Homili 14 September 2018

Pesta Salib Suci
Bil. 21:4-9
Mzm. 78:1-2,34-35,36-37,38
Flp. 2:6-11
Yoh. 3:13-17

Salib Kristus memerdekakan kita

Pada suatu kesempatan saya diundang untuk mengikuti acara pendalaman iman selama masa Prapaskah di sebuah lingkungan. Ketika itu ada dua umat yang berdiskusi tentang makna salib dari perspektif mereka sendiri. Umat pertama mengatakan salib adalah pengalaman Yesus pada saat menyelamatkan manusia. Salib adalah penderitaan, air mata, ratap tangis demi kebaikan manusia yang berdosa. Salib menjadi pengalaman konkret dalam hidup manusia setiap hari dan hasilnya selalu menggembirakan. Salib itu memerdekakan kita sebagai Anak Allah. Umat kedua, mengatakan bahwa salib adalah tanda keselamatan Tuhan bagi manusia. Ketika memandang salib kita melihat keselamatan kita. Saya mengatakan kepada mereka berdua bahwa pemahaman mereka tentang salib memiliki kemiripan. Intinya bahwa salib itu pengalaman Yesus yang menderita sampai wafat supaya manusia selamat. Salib bagi kita adalah pengalaman penderitaan kita dalam setiap waktu kehidupan supaya orang lain mengalami kebahagiaan dan keselamatan.

Sambil merenung tentang Salib Kristus, saya mengingat perkataan Paus Fransiskus dalam kotbahnya pada perayaan Hari Raya St. Petrus dan Paulus, 29 Juni 2018 yang lalu. Ia mengatakan: “Dengan tidak memisahkan kemuliaan-Nya dari Salib-Nya, Yesus ingin membebaskan murid-murid-Nya, Gereja-Nya dari bentuk-bentuk kosong triumphalisme: bentuk-bentuk cinta, pelayanan, belas kasihan yang kosong, manusia yang kosong” Ini adalah pemahaman salib yang menjadi semakin konkret dalam hidup kita. Salib Kristus membebaskan kita dari bentuk-bentuk kosong cinta, belas kasih dan diri manusia. Ada orang berpikir tentang salib tetapi sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah tanda kesombongan diri di hadapan Tuhan dan manusia yang lain.

Menjelang Tri Hari Suci tahun 2017 yang lalu Paus Fransiskus berkatekese dengan berkata: “Salib Kristus menjadi sumber dari harapan yang memberikan makna dan arah hidup kita. Di luar bayangan salib, kita melihat sekilas kemuliaan. Seperti kita merayakan hari-hari suci menjelang perayaan Paskah, baiklah kita merenungkan Tuhan yang disalibkan, menjadi sumber harapan abadi kita dan inspirasi bagi kita untuk hidup dalam kasih yang abadi.” Perkataan Paus membuka wawasan kita bahwa salib adalah pengurbanan diri yang nyata sehingga membuahkan penebusan berlimpah. Salib Kristus telah memerdekakan kita. Santa Theresia dari Kalkuta berkata: “Ketika kamu melihat salib, kamu memahami betapa Yesus mencintaimu. Ketika kamu memandang Hosti Suci, kamu memahami betapa Yesus mencintaimu sekarang.”

Selama beberapa hari terakhir ini, berbagai surat khabar membuka kembali berbagai kasus skandal yang dilakukan oleh para gembala tertentu. Misalnya masalah pedofilia, masalah hubungan intim, korupsi dan kekerasan verbal dari gembala tertentu. Semua ini sudah terjadi tetapi sengaja dimunculkan kembali untuk memberikan warna gelap bagi Gereja kita. Semua dosa masa lalu ini ditempatkan di atas bahu Paus Fransiskus sebagai kepala Gereja universal. Semua tantangan ini berasal dari dalam dan luar Gereja. Bolehlah dikatakan bahwa ini adalah salib berat bagi Paus Fransiskus sebagai pemimpin, tetapi salib besar bagi kita semua sebagai Gereja.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini membantu kita untuk memahami makna salib dalam hidup kita saat ini. Bahwa di dalam Gereja sendiri terdapat berbagai skandal bukanlah hal yang baru. Bangsa Israel pernah melakukan berbagai skandal di hadapan Allah. Di dalam Kitab Bilangan, kita mendapat informasi bahwa bangsa Israel sedang berada di Gunung Hor. Ketika itu mereka mengeluh dan melawan Tuhan melalui Musa. Inilah perkataan mereka: “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” (Bil 21:5).

Mungkin kita merasa lucu karena bangsa Israel lebih mementingkan perut daripada keselamatan atau kemerdekaan. Reaksi Tuhan adalah menyuruh ular-ular untuk memagut dan mematikan bangsa itu. Di saat yang ekstrim ini, bangsa Israel berpikir untuk kembali kepada Tuhan. Mereka berdoa, memohon belas kasih Tuhan melalui Musa. Tuhan menunjukkan keselamatan-Nya dengan meminta Musa melakukan hal ini: “Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.” (Bil 21: 8). Dengan memandang ular itu mereka selamat dari pagutan ular berbisa.

Tuhan Yesus mengambil contoh ini untuk menjelaskan kepada Nikodemus rahasia dan makna salib-Nya. Ia berkata kepada Nikodemus: “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:13-15). Perkataan Yesus ini mengundang kita untuk senantiasa memandang kepada Salib sebagai keselamatan kita. Kita semua mengingat kepala pasukan yang berdiri dihadapan Salib Yesus dan berkata: “Sungguh orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15:39).

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua memberikan kiat yang terbaik bagi kita untuk menyerupai Yesus Kristus. Kalau mau menjadi orang katolik yang terbaik maka kita perlu menjadi serupa dengan Yesus dengan mengosongkan diri (kenosis), mengambil rupa sebagai seorang hamba, menjadi sama seperti manusia. Selanjutnya, perlu merendahkan diri, taat dan siap untuk memikul salib dan mengikuti-Nya dari dekat. Tuhan Yesus yang menerima salib ini menjadi segalanya. Tuhan Allah meninggikan-Nya dan semua orang mengakui-Nya sebagai Tuhan. Peristiwa Salib membantu kita untuk percaya kepada Yesus sebagai Tuhan kita.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip antifon ketiga dari ibadat pagi hari ini: “Salib mulia bergemilang, dan menjadi saluran keselamatan bagi dunia. Salib menang, salib meraja, salib mengusir segala kejahatan, alleluia.” Kita juga boleh berdoa: “Ya Tuhan, salib-Mu kami sembah, kebangitan-Mu yang suci kami muliakan dan kami puji, sebab berkat salib itu seluruh bumi dipenuhi sukacita.” Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply