Homili 2 Maret 2019

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-VII
Sir. 17:1-15
Mzm. 103:13-14,15-16,17-18a
Mrk. 10:13-16

Dasar penghalang!

Saya mau mengajak anda untuk berpikir sambil merenung sejenak melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana ini: Apakah anda pernah menghalangi seseorang untuk berdoa dan beribadah? Apakah melalui tutur katamu sempat membuat orang lain jatuh ke dalam dosa? Dengan hanya membaca dan merenung kedua pertanyaan ini maka permenungan masing-masing kita akan makin mendalam. Kita akan mendapatkan sebuah daftar panjang, saat-saat kita menghalangi rahmat Tuhan yang mengalir kepada orang lain dan juga kepada diri kita sendiri. Kita menemukan diri kita sebagai penghalang bagi sesama untuk berjumpa dengan Tuhan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan bahkan kelalaian pribadi kita. Orang bisa saja berteriak dengan suara nyaring: “Dasar penghalang!” Tapi itulah realita hidup anda, dia, mereka dan kita saat ini. Membohongi diri sendiri bahwa tidak pernah menjadi penghalang rahmat Tuhan bagi sesama adalah sebuah dosa.

Pada hari kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian. Penginjil Markus mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan ada orang-orang yang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya Ia menjamah mereka. Orang-orang itu pasti percaya bahwa Tuhan Yesus akan memberkati mereka. Anak-anak yang polos dan tampil apa adanya juga pasti memiliki kerinduan untuk mendapat jamahan dari tangan Yesus yang suci. Dan saya merasa yakin bahwa bukan hanya anak-anak yang membutuhkan jamahan tangan suci Yesus tetapi orang-orang yang membawa anak-anak itu merindukan berkat yang sama. Masalahnya adalah para murid memarahi orang-orang itu. Para murid merasa sepertinya Yesus hanyalah milik mereka, di luar mereka tidak boleh ada yang mengklaim dirinya sebagai pemilik Yesus.

Coba pikirkan pengalaman para gembala tertentu yang terkenal dikalangan umum karena memiliki ‘sesuatu’ yang melebihi gembala yang lain, entahlah kuasa Tuhan atau kuasa manusia dalam dirinya. Sang gembala itu mungkin memiliki pengawal pribadi dan tidak sembarangan orang boleh mendekatinya. Untuk menghubunginya saja perlu protokoler tertentu. Tinggalnya di istana atau di villa. Sadar atau tidak sadar para pengawal pribadi atau protokoler suka ‘marah-marah’ kepada umat yang datang ke kantor atau mau memegang tangan dan mencium cincin di tangannya. Kadang-kadang memang memalukan karena para pengawal dan protokoler berpikir bahwa para gembala itu lebih besar dari Tuhan Yesus. Itulah tipe para rasul zaman now yang menghalangi umat untuk bertemu dengan gembalanya. Mungkin juga gembalanya tidak mau berjumpa dengan umatnya. Gembala taku kalau tangannya najis. Gembala macam apa yang dibutuhkan Gereja zaman ini?

Lalu apa reaksi Yesus yang mengejutkan kita semua? Yesus ‘marah’ kepada para murid yang menghalangi orang-orang tanpa nama dan anak-anak yang membutuhkan berkat. Inilah perkataan Yesus kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Mrk 10:14-15). Anak-anak adalah simbol kepolosan, kejujuran dan hidupnya memang apa adanya. Tidak ada kepalsuan dalam diri mereka. Hati mereka tembus pandang. Maka Yesus mengatakan bahwa mereka sebagai simbol ‘kerendahan hati’ inilah yang memiliki Kerajaan Allah. Orang-orang sombong, tidak jujur dan angkuh itu jauh dari Kerajaan Allah. Mereka lebih mengandalkan dirinya bukan mengandalkan Tuhan. Tuhan Yesus mengharapkan supaya para murid-Nya dan siapa saja yang mendengar Yesus dapat menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil memiliki hak untuk masuk dan berdiam dalam Kerajaan Allah.

Reaksi Yesus yang lain adalah memeluk anak-anak, meletakkan tangan ke atas mereka dan memberkati mereka. Yesus memeluk anak-anak sebagai tanda Ia menyambut mereka untuk masuk dan merasakan kasih-Nya, Yesus meletakkan tangan-Nya yang kudus atas diri mereka untuk mencurahi Roh Kudus dan memberkati mereka dengan berkat-berkat yang melimpah. Sebab itu tidak ada seorang pun yang memiliki kuasa untuk menghalangi orang lain untuk berjumpa dengan Yesus. Tuhan tidak akan mengijinkan orang untuk menutup pintu rahmat Tuhan bagi umat kesayangan-Nya. Tidak akan adalagi perkataan: “dasar penghalang” kepada siapa pun di dunia sebab Tuhanlah yang memberikan rahmat-Nya secara cuma-cuma bagi manusia.

Mengapa Tuhan Yesus berpihak pada anak-anak dan mereka yang tidak berdaya? Realita menunjukkan bahwa manusia memilih yang disukainya, mencintai apa yang dicintainya. Ini memang sangat subjektif. Hal ini sangat berbeda dengan Tuhan Allah. Ia memilih dan mengasihi semua manusia karena Ia sendiri menciptakan mereka sesuai dengan gambaran-Nya sendiri. Dialah Allah yang pertama kali jatuh cinta kepada manusia ciptaan-Nya dan melihat manusia baik adanya. Maka kita harus selalu berpikir begini: “Manusia diciptakan Tuhan dari tanah, dan ke sana akan dikembalikan juga.” (Sir 17:1). Kita semua akan mengalami akhir hidup yang sama maka jangan menjadi penghalang rahmat dan berkat Tuhan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply