Homili 12 Juli 2018

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XIV
Hos. 11:1,3-4,8c-9
Mzm. 80:2ac,3b,15-16
Mat. 10:7-15.

Kebaikan adalah segalanya

Saya membuka beberapa file di dalam laptop saya sore hari ini. Saya menemukan sebuah kutipan inspiratif dari Bunda Theresia dari Kalkuta, bunyinya: “Jangan biarkan setiap orang yang datang pada anda, pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ungkapan hidup dari kebaikan Tuhan. Kebaikan dalam wajah anda, kebaikan dalam mata anda, kebaikan dalam senyum anda.” Perkataan ini membuat saya mencoba untuk memeriksa bathin sebelum tidur. Saya menemukan bahwa ternyata sepanjang hari ini saya masih rapuh, belum menunjukkan kualitas kasih kepada sesama manusia. Ada orang yang datang kepada saya tetapi kembali tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Setiap perkataan, komunikasi yang dibangun bersama ternyata belumlah membuat orang lain merasa lebih baik dari sebelumnya. Maka saya merasa diri belum menjadi ungkapan kebaikan Tuhan bagi sesama manusia. Sebab itu kebaikan pun belum nampak sepenuhnya di dalam diri saya. Maka yang namanya “Kebaikan dalam wajah saya, kebaikan dalam mata saya, kebaikan dalam senyum saya” belum maksimum bagi sesama.

Kebaikan adalah segalanya. Kita menyadari semua kebaikan ini hanya selalu bersama dan dalam Tuhan. Di luar Tuhan, kita tidak tidak akan menemukan kebaikan yang sempurna. Pikirkanlah, selama sedetik saja, ada berapa orang yang bersalah melawan Tuhan? Namun Tuhan tidak pernah memperhitungkan dosa-dosa kita. Dia melihat iman kita kepada-Nya. Iman yang menyelamatkan kita dalam kuasa Yesus Penebus kita. Nabi Mikha berkata: “Biarlah Tuhan kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut.” (Mi 7:19). Tuhan melakukan kebaikan yang paling sempurna ketika mengutus sekaligus mengurbankan Yesus Putera-Nya. Ini adalah kasih yang besar dari Tuhan bagi dunia (Yoh 3:16).

Kebaikan Tuhan menjadi nyata ketika Ia mengampuni manusia dari semua dosa dan salah. Tuhan bernubuat melalui Hosea: “Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak. Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala…” (Hos 11:8-9). Hosea menunjukkan wajah Allah yang penuh belas kasih kepada manusia. Konsep Allah adalah kasih sudah mulai nampak semakin jelas di sini. Semua kebaikan yang dilakukan Tuhan bagi manusia merupakan wujud nyata kekudusan-Nya. Ia sendiri mengatakan diri-Nya sebagai yang kudus di tengah-tengah manusia.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita semua adalah utusan Tuhan. Kita semua masuk dalam keduabelasan Yesus untuk pergi dan mewartakan kebaikan-kebaikan Tuhan, damai dan kasih-Nya yang tiada bandingnya. Tuhan mengutus para murid supaya menjadi utusan yang selalu belajar dari pengalaman bersama orang lain untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan sendiri. Tentu saja dalam menjalani misi kebaikan itu tidaklah mudah. Ada saat-saat di mana kita mengalami kesulitan yang luar biasa. Kita mengalami kesulitan dalam berelasi dengan sesama di dalam keluarga dan komunitas juga masyarakat. Mungkin kita berbeda dalam banyak hal, tetapi kita juga lupa bahwa perbedaan-perbedaan itu selalu menjadi kesempatan bagi kita untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Ada perbedaan-perbedaan yang dapat membawa kita kepada penganiayaan. Hal yang terpenting di sini, kebaikan adalah segalanya. Jangan berhenti berbuat baik.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply