Homili 18 April 2015

Hari Sabtu, Pekan Paskah II
Kis. 6:1-7
Mzm. 33:1-2,4-5,18-19
Yoh. 6:16-21.

Dipilih untuk melayani

Fr. JohnAda seorang Romo muda yang barusan kembali merayakan Ekaristi Perjamuan Tuhan pada hari Kamis Putih malam, dari sebuah stasi misi terpencil di parokinya. Ia menceritakan pengalaman pelayanannya di stasi tersebut tentang hal yang menggembirakan hatinya dan yang mengecewakannya. Hal yang menggembirakan hatinya adalah semua umat hadir tepat waktu, berpartisipasi aktif sehingga perayaannya benar-benar hidup. Hal yang mengecewakannya adalah jumlah rasul yang hendak dibasuh kakinya hanya sebelas orang karena salah satunya mendadak sakit sehingga kembali ke rumahnya tanpa ada yang rela berkorban untuk menggantikannya. Seorang romo menghiburnya dengan mengatakan bahwa kursi yang keduabelas itu diisi oleh seluruh umat yang sedang kita layani karena untuk itulah kita ditahbiskan. Kita melayani semua umat tanpa memandang siapakah mereka itu karena kita memang sudah dipilih untuk melayani. Romo muda itu kembali bersemangat karena mendapat kekuatan baru dari para konfraternya di dalam komunitas.

Menjadi pelayan itu bukanlah perkara yang gampang. Banyak orang boleh berjanji untuk melayani Tuhan dan sesama tetapi selalu mengalami kesulitan dalam menghayatinya. Ada saja keluhan, kekecewaan, bersungut-sungut, mencari popularitas yang lebih menguasai pelayanan. Hal-hal ini juga bisa mengurangi makna pelayanan yang sebenarnya. Tuhan Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Ia menunjukkan pelayanan-Nya dengan berlutut di depan para murid-Nya dan membasuh kaki mereka. Yesus melayani tanpa membuat perhitungan tertentu atau “balas budi” dengan manusia. Yesus adalah model pelayan yang tepat bagi kita

Komunitas Gereja perdana merasakan aspek pelayanan sebagai hal yang urgent. Para rasul mengikuti amanat Tuhan Yesus untuk mewartakann Injil. Namun pada saat yang sama, jumlah jemaat bertambah banyak. Para rasul harus merangkap sebagai pelayan Sabda dan pelayan kaum miskin. St Lukas mengisahkan seperti ini: “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.” (Kis 6:1).

Para rasul juga cepat tanggap terhadap situasi ini. Mereka memiliki skala prioritas yakni melayani doa dan Sabda tetapi ada kecenderungan untuk melalaikannya karena pada saat yang sama mereka juga harus melayani kebutuhan kaum miskin. Untuk itu mereka meminta jemaat untuk memilih tujuh orang yang akan dilantik sebagai diakonos atau pelayan jemaat. Syaratnya adalah ketujuh orang itu terkenal baik, penuh Roh dan hikmat. Mereka akan bertugas melayani meja dalam hal ini kaum miskin sedangkan para rasul berfokus pada doa dan Sabda. Jemaat berhasil memilih tujuh orang yakni Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus. Mereka dilantik oleh para rasul dan dengan sukacita mereka melayani jemaat.

Dampak dari pelayanan khas para rasul untuk doa dan Sabda, para diakon untuk pelayanan meja adalah banyak orang datang dan bersatu sebagai bagian dari jemaat. St. Lukas bersaksi: “Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.” (Kis 6:7). Pelayanan yang baik dan tulus itu menyuburkan benih iman. Tuhan Yesus selalu menyertai para pelayan supaya menyerupai diri-Nya sebagai pelayan sejati.

Apa yang Yesus lakukan sebagai pelayan sejati? Ia rela membagi diri-Nya. Sebagaimana roti dan ikan yang dibagi-bagi dan mengenyangkan banyak orang dan masih ada sisanya, demikian Yesus juga mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan banyak orang. Ia melayani manusia sebagai makanan rohani yang berkelimpahan. Maka melayani yang benar adalah memberi diri secara total, tanpa sisa untuk Tuhan dan sesama. Setelah melayani, Yesus bersyukur kepada Bapa dalam doa semalaman. Sikap Yesus ini berbeda dengan manusia. Manusia melayani tetapi cepat merasa lelah sehingga lalai dalam berdoa sedangkan Tuhan Yesus melayani dan tetap berdoa.

Dikisahkan juga dalam Injil bahwa para murid melakukan perjalanan sendiri tanpa Yesus ke Kapernaum. Pada saat itu hari semakin gelap, Yesus belum datang juga, sementara laut bergelora karena angin kencang. Di saat yang menegangkan itu Tuhan Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Mereka ketakutan tetapi Yesus menghibur mereka dengan berkata: “Aku ini, jangan takut!” (Yoh 6:20). Ketika Ia bersama mereka di dalam perahu maka seketika itu juga perahu mencapai tujuannya.

Kisah Injil hari ini menarik perhatian kita semua. Ada beberapa hal yang bisa mendukung pelayanan kita untuk Tuhan dan sesama.

Pertama, Tuhan Yesus adalah pelayan sejati. Ia melayani dan bersyukur kepada Bapa atas pelayanan-Nya dalam doa. Ia tidak mengeluh karena lelah dan lalai dalam doa. Mari kita mengubah mental kita supaya jangan hanya puas melayani tetapi lalai dalam doa. Jangan berdalil karena melayani atau sudah melayani maka doa diabaikan. Itu kesalahan fatal!

Kedua, Kita butuh Tuhan dalam karya pelayanan. Kita memulainya bersama Tuhan dan Dia sendiri yang akan menggenapinya. Para murid pernah keliru. Mereka berpikir bahwa mereka bisa berjalan sendiri tanpa Yesus. Ternyata ada angin kencang dan laut bisa bergelora dan menimbulkan ketakutan. Kehadiran Yesus memuluskan pelayanan kita. Gereja tidak bisa berjalan sendiri. Tugas pelayanan bisa berhasil kalau Yesus hadir.

Ketiga, Tuhan Yesus selalu menguatkan kita supaya tetap optimis. Ia berkata: “Aku ini, jangan takut!”. Kita berada dalam perahu, simbol gereja yang mengalami banyak kesulitan. Ancaman dari luar dan dalam seolah mau menghancurkan Gereja. Tetapi Tuhan selalu meneguhkan kita semua. Bersama Yesus, kita bisa mencapai tujuan. Bersama Yesus, pelayanan kita menjadi lebih baik. Mengapa anda masih takut melayani? Bukankah anda juga dipilih untuk melayani?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply