jadi kalau anda memberi kolekte atau sumbangan ke Gereja, jangan pakai hitung-hitung tetapi berilah dengan tangan kanan dan usahakan supaya tangan kiri jangan mengetahuinya. Hendaknya kamu murah hati karena Bapa-Mu di surga juga  murah hati adanya. (Luk 6:36).

Yesus membayar dosa-dosa kita dengan “diangkat” dan hanya pada-Nya kita memandang keselamatan. Dia berbagi dengan manusia bukan dengan emas dan perak tetapi dengan Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Ia rela mati untuk menebus dosa manusia. Inilah sikap empati dari Tuhan Yesus Kristus bagi anda dan saya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply