Homili 17 Desember 2018

Homili 17 Desember 2018
Kej. 49:2,8-10
Mzm. 72:1-2,3-4ab,7-8,17
Mat. 1:1-17

Mendengar dengan sukacita

Seorang ayah, ibu dan pendidik akan mengulangi kata-kata yang sama kepada anak-anak, remaja dan kaum muda untuk mendengar dengan baik. Kata-kata yang biasa keluar dari mulut mereka adalah: “Dengar baik-baik ya”. Anak-anak diminta untuk mendengar dengan penuh perhatian, mendengar dengan sukacita semua perkataan dari orang yang lebih dewasa dan yang dituakan. Tentu saja kalau orang mendengar dengan dengan sukacita akan mampu mentaati dan mengasihi apa yang didengarnya. Seorang anak yang mendengar dengan sukacita nasihat orang tuanya, ia akan mentaati dan semakin dia mentaati ia akan mengasihi orang tuanya dengan sepenuh hati.

Masa adventus dan lebih lagi dalam novena Natal ini, tentulah menjadi kesempatan bagi kita semua untuk mendengar dengan sukacita, bukan hanya sekedar mendengar saja. Kita memang perlu mendengar karena kita tetap ingin memiliki harapan, iman, sukacita, damai dan terang sebagaimana dilambangkan oleh lilin-lilin dalam lingkaran advent ini. Kita mendengar dengan sukacita karena kita ingin memiliki hidup sebagaimana dilambangkan oleh daun-daun hijau dalam lingkaran adventus. Lingkaran hijau yang menyatukan lima lilin yang berbeda yakni harapan, iman, sukacita, damai dan terang. Lingkaran ini sekaligus menunjukkan cinta kasih Tuhan yang tiada batasnya bagi setiap pribadi. Semua ini sudah sedang kita dengar dalam masa adventus ini dan tentu tujuan akhir yang hendak kita raih adalah keselamatan kekal.

Apa yang istimewa dari sabda Tuhan pada hari ini? Dalam bacaan pertama kita mendengar perkataan-perkataan akhir dari Yakub kepada anak-anaknya sebelum meninggal dunia. Ia memulai perkataannya yang lazim diungkapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya: “Berhimpunlah kamu dan dengarlah ya anak-anak Yakub, dengarlah kepada Israel, ayahmu.” (Kej 49:2). Yakub meminta atensi khusus anak-anaknya kepada dirinya sebagai ayah bagi mereka. Ia akan mengungkapkan kebenaran tertentu yang harus mereka dengar dan lakukan dalam hidupnya. Dari sini kita melihat bahwa anak-anak yang baik akan tetap berhimpun, bersatu, memiliki semangat sehati dan sejiwa dan saling mendengar satu sama lain. Anak-anak dapat melakukan semua ini karena mereka belajar dari orang tuanya. Mereka tidak hanya mendengar tetapi melihat teladan hidup orang tuanya yang baik.

Yakub meminta perhatian anak-anaknya sebab ia ingin mengungkapkan kebenaran tentang hidup mereka. Salah seorang anak yang ia tampilkan adalah Yehuda. Yahuda adalah putra Yakub yang ke empat bersama Lea istrinya (Kejadian 29:35) disebut “Yehuda” ( יְהוּדָה – Yehuda); Nama Yehuda berarti ‘bersyukur’, akar katanya dari יָדָה – Yadah, yang artinya ‘dia bersyukur atau dia memuji’. Maka Yakub atau Israel sebenarnya sedang menyatakan rasa syukurnya kepada Yahwe.

Rasa syukur karena alasan-alasan ini: Pertama, Yehuda akan dipuji oleh saudara-saudaranya, tangannya akan menekan tengkuk musuhnya, kepadanya akan sujud anak-anak Israel (Kej 49:8). Kedua, Yehuda memiliki kuat kuasa yang dahsyat. Yakub ayahnya berkata: “Yehuda adalah seperti anak singa: setelah menerkam, engkau naik ke suatu tempat yang tinggi, hai anakku; ia meniarap dan berbaring seperti singa jantan atau seperti singa betina; siapakah yang berani membangunkannya?” (Kej 49:9). Ketiga, Yakub melihat kuat kuasa Yehuda sebagai raja bagi banyak orang. Ia berkata: “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.” (Kej 49:9).

Yehuda berarti bersyukur. Orang yang yang mendengar dengan baik, mendengar dengan sukacita akan bersyukur di dalam hidupnya. Namanya akan tetap dikenang oleh banyak orang turun temurun. Yakub sebenarnya tidak mengatakan nubuatnya bagi Yehuda anaknya tetapi sedang mengungkapkan visinya tentang Mesias yakni Yesus Kristus yang berasal dari keturunannya. Penginjil Matius menulis silsilah Yesus dengan menyebut beberapa nama ini: “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya, Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar” (Mat 1:1-3). Yehuda yang disanjungh Yakub juga menjadi bagian dari silisilah Yesus.

Hal-hal istimewa dalam silisilah Yesus menurut Injil Matius adalah bahwa Yesus itu Anak Allah yang datang ke dunia, masuk dalam sejarah hidup manusia. Ini menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Tuhan Yesus datang untuk menyelamatkan semua orang dari segala suku dan bahasa. Keselamatananya universal. Nama-nama yang masuk di dalam keturunannya dari Abraham sampai Yusuf suami Bunda Maria juga memiliki dosa dan salah. Abraham pernah berbohong. Daud memiliki banyak dosa. Namun mereka menunjukkan tekad untuk bertobat. Ini adalah sikap yang tepat untuk kita ikuti.

Hal lain dalam silsilah Yesus adalah munculnya nama empat wanita asing dan pendosa dalam silisilah Yesus. Pertama, Tamar (perempuan Kanaan, Matius 1:3). Kedua, Rahab (perempuan Kanaan, Matius 1:5), Ketiga, Rut (perempuan Moab, Matius 1:5), dan
Batsyeba (meski ia berasal dari Israel, namun ia pernah menjadi “bangsa asing” karena menikahi “Uria orang Het itu”, Matius 1:6). Mereka masing-masing memiliki cerita hidup tetapi masih masuk dalam silsilah Yesus. Keselamatan dari Yesus benar-benar bagi semua orang.

Pada hari ini kita belajar untuk mendengar dengan sukacita. Kita mendengar Tuhan melalui sabda-Nya yang dapat mengubah hidup kita. Kita mendengar sesama kita untuk bertumbuh menjadi sungguh-sungguh manusia. Kita perlu mendengar dengan baik dan penuh sukacita sehingga mampu melakukan semuanya di dalam hidup kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply