Homili 9 September 2015

Hari Rabu, Pekan Biasa XXIII
Kol. 3:1-11
Mzm. 145:2-3,10-11,12-13ab
Luk. 6:20-26.

Menjadi agen perubahan

imageProfessor Rhenald Kasali adalah pendiri Yayasan Rumah Perubahan Indonesia. Ia menulis sebuah buku berjudul: “Let’s Change!” Dalam pengantar buku ini, dikatakan bahwa pemikiran tentang perubahan berasal dari Albert Einstein yang berpendapat bahwa ukuran kecerdasan bukan terletak pada kebiasaan memakai alat-alat lama, melainkan pada kemampuan untuk berubah. Maka menurut Kasali, kita semua haruslah menjadi change maker artinya kita harus memiliki nyali untuk berubah. Jadi, perubahan itu pertama-tama berasal dari diri kita, kitalah agen perubahan bukan orang lain yang mengubah diri kita. Kita berubah dari dalam dan dengan sendirinya orang lain bisa berubah. Jangan terlalu banyak berharap supaya orang lain berubah kalau anda sendiri tidak mengubah diri anda terlebih dahulu.

Pada hari ini kita berjumpa dengan Tuhan yang mengajak kita untuk berubah menjadi orang yang lebih baik, yang bahagia menurut kehendak-Nya. Perubahan ini pertama-tama sifatnya sangat pribadi, dialami dan dirasakan sendiri barulah dirasakan bersama-sama dalam komunitas. Tuhan Yesus memperhatikan orang-orang yang datang kepada-Nya untuk mendapat pengajaran dan kesembuhan dari sakit penyakit mereka sebagai orang miskin, lapar, menangis, dibenci karena pengikut Yesus Kristus, dikucilkan, dicela dan ditolak. Dalam kondisi nyata seperti ini, Yesus menyapa mereka berbahagia karena perjumpaan dengan-Nya akan mengubah totalitas hidup mereka. Perubahan radikal akan dirasakan oleh mereka sehingga layaklah mereka menjadi bagian dari Yesus Kristus.

Yesus menyapa orang miskin “berbahagia” karena Kerajaan Allah akan menjadi milik mereka. Ini adalah hal menyenangkan karena orang miskin sungguh-sungguh sadar diri untuk hidup dari Allah saja. Orang-orang anawim akan berharap penuh kepada Allah. Orang-orang tanpa harapan akan bergantung penuh pada kekayaan mereka yang akan dimakan ngengat. Yesus menyapa orang lapar berbahagia karena mereka akan dipuaskan. Ia memberikan Sabda-Nya dan tubuh dan darah-Nya dalam Ekaristi bagi kita saat ini. Kaum anawim pada zaman dahulu dan kita saat ini harus berusaha supaya layak menerima Sabda dan Ekaristi. Yesus menyapa orang yang menangis karena mengalami penindasan, belenggu-belenggu dan beban kehidupan yang mereka alami. Mereka akan tertawa karena Yesus meringankan beban mereka. Dia berkata: “Datanglah pada-Ku kalian yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepada-Mu” (Mat 11:28).

Yesus menyapa para martir yang dibaptis dengan air, darah dan Roh. Hanya karena nama Yesus maka mereka menjadi sasaran kebencian, pengucilan, pencelaan dan penolakan. Hingga saat ini masih banyak orang, baik pria dan wanita yang mengalaminya. Yesus meneguhkan mereka dengan sapaan berbahagia dan bersukacita karena mereka akan menerima pahala yang besar di surga. Orang-orang yang disapa berbahagia adalah mereka yang hidup serupa dengan Yesus. Mereka tidak hanya beragama tetapi beriman, menjadi serupa dengan yang diimani. Mungkin banyak orang masih beragama tetapi tidak beriman!

Selanjutnya Tuhan Yesus melihat perubahan pada diri orang yang cenderung egosentris. Artinya segalanya berubah bukan menjadi baik tetapi menjadi tidak sejalan dengan rencana dan kehendak Tuhan. Yesus mencela orang dengan kata “celakalah”. Mereka adalah orang-orang yang terikat pada kekayaan karena merasakan kekayaan sebagai hiburan. Hati mereka ada pada kekayaan padahal kekayaan itu akan lenyap. Mereka lupa bahwa harusnya Kerajaan Allah adalah segalanya. Kata celakalah juga ditujukan kepada orang yang kenyang karena mereka akan lapar. Celakalah bagi mereka yang tertawa karena mereka akan berduka dan menangis. Celaka juga bagi mereka yang suka dipuji-puji, mencari popularitas manusiawi. Sebenarnya tujuan pelayanan dan karya kita adalah untuk kemuliaan nama Tuhan bukan supaya diri kita melebihi Tuhan. Bagi Yesus, kita harus menjadi agen perubahan dari dalam diri kita sehingga bisa mengubah hidup orang lain. Kita tentu mau tetap disapa berbahagia bukan celakalah.

St. Paulus dalam bacaan pertama juga memiliki visi perubahan radikal dalam tubuh jemaat di Kolose. Ia berkata: “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.” (Kol 3:1). Tuhan Yesus bangkit dengan mulia maka dengan tubuh-Nya yang mulia, Ia juga membangkitkan kita untuk menjadi serupa dengan-Nya. Ia menjanjikan hidup kekal kepada kita semua. Untuk itu, orientasi hidup kita sudah jelas yakni menuju kepada Tuhan, mencari perkara surgawi, berusaha untuk mencapai kekudusan.

Apa yang harus kita lakukan secara pribadi dan sebagai Gereja? St. Paulus mengatakan bahwa kita harus mematikan di dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. (Kol 3:6). Dosa-dosa seperti ini pernah dirasakan oleh jemaat di Kolose dan juga kita saat ini. Oleh karena itu kita harus berubah dengan meninggalkan hidup lama menjadi baru di dalam Kristus.

Paulus menasihati supaya kita membuang kebiasaan dosa dan salah seperti: marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. (Kol 3:8). Dosa-dosa ini selalu datang dan diulangi terus menerus. Jangan ada dusta di antara kita karena kita sudah membuang manusia lama dan kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya (Kol 3:9-10). Maka bagi Paulus, yang ada adalah Kristus saja. Kristus adalah semua dan dalam segala sesuatu (Kol 3:11).

Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk menyadari bahwa diri kita tetaplah menjadi agen perubahan. Kita berubah dari dalam supaya Tuhan Yesus Kristus juga menjadi semua dan dalam segala sesuatu. Hanya Yesus saja, tidak ada yang lain lagi.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply