Homili Peringatan Bunda Maria Berdukacita – 2016

PW. S.P. Maria Berdukacita
Kamis Pekan Biasa ke-XXIV
Ibr 5:7-9
Mzm 31: 2-3a.3b-4.5-6.15-16.20
Yoh 10:25-27

Merenungkan Ketaatan Bunda Maria

REGINADELLAPACEPada hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati Santa Perawan Maria Berdukacita. Perayaan ini dirayakan sehari setelah kita merayakan Pesta penemuan Salib Suci kemarin. Perayaan ini mulai populer di dalam Gereja Katolik sejak abad ke-XII, dimulai oleh para biarawan Benediktin, lalu menyebar ke seluruh Gereja Katolik. Paus Pius X menetapkan tanggal 15 September sebagai perayaan peringatan  liturgi di dalam Gereja.

Apa yang hendak kita renungkan dalam perayaan suci ini? Kita semua  melihat sosok Bunda Maria dengan aneka sengsara dan dukacitanya dalam hubungannya dengan puteranya Yesus Kristus dan misteri Paskah-Nya. Sebab itu pikiran kita terarah pertama-tama kepada ramalan dari nabi Simeon, ketika Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah. Inilah perkataan Simeon kepada Bunda Maria: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2: 34-35).

Ramalan Simeon bahwa “sebilah pedang akan menembus jiwa” Bunda Maria terwujud dalam tujuh dukacita Bunda Maria yang erat hubungannya dengan kehidupan Yesus Kristus sendiri. Ketujuh dukacita Bunda Maria yang dimaksud adalah Nubuat Simeon, pengungsian keluarga kudus ke Mesir, Kanak-kanak Yesus hilang dan diketemukan kembali di dalam Bait Allah, Bunda Maria berjumpa dengan Yesus dalam perjalanan ke Kalvari, Bunda Maria berdiri di kaki salib Yesus ketika Yesus disalibkan, Bunda Maria memangku jenazah Yesus ketika diturunkan dari Salib, dan Tuhan Yesus dimakamkan. Di samping merenungkan ketujuh dukacita dalam hubungannya dengan penderitaan Yesus Puteranya, semua dukacita ini berhubungan langsung dengan ketataan Bunda Maria. Ia sendiri berkata kepada Tuhan: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada perayaan Bunda Maria ini mengarahkan kita semua kepada dua kata kunci yakni ketataan dan penyerahan diri. Orang yang taat adalah orang yang mampu mendengar dan menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan sesama. Bunda Maria adalah pribadi yang taat, meskipun sudah mengetahui ramalan nabi Simeon dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Segala duka, segala penderitaannya diserahkan kepada Tuhan. Buah dari ketataan dan penyerahan diri adalah kasih. Bunda Maria melakukannya dengan sempurna.

Penulis surat kepada umat Ibrani memanggil kita untuk memandang kepada Yesus. Dikatakan bahwa Yesus Kristus sebagai manusia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia yang telah menyelamatkan-Nya dari maut. Yesus adalah hamba Allah yang menderita sebagaimana dilukiskan oleh nabi Yesaya. Ia menerima semua penderitaan dan kemalangan sebagai wujud ketaatan-Nya yang tiada batasnya kepada Bapa. Semua ini dilakukan karena kasih dan kerahiman-Nya kepada manusia yang lemah dan berdosa.

Penulis surat kepada umat Ibrani juga mengatakan bahwa sekalipun Anak Allah, Yesus telah belajar menjadi taat. Ia menerima semua penderitaan yang dialami-Nya. Karena ketaatan-Nya maka Yesus menjadi satu-satunya pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya. Ketaatan Yesus Kristus membuahkan keselamatan abadi bagi kita semua. Jadi, Yesus menjadi pokok keselamatan kita karena Dia taat kepada Bapa di surga.

Penderitaan Yesus Kristus ini menjadi dukacita dari Bunda Maria. Tujuh dukacita Bunda Maria erat terkait dengan Paskah Yesus Kristus sendiri. Semua dukacita Bunda Maria dilakukan karena ketaatannya kepada kehendak Tuhan. Bunda Maria smenggambarkan dirinya sebagai abdi Tuhan. Seorang abdi yang memberikan dirinya secara total kepada Tuhan Allah dengan menyertai Yesus Putera Allah. Bunda Maria senantiasa hadir sepanjang hidup Yesus. Sejak pertama kali menerima kabar sukacita hingga hari raya Pentekosta, Bunda Maria selalu hadir. Hingga saat ini Gereja merasakan kehadiran Bunda Maria. Kita semua selalu berdoa: “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati.”

Keterlibatan Bunda Maria di dalam Gereja merupakan perintah dari Yesus Putranya. Penginjil Yohanes melaporkan bahwa ketika Yesus sedang bergantung di salib, berdirilah ibu Yesus, saudara ibu Yesus, Maria, istri Kleopas dan Maria Magdalena. Pada saat menderita seperti ini Yesus memandang ibu-Nya dan menyerahkan murid yang dikasihi-Nya (Yohanes). Ia berkata: “Ibu, inilah anakmu!” Ia juga berkata kepada murid yang dikasihi-Nya: “Inilah ibumu!”. Dan dikatakan bahwa sejak saat itu, murid yang dikasihi Yesus menerima Maria di rumahnya.

Kisah ini sangat indah. Tuhan Yesus dalam suasana penderitaan sekalipun masih mempunyai kesempatan untuk menyerahkan gereja-Nya kepada Maria ibu-Nya. Maria menerimanya dan menyertainya selama-lamanya. Gereja menerima Maria sebagai ibunya selama-lamanya. Maria hadir dan mendoakannya supaya selalu dekat dengan Puteranya. Bunda Maria berdukacita, tetapi dukacitanya menjadi sukacita di dalam Gereja. Gereja tetap hidup karena Maria hadir sebagai ibu. Ibu yang menderita supaya Gereja bertahan dalam penderitaannya.

Perayaan Bunda Maria berduka cita membantu kita untuk terbuka kepada kehendak Allah. Kita pun memiliki aneka penderitaan dan pergumulan hidup. Marilah kita berusaha supaya dapat menerima segala penderitaan, duka dan kecemasan hidup untuk melengkapi penderitaan Kristus yang masih kurang. Apakah kita bersedia menerima segala penderitaan dalam hidup setiap hari?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply