Food For Thought: Manusia fana di hadapan Tuhan

Manusia memang fana

Perkataan Tuhan yang menguatkan saya pada hari ini adalah: “Manusia diciptakan Tuhan dari tanah, dan ke sana akan dikembalikan juga.” (Sir 17:1). Perkataan Tuhan membuat saya membayangkan kembali bagaimana Tuhan memiliki rencana yang mulia untuk menciptakan manusia. Dia menciptakan dengan cara-Nya sendiri: “Ketika itu Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya” (Kej 2:7). Ketika manusia menyalahgunakan kebaikan Tuhan dan jatuh ke dalam dosa, Tuhan berkata: “Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau akan kembali menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil, sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kej 3:19). Manusia fana berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Karena itu hidupnya yang sementara di dunia ini haruslah diisi dengan banyak berbuat baik kepada semua orang.

Salah satu hal yang mengkhawatirkan kita semua adalah manusia lupa bahwa dirinya adalah makhluk yang fana. Setiap orang harus berani melawan lupa! Orang yang tidak berani melawan lupa jenis ini akan berpikir bahwa dia dapat mengatur Tuhan, dia dapat mengandalkan dirinya dan lupa mengandalkan Tuhan. Padahal Tuhan Yesus sendiri berkata: “Sine me nihil potestis facere” artinya terlepas dari aku kamu itu tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Tapi apa yang sesungguhnya terjadi? Manusia lupa bahwa dia hanya manusia bukan Tuhan. Manusia penuh dengan keterbatasan. Dalam kitab Mazmur kita membaca: “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.” (Mzm 90:10). Kita adalah manusia yang terbatas maka andalan kita adalah Dia yang tidak terbatas yaitu Tuhan.

Kita mengandalkan Tuhan. Kita memiliki Tuhan. Hal yang terpenting di sini adalah jangan pernah merasa bahwa Tuhan itu milik pribadi dan menghalangi orang lain untuk dekat dengan Tuhan, memohon berkat dan pertolongan-Nya. Kita memang mengimani secara pribadi tetapi Dia tetap milik semua orang yang percaya atau mengimani-Nya. Lalu mengapa anda merasa sangat memiliki Tuhan dan mengkafirkan orang lain? Mengapa kita berpikir bahwa orang lain tidak memiliki Tuhan? Coba pikirkan, berapa kali kita berpikir seperti ini kepada sesamamu. Hidup ini sementara saja, semuanya fana, mengapa anda, saya dan kita seperti ini? Seharusnya kita malu karena orang lain lebih bertuhan dari pada kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply