Homili 9 Juli 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa XIV
Kej. 44:18-21,23b-29; 45:1-5
Mzm. 105:16-17,18-19,20-21
Mat. 10:7-15

Yusuf juga Batu Penjuru!

Fr. JohnTuhan Yesus Kristus pernah memberikan sebuah perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur. Setelah menceritakan dan menjelaskan perumpamaan itu, Ia berkata: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal ini terjadi di pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” (Mat 21:42). Perkataan Tuhan Yesus ini sebenarnya merupakan pengulangan atas ucapan Raja Daud Bapa leluhurnya dalam Kitab Mazmur (Mzmr 118:22). Yesus adalah Mesias, sang batu penjuru, batu induk yang menyokong bangunan supaya tidak roboh.

Di dalam Kitab Perjanjian lama kita menemukan kisah Yusuf. Dia adalah anak Israel yang dilahirkan oleh istrinya di usia senja. Itulah sebabnya Ia sangat menyayangi Yusuf. Perlakuan khusus teradap Yusuf menumbulkan iri hati dari saudara-saudaranya. Mereka menganiayanya dan menjualnya kepada para saudagar yang melakukan perjalanan ke Mesir. Ia menjadi budak tetapi dikemudian hari Tuhan mengubahnya menjadi Mangkubumi. Dialah yang akan menyelamatkan saudara-saudaranya dari kelaparan.

Dikisahkan bahwa Israel menyuruh anak-anaknya ke Mesir untuk membeli makanan. Yusuf mengenal mereka tetapi ia pura-pura tidak mengenal mereka. Ia menyuruh hamba-hambanya menahan mereka, kemudian melepaskan mereka supaya bisa membawa gandum ke tanah Kanaan supaya mereka bisa bertahan hidup. Syaratnya adalah mereka harus membawa adik bungsunya bernama Benyamin. Tetapi Yehuda membela adik bungsunya Benyamin di hadapan Yusuf dengan dalil bahwa ayahnya sudah tua, saudara Benyamin (dalam hal ini Yusuf) dianggap sudah mati oleh keluarganya. Menurut Yehuda, kalau Benyamin di bawa kepada Yusuf maka Israel ayah mereka akan mati. Yusuf tetap ngotot supaya Benyamin ikut serta ke Mesir. Satu hal unik yang membuka tabir kehidupan Yusuf di hadapan saudara-saudaranya adalah memasukan piala Yusuf ke dalam karung Benyamin.

Yusuf memiliki hati yang baik. Ia berusaha melupakan masa lalunya yang kelam bersama saudara-saudaranya. Maka di hadapan mereka ia menangis sambil memperkenalkan dirinya bahwa dialah Yusuf, saudara yang mereka jual ke Mesir. Ia menanyakan keadaan ayahnya tetapi saudara-saudaranya masih ketakutan. Dengan besar hati Yusuf berkata kepada mereka: “Sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.” (Kej 45:5).

Kisah Yusuf ini menarik perhatian kita semua. Orang mengatakan bahwa mengampuni berarti melupakan. Orang yang mampu mengampuni sesamanya adalah orang yang bisa melupakan segala perbuatan salah dan dosa yang sudah dilakukan sesama kepadanya. Yusuf melakukan semuanya dengan tulus hati. Sebagai orang beriman, Yusuf meneguhkan saudara-saudaranya dengan mengingatkan mereka supaya jangan takut karena Allah yang memiliki rencana baginya untuk mendahului dan menyelamatkan saudara-saudaranya.

Yusuf adalah prototipe Yesus Kristus. Ketika masih bayi Yesus juga mengungsi ke Mesir bersama orangtuanya dan firman Tuhan melalui para nabi mengatakan: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” (Mat 2:15). Yesus juga nantinya akan dijual oleh Yudas Iskariot murid-Nya seharga tiga puluh perak. Ia mengampuni bahkan rela wafat di kayu salib untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.

Apa yang harus kita lakukan? Pada hari ini menyadari diri sebagai orang yang dibaptis dan memiliki tugas yang mulia untuk berbuat baik kepada semua orang. Tugas kita sebagai orang yang dibaptis adalah menjadi tanda dan pembawa kabar sukacita atau Injil kepada sesama manusia. Yesus memberi komando: “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.” (Mat 10:7). Kerajaan Sorga harus berkembang maka para murid Tuhan harus berani untuk pergi keluar, berani untuk mewartakan Injil.

Para murid Tuhan dituntut untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik bagi semua orang. Opsi atau pilihan pelayanannya adalah menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, mengusir setan-setan. Semua ini adalah pekerjaan Tuhan dan dilakukan atas nama Tuhan bukan atas nama diri sendiri. Supaya pekerjaan-pekerjaan Tuhan bisa dilakukan dengan baik maka perlu sikap lepas bebas terhadap segala harta benda, materi duniawi sehingga lebih leluasa melayani Tuhan. Hadia terindah yang harus diberikan kepada sesama adalah damai sejahtera boleh dirasakan oleh semua orang.

Makna Kerajaan Surga menjadi semakin jelas bagi kita. Sebuah Kerajaan yang beda dengan konsep Kerajaan duniawi. Kerajaan Surga adalah suatu keadaan rohani di mana semua orang merasakan kasih dan kebaikan Tuhan selama-lamanya. Sebuah Kerajaan di mana hanya Tuhanlah segalanya. Kerajaan di mana semua orang merasakan dan mengalami Injil sebagai Kabar Sukacita yang menghidupkan secara jasmani dan rohani. Kerajaan yang penuh dengan kedamaian lahir dan bathin. Kerajaan Surga menjadi impian kita semua.

Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita semua. Mari kita berbuat baik seperti Tuhan Yesus sendiri yang rela mengampuni kaum pendosa. Kita belajar dari Yusuf yang menjadi batu penjuru bagi saudara-saudaranya yang pernah berbuat jahat baginya di Mesir. Mengampuni berarti melupakan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply