Homili 5 November 2018

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXI
Flp. 2:1-4
Mzm. 131:1,2,3
Luk. 14:12-14

Hidup Bersama Kristus

Ada seorang pemuda yang memberi kesaksian hidupnya dalam sebuah rekoleksi bersama. Ia mengaku sangat bangga dengan ayahnya yang sudah menghadap bapa di Surga. Semasa hidupnya ia selalu menasihati ketiga anaknya untuk saling bekerja bersama-sama dan saling menolong. Bagi yang merasa diri sebagai kakak perlu menolong adiknya yang lebih lemah. Sebab itu banyak kali kalimat ini keluar dari mulutnya: “Bantu adikmu itu…” Pengalaman masa kecil ini membuatnya memiliki habitus, sebuah kebiasaan yang senatiasa dihayatinya dalam hidup bersama bukan hanya dengan keluarganya sendiri melainkan dengan semua orang yang bekerja bersamanya. Hidup berdampingan atau koeksistensi dengan semua orang membuatnya menjadi kaya dalam kebajikan dan pengalaman. Kami semua yang mendengar kesaksian hidupnya ini turut merasa bangga dengan pemuda ini, terutama latar belakang keluarganya yang baik.

St. Paulus memahami dengan baik Gereja Filipi yang mulai berkembang. Sebab itu ia menasihati mereka supaya Gereja muda ini tetap bersatu dan rendah hati. Semua pengajaran Paulus di Filipi ini membantu mereka untuk menerima Injil dan tetap hidup bersama Yesus Kristus sebagaimana ia sendiri sudah mengajarkan mereka. Ciri khas Gereja yang hidup dalam Kristus adalah ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Paulus melihat bahwa kualitas-kualitas ini dimiliki oleh Gereja Filipi sebagai buah dari pengajarannya. Ini juga yang menjadi sukacita Paulus dalam pelayanannya. Kita tentu ikut berbangga dengan seorang Paulus yang tak kenal Lelah mengabdikan dirinya bagi jemaat di Filipi. Ia yakin dan percaya bahwa hanya dengan tinggal bersama Yesus maka jemaat akan mendapat nasihat ilahi, persekutuan Roh, kasih mesra dan belas kasihan. Ini adalah kebajikan-kebajikan yang senantiasa dicaari oleh setiap pribadi dan hanya dapat dirasakan di dalam Yesus.

Selanjutnya Paulus menasihati jemaat supaya tetap hidup dalam Kristus. Maka kebajikan-kebajikan lain yang harus mereka hayati dalam hidup bersama sebagai jemaat adalah selalu sehati dan sepikir, satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan, tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Mereka diharapkan untuk tetap rendah hati dan mengutamakan kebaikan sesama yang lain. Nasihat-nasihat Paulus ini memang sederhana namun memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Mudah untuk didengara namun sangat sulit untuk dilakukan di dalam hidup setiap hari.

Mari kita memeriksa bathin kita masing-masing di hadapan Tuhan dan sesama. Kita sebagai makhluk sosial tentu membutuhkan orang lain. Kita tidak pernah sendirian. Untuk mewujudkan kebersamaan atau hidup berdampingan satu sama lain, maka kebajikan-kebajikan kristiani yang dikatakan Paulus menjadi dasar yang kuat bagi relasi sebagai sesama umat dan relasi dengan Tuhan. Namun demikian banyak kesulitan yang masih kita alami bersama. Misalnya, saling menasihati itu bukanlah hal yang mudah. Banyak orang mudah menasihati tetapi sulit untuk melakukannya atau sulit untuk menerima nasihat orang lain. Nasihat itu bisa berupa koreksi persaudaraan yang memiliki tujuan yang baik dalam membangun relasi satu sama lain. Hidup bersama menjadi bermakna kalau ada belas kasihan. Kalau ada yang bersalah maka yang lain selalu siap untuk memaafkan. Namun betapa sulitnya untuk memaafkan orang yang bersalah kepada kita, lebih mudah membalas dendam kepada yang bersalah kepada kita.

Kebajikan lain seperti sehati dan sepikir. Di dalam keluarga masih ada kesulitan untuk saling mendengar satu sama lain. Sumber kemarahan di dalam keluarga adalah ketidakmampuan pasangan suami dan istri yang tidak saling mendengar satu sama lain. Sikap egois juga masih menguasai hidup kita. Masih sulit bagi kita untuk menemukan pribadi-pribadi yang ‘tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian-pujian yang sia-sia’ dan ‘menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri’. Hal umum yang terjadi adalah masih banyak orang yang mengutamakan kepentingan pribadi, dan golongannya. Dalam masyarakat luas, perseturuan politik telah merusak relasi antar pribadi. Nafsu berkuasa sulit diolah maka muncullah kejahatan-kejahatan baru seperti hoax dan lain sebagainya. Tentu saja semuanya ini bukanlah harapan Paulus dan lebih lagi harapan Yesus Kristus bagi kita yang sedang mengikuti-Nya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini membuka pikiran kita untuk hidup berdampingan dengan sesame yang lebih berkualitas. Apa yang harus kita lakukan dalam hidup sebagai pengikut-Nya? Kita harus mengubah mindset kita! Kita menjadi sesama yang benar tidak harus melekat pada orang-orang yang mudah membahagiakan kita, tetapi justru yang sulit membahagiakan kita. Kita harus memilih yang paling sulit dan ekstrim. Mari kita memandang Tuhan Yesus sendiri. Ia tidak berdosa namun memilih yang paling sulit yaitu memikul salib untuk menyelamatkan manusia. Seandainya Ia memikirkan diri-Nya maka sejarah keselamatan akan berubah. St. Theresia dari Kalkuta mengatakan bahwa hidup Kristiani yang bermakna adalah kesiapan kita untuk memilih yang tersulit dalam hidup ini. Don Bosco memilih kaum muda yang paling miskin untuk melayani mereka. Pilihan-pilihan mendaras ini membuka pintu keselamatan bagi kita. Yesus sendiri melakukannya!

Tuhan Yesus berpesan kepada kaum Farisi yang mengundang Dia untuk makan bersama supaya mengubah mindsetnya ketika mengundang orang untuk makan bersama di rumahnya. Apa yang seharusnya ia lakukan? Yesus menasihatinya supaya mengundang orang orang yang sulit untuk mengundangnya kembali. Yesus berkata: “Undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.” (Luk 14:13-14). Kalau ia mengundang para sahabat, saudara, keluarga dan tetangga yang kaya maka mereka dengan sendirinya akan membalas undangannya. Lihatlah bahwa pengajaran Yesus tentang bagaimana mengubah mindset ini sangatlah penting. Banayak kali kita ambil jalan pintas mengundang orang yang akan membalas undangan kita.

Tetapi pesan Yesus yang penting di sini adalah supaya kita mampu membentuk habitus baru yakni perhatian kepada kaum papa dan miskin. Perhatian kepada mereka memungkin kita untuk hidup berdampingan dengan mereka yang sangat membutuhkan pertolongan kita. Hidup dalam Kristus berarti hidup serupa dengan-Nya yang senantiasa menyatu dengan kaum papa dan miskin, orang sakit dan pendosa. Mari kita berubah menjadi lebih Kristen, lebih menyerupai Tuhan Yesus Kristus.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply