Homili 23 April 2018

Hari Senin, Pekan Paskah-IV
Kis. 11:1-18
Mzm. 42:2-3; 43:3,4
Yoh. 10:1-10

Keselamatan bagi semua orang

Ada seorang pemuda yang menghubungi saya beberapa hari yang lalu untuk bertemu. Ia hendak membagi pengalaman hidupnya setelah paskah tahun ini. Pertemuan singkat kami lakukan pada suatu sore hari. Ia mengakui bahwa ia sudah terlalu lama hidup di dalam dosa. Semua kenikmatan di dunia ini sudah dirasakannya. Pokoknya tidak ada yang ia lewati begitu saja di dunia ini. Setelah melewati semua sisi gelap ini, ia mencoba untuk bangkit dan kembali kepada Tuhan. Ia semula merasa begitu jauh dari Tuhan, kita ia belajar mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Teman-teman lainnya sempat bertanya kepadanya: “Ada apa denganmu?” Mereka sempat menawarkan sesuatu kepadanya, namun ia menolak semuanya. Ia berkata: “Ini adalah saat yang tepat bagi saya untuk berbalik kiblat hanya tertuju kepada Tuhan.” Saya mendengar sharing ini sambil memperhatikan seluruh ekspresi dirinya. Ia mengungkapkan dirinya sebagai seorang pribadi yang jujur dan tekun. Ia berani berubah menjadi lebih baik lagi. Saya menangkap sharing seorang pemuda yang merasa diri pernah jatuh dalam dosa, membutuhkan Tuhan dan kembali ke jalan yang benar sebagai sebuah proses pertobatan yang luar biasa. Tidak banyak orang yang sadar diri sebagai orang berdosa, bertobat dan hidup bersama Tuhan.

St. Lukas melanjutkan kisahnya tentang kehidupan dan aktivitas para rasul Yesus. Masa setelah pertobatan St. Paulus merupakan masa yang sangat menyenangkan bagi Gereja. Sabda Tuhan Yesus mulai bebas diwartakan ke mana-mana. Dampaknya adalah semakin banyak orang percaya kepada-Nya. Mereka bukan hanya orang Yahudi (orang bersunat) melainkan orang-orang bukan Yahudi (tidak bersunat) pun ikut menerima Yesus Kristus. Namujn demikian muncul sebuah masalah yang serius dalam Gereja perdana. Orang-orang bersunat saat itu berselisih pendapat dengan Petrus selaku kepala komunitas para rasul. Mereka tidak mau menerima orang-orang yang tidak bersunat di dalam kelompok mereka. Inilah perkataan mereka kepada Petrus: “Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka.” (Kis 11: 3).

Masalah bersunat dan tidak bersunat ini memang merupakan maslaah serius. Orang yang sudah dibaptis tidak dapat hidup bersama dan membentuk Tubuh Mistik Kristus kalau ada perpecahan di antara mereka. Petrus lalu menceritakan pengalaman penglihatannya di Yope. Ada godaan berupa makanan yang haram dan tidak haram yang turun dari langit baginya. Ada godaan besar bagi Petrus tetapi ia tidak tergiur untuk jatuh dalam dosa. Selanjutnya ada juga utusan yang datang untuk menjemput Petrus supaya menjumpai Kornelius, seorang perwira Romawi. Kornelius adalah orang asing. Ia sempat mengisahkan pengalaman imannya, khususnya bahwa adanya malaikat yang berdiri di rumahnya dan meminta Kornelius supaya menjemput Petrus. Kini semua sudah terlaksana dengan baik. Semua orang merasakan kehadiran Roh Kudus yang luarbiasa.

Kehadirah Roh Kudus membaharui semua orang dari berbagai suku, bangsa dan bahasa, agama, ras. Petrus tampil dengan penuh wibawa di hadapan mereka dan berkata: “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.” (Kis 11:18). Keselamatan bukanlah milik manusia secara abadi. Keselamatan adalah anugerah Tuhan yang paling indah bagi semua orang. Bangsa-bangsa asing pun menerima merasakan keselamatan yang datang dari Tuhan. Hal yang terpenting adalah bagaimana berusaha untuk mewujudkan keselamatan dalam nama Yesus Kristus.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberikan sebuah perumpamaan tentang Gembala yang baik. Ia berkata kepada orang-orang Farisi: “Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.” (Yoh 10:1-2). Pikiran kita terarah pada sebuah kandang domba yang dilengkapi dengan pintu untuk masuk ke dalam kandang. Domba-domba ini sudah terbiasa dengan sang gembalanya maka ketika pintu dibukakan mereka itu dapat leluasa masuk dan keluar, dengan kontrol dari sang gembala. Situasi akan berubah kalau yang berdiri di depan pintu bukanlah sang gembala. Mereka tidak akan mau masuk dan tidak akan keluar dari dalam kandang itu.

Sang gembala domba di dalam bacaan Injil hari ini benar-benar seorang gembala sejati. Ia memberi nama kepada semua domba di dalam kandang. Ia juga memanggil domba-domba itu masuk dan keluar sesuai dengan nama mereka sendiri. Domba-domba itu jinak dengan gembalanya karena mereka saling mengenal satu sama lain. Di mana gembalanya berada, domba-dombanya juga berada bersamanya. Hal ini tentu akan berbeda dengan seorang pencuri dan perampok. Domba-domba tidak akan berani bersahabat dengan mereka. Domba-domba justru akan takut dan memberontak melawaannya karena mereka tahu bahwa ia memang bukan tuannya. Suara dan bau badan pencuri dan perampok tidaklah mereka kenal.

Tuhan Yesus perlahan-lahan membuka wawasan kaum Farisi dengan mengatakan bahwa diri-Nya adalah pintu masuk ke dalam kandang domba itu. Ia berkata:  “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh 10:7-10). Sebanyak dua kali Tuhan Yesus menyebut diri-Nya sebagai pintu. Dialah pintu keselamatan yang benar.

Mari kita mengingat pintu rumah kita masing-masing. Apa yang ada di dalam pikiran kita? Pintu adalah tempat yang harus kita lewati untuk masuk ke dalam rumah atau ruangan.  Pintu menjadi tempat yang kita lewati untuk keluar dari rumah atau ruangan. Kita dapat mengetahui penghuni rumah, masuk dan beristirahat di dalam rumah dengan melewati pintu masuk. Sekarang pikirkanlah Tuhan Yesus sebagai pintu masuk untuk bersatu dengan Bapa di Surga. Kita dapat mengenal Bapa dan Roh Kudus hanya melalui Yesus Kristus Anak Allah. Dialah satu-satunya pintu yang menyelamatkan semua orang, tanpa membedakan siapakah orang itu.  Dialah pintu bagi kita semua untuk mengalami keselamatan.

Apakah saya juga pintu yang dapat dibuka supaya orang lain mengalami kebaikan? Apakah saya dapat menjadi pintu keselamatan bagi sesama? Atau saya adalah pintu yang menyesatkan ke dalam dosa? Ingat, Bapa memiliki satu-satunya pintu yakni Yesus Kristus. Dialah yang menyelamatkan kita semua. Apakah anda percaya? Percayalah, imanilah Dia!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply