Food For Thought 12 Mei 2015: Lihatlah Manusia itu!

Ecce Homo!

cuore immacolatoEcce Homo artinya “Lihatlah manusia itu!”. Dalam bahasa Yunani Ίδε ό άνθρωπος (Ide ho anthropos) diucapkan oleh Ponsius Pilatus (Yoh 19:5). Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa pada saat itu Ponsius Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang untuk menyesah Dia. Para prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruh di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan jubah ungu kepada-Nya. Sambil mengantar-Nya ke depan mereka berkata: “Salam hai raja orang Yahudi.” Mereka menampar muka-Nya dan meludahi wajah kudus Yesus. Ponsius Pilatus keluar dan berkata: “Lihat aku membawa Dia keluar kepada kamu, supaya kamu tahu bahwa aku tidak menemukan kesalahan apa pun kepada-Nya.” Dengan berpakaian jubah ungu dan bermahkota duri, Pilatus berkata: “Lihatlah manusia itu!” (Yoh 19:1-5).

Kita bisa membayangkan situasi saat itu. Beberapa hari sebelumnya, Yesus diterima begitu meriah sebagai seorang raja. Semua orang bersorak-sorai mengatakan Hosana, terberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan. Para murid-Nya pun bersukaria karena Yesus, Rabbi mereka diterima sebagai Raja. Tetapi suasana di depan Pilatus sudah berubah kembali. Semua orang disitu penuh emosi yang tidak terkontrol. Mereka ingin mendekati Yesus dan memukuli, meludahi, menyiksa dan membunuh-Nya. Dia tidak bersalah tetapi orang mencari-cari kesalahan-Nya. Pilatus sendiri tidak menemukan kesalahan apa pun. Itu sebabnya ia berani berkata: “Ecce Homo”. Lihatlah manusia itu! Dia tidak bersalah maka silahkan lakukan apa yang kamu mau bukan apa yang saya mau. Manusia lalu mengadili dan mempersalahkan Putra Allah. Ia dianiaya hingga tewas di kayu salib. Bunda Maria menyaksikan semuanya itu dengan hati seorang ibu yang sedih, hancur.

Sementara itu para murid-Nya yang mengikuti Dia selama tiga tahun hanya bisa bersembunyi. Petrus sudah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Yudas Iskariot pergi menggantung dirinya karena baru menyesal kemudian. Yohanes sebagai murid yang dikasihi menemani Bunda Maria dan melihatnya dari jauh karena takut. Para rasul yang lain hilang dari peredaran. Yesus sendirian, ditinggalkan oleh orang-orang dekat-Nya.

Bunda Maria selalu dekat dengan Putranya. Orang menghalanginya tetapi ia sempat bertemu dan menghibur Yesus Putranya. Ketika Pilatus mengatakan Ecce Homo, Maria menyimpan perkara ini di dalam hatinya. Dialah Ibu yang pasti mengenal anak-Nya. Dia bukan hanya sebagai Ibu Yesus, tetapi juga sebagai Putri Allah Bapa. Dia yang mengandung, melahirkan dan memelihara Yesus. Dia bukan hanya sebagai manusia tetapi Anak Manusia, yang datang untuk memberikan diri-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Yesus bukan hanya manusia tetapi Anak Allah. Dia Putra tunggal Bapa yang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Bunda Maria.

Sikap Bunda Maria di depan Pilatus yang mengatakan Ecce Homo, sudah digambarkan oleh Simeon ketika ia berkata: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:34). Maria perlahan-lahan menyadari semuanya ini.

Banyak kali kita juga hanya memandang sesama kita sebagai “Ecce Homo” saja. Dampaknya adalah kita tidak memperhatikan martabatnya. Ada orang memiliki kecenderungan untuk mengenal atau menghargai orang tertentu kalau orang itu bisa menguntungkan dirinya. Kalau orang itu tidak menguntungkannya maka dia hanyalah manusia saja. Hal yang sama terjadi juga dengan Tuhan. Ada orang yang mengingat Tuhan kalau memang ia membutuhkannya, kalau ia tidak membutuhkan Tuhan maka Tuhan pun ditinggalkannya.

Bunda Maria ternyata berbeda dengan kita. Ia menyertai Yesus Putranya kemanapun Ia pergi. mencintai Tuhan Yesus Kristus berarti berani meminum cawan, siap untuk mengurbankan diri bagi-Nya. Apakah kita bisa meniru teladan Bunda Maria?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply