Homili 21 April 2015

Hari Selasa, Pekan Paskah III
Kis. 7:51 – 8:1a
Mzm. 31:3cd-4,6ab,7b,8a,17,21ab
Yoh. 6:30-35.

Tuhan, Berikanlah kami roti itu senantiasa

Fr. JohnTuhan Yesus berhasil menguji motivasi orang-orang yang mencari-Nya. Satu syarat penting yang Tuhan Yesus berikan kepada mereka adalah mereka harus memiliki iman. Mereka juga harus percaya kepada-Nya sebagai Utusan Bapa sehingga bisa layak mengalami kehidupan kekal. Selanjutnya Yesus membawa mereka untuk masuk dalam misteri kehidupan-Nya. Di dalam Sinagoga di Kapernaum, Yesus membawa para murid-Nya untuk masuk lebih dalam lagi, mengenal dan mengasihi-Nya. Diskursus panjang tentang Roti Kehidupan disampaikan Yesus kepada mereka dan tentunya harapan Yesus adalah mereka semakin percaya dan mengasihi-Nya.

Orang-orang yang mencari Yesus dan ikut masuk ke dalam Sinagoga masih meragukan ajakan Yesus untuk mengimani dan percaya kepada-Nya. Mereka meminta sebuah tanda yang bisa membantu mereka untuk percaya kepada-Nya. Mereka juga mempertanyakan pekerjaan-Nya. Mengapa orang-orang berlaku demikian kepada Yesus? Karena orang-orang ini makan roti dan ikan sampai puas dan mengenang kembali kisah masa lalu bahwa nenek moyang mereka juga sudah makan mana di padang gurun. Untuk meyakinkan mereka maka Yesus mengatakan kepada mereka bahwa mana di padang gurun itu bukan pemberian Musa, melainkan pemberian Bapa di Surga. Bapa di Surga memberi roti yang benar kepada mereka.

Menurut Yesus, roti yang berasal dari Allah ialah roti yang turun dari Surga dan yang memberi hidup kepada dunia. Perkataan Yesus ini membuka bening kesadaran mereka. Mereka menangkap makna tersembunyi dari perkataan Yesus ini meskipun tidak semuanya. Roti dari Allah adalah diri Yesus yang akan dikorbankan bagi semua orang. Reaksi dari orang-orang di dalam Sinagoga adalah meminta roti itu dari Yesus yang disapa dengan sapaan post paskah yakni Tuhan. Mereka berkata: “Tuhan, berikanlah roti itu kepada kami senantiasa.” (Yoh 6:34). Permintaan ini mirip dengan permintaan wanita Samaria: “Tuhan berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus lagi, dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.” ( Yoh 4:15). Air yang diminta wanita itu adalah Roh Kudus. Di hadapan Tuhan Allah yang hidup, kita diingatkan untuk selalu berdoa tanpa henti. Kita meminta apa saja yang kita butuhkan untuk kehidupan kita. Yesus berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat, ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Mat 7:7).

Yesus dengan tegas mengatakan kepada mereka: “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35). Mata iman mereka perlahan-lahan terbuka dan mengenal Yesus sebagai Tuhan. Dialah yang akan memberi diri-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Tubuh-Nya akan menjadi santapan rohani bagi umat kesayangan-Nya dalam Ekaristi Kudus. Namun demikian, belum semua orang mengenal dan mengimani Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Penebus kita.

Setiap kali kita merayakan Ekaristi bersama, kita mengenang paskah Kristus. Paskah Kristus adalah saat di mana Tuhan Yesus Kristus memberi dirinya sampai tuntas sebagai tanda ketaatan kepada Bapa dan cinta kasih-Nya bagi manusia. Dia menyebut diri-Nya sebagai Roti kehidupan yang turun dari Surga. Roti dan anggur adalah tanda kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi.

St. Yohanes Paulus II, ketika menjadi Paus, pernah menulis sebuah surat Ensiklik tentang Ekaristi. Ia menulis: “Paskah Kristus mencakup bukan hanya sengsara dan wafat-Nya, melainkan juga kebangkitan-Nya. Ini dikumandangkan oleh aklamasi umat sesudah konsekrasi: “kebangkitan-Mu kami muliakan”. Kurban Ekaristi menghadirkan bukan hanya misteri sengsara an wafat Juruselamat, tetapi juga misteri kebangkitan-Nya, yang memahkotai pengorbanan-Nya. Adalah sebagai seorang yang hidup dan bangkit, Kristus menjadi Ekaristi, “Roti Kehidupan” (Yoh 6:35.48), roti yang hidup (Yoh 6:51).

Tugas kita sebagai anak-anak Tuhan adalah berani bersaksi bahwa Yesus adalah satu-satunya Tuhan dan Penebus kita. St. Stefanus, salah seorang diakon dalam Gereja purba menjadi martir pertama. Adanya kesaksian palsu membuat Stefanus menjadi korban tak bersalah. Ia tahu bahwa akan mati dengan tragis, tetapi ia masih punya waktu untuk berbicara di jadapan Mahkamah Agama Yahudi: “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.” (Kis 7:51-53).

Teguran keras Stefanus ini sangat menusuk hati Mahkamah Agama Yahudi. Mereka sangat marah dan siap untuk membunuh Stefanus. Namun Stefanus tidak merasa takut. Ia bahkan melihat kemuliaan Allah dan Yesus sendiri ada di sebelah kanan Bapa. Stefanus dibunuh sebagai martir pertama, tetapi ia masih mau mengampunia para algojo sebagaimana dilakukan lebih dahulu oleh Yesus. Ia berkata: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kis 7:59-60).

Sabda Tuhan pada hari ini memfokuskan perhatian kita kepada Tuhan Yesus sebagai Roti Kehidupan yang telah turun dari Sorga. Dia yang menjadikan Ekaristi menjadi hidup. Dari Ekaristi yang sama kita belajar untuk melihat kemuliaan Tuhan Yesus dan rela berkorban menyerupai-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply