Homili 29 Juli 2019 Santa Marta

Peringatan Wajib St. Marta
Kel. 32:15-24,30-34
Mzm. 106:19-20,21-22,23
Mat. 13:31-35

Bersyukur sebab Tuhan baik

Pada hari ini kita mengenang Santa Marta. Kita mendapat gambaran hidup Marta penginjil Yohanes (11:1-14). Marta memiliki dua saudara lain yaitu Maria dan Lazarus yang menjadi sahabat-sahabat Yesus dan bertempat tinggal di Betania. Marta memiliki karakter yang kuat sebagai pemilik rumah, aktif bekerja terutama menyiapkan rumah dan melayani tamu yang datang ke rumahnya. Ia melakukan hal yang sama dengan kesibukan untuk melayani Yesus dan para murid-Nya dibandingkan dengan saudarinya Maria yang duduk dan mendengar semua perkataan Yesus. Hal ini menimbulkan rasa kesal dari pihak Marta sehingga ia berani mengatakannya kepada Yesus: ‘Tuhan, suruhlah dia membantu aku!’ Yesus tentu sangat menghargai buah karya Marta, namun Yesus mengingatkan Marta bahwa ia menyibukkan dirinya dengan perkara duniawi. Bagi Yesus, Maria memilih yang terbaik yang tidak dapat diambil daripadanya yaitu duduk dan mendengar Sabda-Nya. Sebenarnya bekerja (Marta) dan berkontemplasi (Maria) itu dua hal yang saling melengkapi dalam hidup Kristiani.

Kisah lain yang berkaitan dengan Marta adalah saat Lazarus sakit keras. Marta dan Maria mengirimkan khabar kepada Yesus yang kebetukan sedang berada di seberang Sungai Yordan. Isi pesannya menunjukkan relasi yang begitu akrab di antara nereka: “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit”. Namun Tuhan Yesus sengaja tinggal di tempat itu selama dua hari, lalu pergi ke Betania untuk menghibur Marta dan Maria. Pada saat Yesus datang, Marta sang pengurus rumah pergi untuk menemui-Nya. Marta berkata kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada disini, saudaraku pasti tidak mati. Namun kini aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepadaNya”. Tuhan Yesus memandang Marta seraya berkata: “Saudaramu akan bangkit”. Marta menjawab Tuhan: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman”. Tuhan Yesus menjawabnya: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati”. Marta percaya kepada Yesus dan berkata: “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia”.

Santa Theresia dari Yesus dalam buku Jalan Kesempurnaan mengakui sosok Marta begini: “Santa Marta itu seorang suci, walaupun tidak dikatakan bahwa ia kontemplatif.” Kepada para susternya ia berkata: “Apa lagi yang kalian inginkan, selain menyerupai wanita suci ini, yang begitu sering mendapat kehormatan menerima Kristus, Tuhan kita, di rumahnya, memberi Dia makan, melayani Dia dan duduk serta makan semeja dengan-Nya?” (Jalan Kesempurnaan, XVII:5). Sisi ini yang menjadi perjuangan bagi kita sebagai pengikut Kristus. Apakah kita dapat berjuang hingga duduk melayani, duduk semeja dan makan bersama Yesus? Perhatikan perkataan Tuhan ini dan laksanakanlah dalam hidupmu: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why 3:20).

Membaca kisah hidup Santa Marta ini membuat kita berani bersyukur kepada Tuhan sebab Ia sungguh baik (Mzm 106:1a). Tuhan Allah memang sungguh beda dengan apa yang menjadi pikiran manusiawi kita. Bangsa Israel mengalami pembebasan dari Tuhan Allah secara ‘mengherankan’ dari cengkraman bangsa Masir namun mereka tidak mensyukurinya. Mereka malah bersungut-sungut dan menyembah berhala. Ketika Musa dan Yosua berada di atas puncak gunung Sinai untuk berjumpa dengan Tuhan bangsa Israel jatuh ke dalam dosa menyembah berhala. Mereka membuat patung lembu dari emas dan menyembahnya sebagai ilah mereka. Tentu hal ini sangat mengecewakan Tuhan, Musa dan Yosua. Lagi pula Tuhan memberikan perintah-perintah yang ditulis-Nya dalam kedua loh batu.

Reaksi Musa terhadap dosa menyembah berhala ini adalah ia menghancurkan patung lembu emas ini, dengan membakar dan menggilingnya halus, menaburkannya ke atas air dan menyuruh semua orang Israel meminumnya. Ini menakutkan karena pasti air beracun. Musa juga menegur dengan keras Harun yang ada bersama bangsa Israel. Namun Harun membela dirinya dengan mengatakan kepada Musa bahwa bangsa Israel memang bangsa yang jahat wataknya sehingga mereka membuat berhala untuk disembah. Musa juga berjanji untuk kembali kepada Tuhan dan memohon pengampunan atas sikap bangsa Israel yang menyembah berhala.

Perhatikanlah sosok Musa sebagai perantara yang bernegosiasi dengan Tuhan dalam perkataan berikut ini: “Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu?dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.” (Kel 32:31-32). Tuhan bereaksi terhadap tawaran Musa kepada-Nya: “Siapa yang berdosa kepada-Ku, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam kitab-Ku. Tetapi pergilah sekarang, tuntunlah bangsa itu ke tempat yang telah Kusebutkan kepadamu; akan berjalan malaikat-Ku di depanmu, tetapi pada hari pembalasan-Ku itu Aku akan membalaskan dosa mereka kepada mereka.” (Kel 32:33-34). Dalam suasana sebagai pendosa yang tidak setia kepada Tuhan, ternyata Ia tetap menunjukkan jati diri-Nya sebagai Allah yang Maharahim. Ini sebuah bukti bahwa Tuhan sungguh baik dan kita perku bersyukur kepada-Nya.

Tuhan juga sungguh baik karena Ia membangun Kerajaan Allah di atas bumi ini mulai dari hal yang kecil dan sederhana. Banyak orang tidak pernah berpikir bahwa Yesus akan tampil dan mengubah seluruh dunia hingga saat ini. Perhatikan perkataan Natanael ini: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1: 46). Ini benar-benar menunjukkan bahwa mereka menganggap Nazaret itu tidak terkenal di daerah Galilea. Terlepas dari anggapan ini, Tuhan Yesus tetap menampilkan dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah.

Pada hari ini kita mendengar perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Allah yang serupa dengan biji sesawi dan ragi. Berkaitan dengan biji sesawi, kita mengenalnya sebagai biji yang kecil, yang mudah disepelehkan. Namun ketika bertumbuh, sesawi akan bertambah besar, bahkan burung-burung di udara dapat bersarang di atas cabang-cabangnya. Atau perumpamaan tentang ragi. Meskipun adonanannya sederhana namun akan menjadi besar sehingga roti pun dapat dibuat untuk dimakan oleh banyak orang.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Anne Frank. Beliau adalah pengungsi Yahudi dan penulis buku harian dari Belanda. Ia berkata: “Lihatlah bagaimana sebuah lilin kecil dapat mengusir kegelapan.” Mari kita menjadi lilin kecil yang dapat mengusir semua kegelapan dalam hidup kita. Kerajaan Allah itu dimulai dari hal kecil namun akan bertumbuh dalam kesatuan hingga menjadi besar. Santa Marta, doakanlah kami anak-anakmu. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply