Parenting: memahami pikiran anak

Memahami pikiran anak-anak

Saya sedang membaca kembali Le Petit Prince buah karya Antoine de Saint-Exupery. Pada bagian awal buku ini kisahkan tentang kemampuan imaginative dan kognitif anak usia enam tahun tentang bagaimana seekor ular sancha menelan mangsanya. Mangsa pertama adalah seekor binatang buas dan mangsa kedua adalah seekor gajah. Sang anak usia enam tahun membayangkan proses makan memakan ini dan melukisnya sesuai daya imaginatifnya. Memang kelihatan lucu karena ada gambar berbentuk topi. Anda dapat membayangkan gambar ular sanca menelan gajah. Kira-kira bentuknya seperti apa ya…

Dikisahkan bahwa ada seorang yang lebih dewasa memperhatikan daya imaginatif dan kognitif anak usia enam tahun ini. Anak usia enam tahun ini mendapat saran yang sangat berarti supaya meninggalkan imaginasinya tentang gambar ular sanca yang menelan mangsanya, dan lebih focus dalam bidang geografi, sejarah, matematika dan tata bahasa. Semangatnya untuk melukis berakhir. Ia merasa menyesal dan seakan karakternya sedang dibunuh. Ia berkata: “Orang dewasa tidak pernah mengerti apa-apa sendiri, maka sungguh menjemukan bagi anak-anak, perlu memberi penjelasan terus menerus”.

Saya membayangkan anak tanpa nama dalam kisah ini. Ia memiliki daya imaginatif yang luar biasa sesuai usianya yang baru enam tahun. Ia memikirkan ular sanca dan hewan buas termasuk gajah. Belum tentu anak-anak seusia dia membayangkan hal seperti ini. Bahkan orang dewasa pun demikian. Ada yang belum memiliki daya imaginatif seperti anak ini. Masalahnya adalah bagaimana orang dewasa membangun komunikasi dengan anak-anak seperti ini? Siapa yang peduli dan membangun komunikasi yang positif dan membangun dengan anak usia dini seperti ini.

Salah satu masalah yang sedang dihadapi anak-anak zaman now adalah komunikasi positif dengan orang tua dan para pendidik di sekolah. Seringkali anak-anak mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang tua dan para pendidik karena ternyata professor Google sudah mengajarnya terlebih dahulu. Banyak di antara mereka lebih percaya pada Google, Wikipedia dan lainnya. Akibatnya setiap kali berkomunikasi dengan orang tua dan pendidik tidak nyambung. Stress pun terjadi pada anak-anak dan orang tua. Akibat lebih lanjut adalah pembunuhan karakter anak dengan kekerasan fisik dan verbal.

Apa yang harus dilakukan?

Para orang tua dan pendidik perlu memiliki waktu yang cukup untuk membaca, mencari tambahan pengetahuan melalui surat kabar dan bahkan melalui professor Google, Wikipedia dan sejenisnya. Paling kurang pengetahuan anak-anak muda zaman now bias berimbang dengan pengetahuan orang tuanya. Para orang tua dan pendidik perlu berkomunikasi terus menerus, memiliki kemampuan untuk mendengar dan mencermati pikiran anak-anaknya. Kiranya pengalaman anak usia enam tahun dalam buku ini bukan hanya khayalan tetapi sebuah kenyataan yang sedang terjadi di dalam keluarga-keluarga masa kini.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply