Homili 27 Februari 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-VII
Sir. 4:11-19
Mzm. 119:165,168,171,172,174,175
Mrk. 9:38-40

Kesaksian hidup itu perlu dan harus

Kita semua pasti mendengar nama Mahatma Gandhi. Beliau adalah seorang pejuang berkebangsaan India. Ada sisi-sisi hidupnya yang sangat mencerahkan hidup kita sebagai pengikut Kristus. Ia senang membaca Injil dan beruasaha untuk mengenal seluk beluk hidup Yesus Kristus. Pada suatu kesempatan ia datang ke sebuah Gereja untuk ikut beribadah. Namun sayang sekali ia ditolak untuk masuk ke dalam Gereja karena ia bukan beragama Kristen lagi pula berkulit hitam. Ini adalah pengalaman yang sangat menyedihkan baginya. Ia memang sangat kecewa dengan orang-orang Kristen tetapi tidak dengan Yesus Kristus.

Dalam perjuangannya untuk menuju kemerdekaan India, Gandhi sebagai seorang leader politik banyak menerapkan ajaran Yesus yang ditemukannya dalam Kotbah di bukit (Mat 5-7). Tentu saja ini sangat menarik perhatian Gereja karena seorang bukan Kristen berbicara tentang ajaran Yesus kepada kaumnya. Ada seorang misionaris bernama E. Stanley Jones mengadakan audiensi pribadi dengan Mahatma Gandhi. Stanley bertanya,“Tuan Gandhi, meskipun anda sering mengutip kata-kata Yesus Kristus, mengapa tuan kelihatannya keras menolak untuk menjadi pengikut-Nya?” Gandhi menjawabnya, “Saya tidak pernah menolak Yesus Kristus. Saya memang menyukai Yesus Kristus anda. Namun saya tidak suka dengan orang Kristen anda. Jika orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Kristus, seperti yang ditemukan di dalam Alkitab, seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini.” Ini benar-benar jawaban yang tajam bagi kita semua yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Bagi saya, pengalaman pribadi Gandhi sangat mencerahkan alam pikir dan iman kita sebagai pengikut Kristus. Banyak kali kita dengan mudah mengklaim diri sebagai pengikut Kristus, berusaha mencari data-data tentang jumlah pengikut Kristus di dunia ini secara statistik. Memang secara statistik, jumlah pengikut Kristus selalu nomor satu tetapi masalahnya adalah jumlahnya memang membanggakan, namun kualitasnya masih dipertanyakan. Berapa jumlah orang katolik yang berpartisipasi aktif dalam hidup menggereja? Realitas masih menunjukkan bahwa masih banyak orang Katolik Natal dan Paskah. Orang hanya datang ke gereja karena ikut rame, atau pada hari Natal dan Paskah saja. Pada hari Minggu yang lain sepanjang tahun mereka selalu memiliki kesibukan. Kelompok-kelompok kategorial memang bagus, hanya kadang-kadang ada kesombongan rohani yang berlebihan. Banyak umat yang akhirnya anti terhadap kelompok-kelompok kategorial karena kesombongan rohani yang berlebihan, masalah pinjam meminjam uang pada sesama anggota kelompok, tempat mencari jodoh dadakan dan menjadi tempat untuk bergosip ria. Ini kira-kira gambaran sebagian umat Katolik di sekitar kita. Maka di sini kita melihat pertumbuhan umat katolik memang baik adanya tetapi kualitas keimanan mungkin mirip dengan pemikiran Gandhi di atas.

Bacaan Injil hari ini mencerminkan hidup kita setiap hari yang cenderung berpikir bahwa kita lebih baik dari orang-orang lain. Dikisahkan bahwa pada suatu hari Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada seorang yang tidak masuk dalam kelompok para murid Yesus karena tidak mengikuti mereka, sempat mengusir setan atas nama Yesus sendiri dan ia berhasil. Melihat kejadian itu Yohanes dan kawan-kawannya mencegahnya untuk tidak membawa-bawa nama Yesus saat mengusir setan. Artinya kalau mau mengusir setan maka ia harus mendekatkan diri dan menjadi salah satu pengikut Yesus lebih dahulu. Tuhan Yesus membuat sebuah revolusi mental yang luar biasa. Ia memandang Yohanes dan teman-temannya dengan kasih dan berkata: “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” (Mrk 9:39-40).

Kisah Injil ini memang kita banget! Coba perhatikan contoh yang lain ini. Ketika Paus Fransiskus mengunjungi tanah Arab bulan yang lalu, ada anak-anak muda yang mengenakan jilbab mendekati Sri Paus untuk menyalami dan mencium tangannya. Ada orang kelihatan geram menyaksikan adegan ini dengan berkata: “Mengapa orang berjilbab ini mau menyalami sri Paus?” Aneh tapi nyata bagi orang yang memiliki ekspresi negatif seperti itu. Mungkin orang muda itu senang dan bahagia dengan kunjungan sri Paus dan berhasrat untuk menyalaminya. Maka bacaan Injil yang sangat singkat ini memberikan kritikan serta koreksi cara pandang kita sebagai pengikut Kristus saat ini. Tuhan Yesus mengasihi semua orang, tetapi para pengikut-Nya tidak demikian. Itulah kita yang mengklaim diri sebagai pengikut Kristus zaman now. Menyedihkan!

Banyak kali orang mengklaim dirinya sebagai pengikut Kristus padahal hidupnya jauh dari Kristus sendiri. Ia mengklaim dirinya sebagai orang yang dibaptis saja tetapi ajaran-ajaran Kristus dan hidup menggereja tidak dilakukannya dalam hidup. Ini adalah pengikut Kristus yang minimalis saja. Menjadi pengikut Kristus harus sungguh-sungguh menyerupai Yesus Kristus dalam segala hal. Pengikut Kristus yang mencintai kebijaksanaan akan berusaha untuk semakin menyerupai Yesus Kristus dalam hidupnya. Doa dan perbuatan-perbuatan baik sesuai ajaran Yesus Kristus adalah jalan untuk bersatu dengan Tuhan Yesus dan sesama manusia. Di sinilah letak pentingnya hidup sebagai pengikut Kristus yakni berani bersaksi tentang Yesus Kristus di dalam diri kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply