Food For Thought: Keteladanan itu perlu dan harus!

Keteladanan itu perlu dan harus

Tuhan Yesus sangat menginspirasikan saya pada misa pagi ini untuk berbagi Sabda dengan orang-orang muda di komunitasku. Inilah kata-kata Tuhan Yesus yang menginspirasi: “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat 23:2-3). Saya mengatakan sangat menginspirasi sebab Tuhan Yesus sedang membongkar dosa-dosa social yang selalu dilakukan manusia dari dahulu hingga sekarang.

Dosa sosial atau dosa berjamaah ini sangat popular di kalangan masyarakat luas hingga di dalam keluarga dan komunitas masing-masing. Misalnya, ada orang tua yang menasihati anaknya: “Pada waktu makan bersama, anda harus sign out dari gadgetmu”. Ini sesuatu yang bagus dan luhur. Tetapi tidak akan menjadi elok ketika orang tua lupa membawa handphonenya ke ruang makan dan menerima telephon saat sedang makan bersama. Orang tua mengajarkan anaknya supaya jangan menceritakan kelemahan orang lain tetapi ketika duduk bersama orang tua lain, mereka menjelek-jelekan orang tua yang lain.

Para imam, biarawan dan biarawati selalu menjadi panutan untuk hidup sebagai orang yang taat, miskin dan murni sesuai dengan nasihat-nasihat injil Tuhan Yesus. Banyak nasihat keluar dari mulut mereka. Itu memang hal yang bagus. Namun sangat mengejutkan ketika mereka tidak taat kepada pimpinannya, bersungut-sungut tentang kerasulannya, gaya hidupnya borjuis, mengeluh soal makanan dan minuman di komunitas dan tidak menunjukkan kasih Tuhan dalam hidup bersama. Bagaimana orang muda tertarik untuk hidup seperti ini kalau tidak ada keteladanan. Sangat dubutuhkan tindakan sejalan dengan perkataan.

Para guru di sekolah menasihati peserta didik untuk selalu menyiapkan diri untuk mengikuti pelajaran di sekolah, padahal mereka sendiri tidak menyiapkan bahan ajar untuk para peserta didik. Mereka berprinsip bahwa setiap tahun mengajar mata pelajaran yang sama. Mereka lupa bahwa peserta didiknya sudah berbeda. Pemerintah atau siapa saja yang berkuasa selalu menegaskan supaya generasi muda memiliki budi pekerti yang baik, hidup sebagai generasi harapan masa depan yang bermoral. Ini sebuah seruan dan harapan yang baik. Padahal mereka sendiri mengalami degradasi moral yang sangat ekstrim, misalnya tanpa memiliki rasa malu melakukan korupsi, memiliki istri atau suami di mana-mana.

Terhadap semua fenomena ini, perkataan Tuhan Yesus tetaplah yang terbaik karena memberikan kritik social kepada kita semua. Orang pandai berbicara tetapi tidak pandai melakukannya di dalam hidup. Hanya Yesus yang berbicara dan melakukannya di dalam hidup-Nya. Namun, kita juga dipanggil ke arah yang sama supaya ada koherensi antara kata dan tindakan. Hanya dengan demikian orang akan percaya kepada kita. Percumalah mengucapkan kata-kata indah tentang Tuhan Yesus tetapi perbuatannya bukan kristiani atau sangat jauh dari hidup Yesus Kristus sendiri.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip Ki Hadjar Dewantara. Ia berkata: “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di Depan, Seorang Pendidik harus memberi Teladan atau Contoh Tindakan Yang Baik, Di tengah atau di antara Murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, Dari belakang Seorang Guru harus Memberikan dorongan dan Arahan.”

Ingat, keteladanan lebih banyak berbicara dari pada kata-kata yang keluar dari mulutmu!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply