Homili 9 Agustus 2019

Hari Jumad, Pekan Biasa ke-XVIII
Ul. 4:32-40
Mzm. 77:12-13,14-15,16,21
Mat. 16:24-28

Melayani sampai tuntas

Saya menemukan sebuah tulisan tangan dalam sebuah buku Madah Bakti, bunyinya: “Saya harus melayani lebih sungguh karena Tuhan Yesus saja datang untuk melayani.” Saya merasa tersentuh oleh tulisan sederhana ini. Ingatan saja langsung mengarah pada Tuhan Yesus. Ia pernah berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Tuhan Yesus adalah pelayan sejati. Ia adalah Tuhan yang rela berlutut di hadapan para Rasul untuk membasuh kaki mereka. Ia melayani dengan perbuatan bukan dengan kata-kata. Ia bahkan meminta kita untuk mengikuti apa yang sudah dilakukan-Nya bagi manusia. Sikap Tuhan Yesus ini mengingatkan saya pada Mahatma Gandhi (1869-1948). Politikus India ini pernah berkata: “Cara terbaik untuk menemukan diri anda sendiri adalah kehilangan diri anda sendiri dalam melayani orang lain.” Melayani lebih sungguh dan sampai tuntas ditandai dengan kehilangan diri sendiri.

Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok penting dan sangat inpiratif yakni Musa dan Tuhan Yesus Kristus. Musa dipanggil dan dipilih Tuhan untuk menjadi pelayan tulen. Dia juga merupakan pemimpin yang inspiratif bagi setia generasi manusia. Ia sudah tahu bahwa adalah kehendak Tuhan baginya untuk tidak memasuki tanah terjanji. Artinya Musa akan meninggal di sekitar gunung Nebo. Tuhan memberi alasan utamanya yakni Musa tidak setia serratus persen kepada-Nya terutama saat Tuhan memintanya untuk memukulkan tongkat di atas bukit batu supaya keluar air supaya dapat diminum oleh bangsa Israel. Namun karena tidak setia maka Musa harus memukulnya dua kali. Musa mematuhi kehendak Tuhan, tanpa ada protes apa pun kepada-Nya. Pemimpin sejati rela kehilangan dirinya demi keselamatan yang dipimpinnya. Semangat dan kerelaan untuk berkorban merupakan sebuah kekuatan yang keluar dari jati diri seorang pemimpin sejati.

Apa yang terjadi pada Musa? Dia berhenti sejenak dan berbicara dari hati ke hati dengan bangsa Israel. Ia mengingatkan semua perbuatan besar yang telah Tuhan kerjakan bagi mereka sejak dunia dijadikan. Tuhan berbicara dengan mereka dari tengah api dan mereka masih hidup. Allah yang begitu baik karena telah memilih Israel sebagai sebuah bangsa kesayangan-Nya. Aneka mukjizat dilakukan Tuhan di hadapan mereka. Tuhan Allah juga mengasihi bangsa Israel sekalipun mereka selalu jatuh dalam dosa yang sama seperti bersungut-sungut, berkeras hati dan menyembah berhala. Musa berusaha meyakinkan bangsa Israel yang sudah berada di depan tanah terjanji bahwa Allah sungguh mengasihi mereka dan Allah sendiri juga melebihi allah lainnya. Semua kasih dan kebaikan dari Tuhan disampaikan Musa kepada mereka dan diharapkan supaya mereka dapat mengingatnya secara turun temurun.

Inilah sebuah harapan Musa bagi bangsa Israel sebelum meninggal dunia: “Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa Tuhanlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu untuk selamanya.” (Ul 4:39-40). Musa mau mengatakan bahwa kalau kita benar-benar mengasihi Allah maka hendaknya kita mematuhi kehendak Tuhan dalam bentuk perintah dan ketetapan-Nya, melaksanakannya di dalam hidup setiap hari.

Tuhan Yesus adalah Musa Baru. Dia juga sudah mengetahui saat kematian-Nya. Sebab itu Ia mengingatkan para murid-Nya untuk mengikuti jejak-Nya. Inilah perkataan Yesus: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24). Ini sebuah syarat yang disampaikan Yesus kepada mereka supaya menyiapkan diri dan mengikuti Yesus dari dekat. Supaya melayani dengan sungguh maka pengikut Kristus harus berani menyangkal diri. Tidak mengutamakan dirinya atau menganggap diri lebih penting daripada yang lain. Ia siap untuk memikul salib. Salib adalah pengorbanan diri yang membuat orang lain menjadi bahagia. Kalau kita dapat melakukannya dengan baik maka itu tandanya kita mau melayani Tuhan dan sesama dengan sempurna. Mengikuti Yesus dan melayani-Nya adalah tanda kasih kepada-Nya. Kita tidak akan kehilangan nyawa karena kasih kepada-Nya. Dia akan membalas cinta kasih kita kepada-Nya pada saat yang tepat dan indah pada waktunya. Hidup Kristiani akan menjadi indah karena kita menjadikan Yesus sebagai segalaya.

Pada hari ini kita belajar dari sosok dua leader inspiratif. Musa sebagai leader yang sudah mengetahui hari kematiannya namun tetap melayani sampai tuntas. Tuhan Yesus sebagai leader juga mengetahui hari kematian-Nya namun tetapi melayani sampai tuntas. Keduanya memberi inspirasi kepada kita semua. Dari Musa kita belajar semangat untuk melayani tak kenal lelah. Berbagai resiko kehidupan akan dilewati bersama. Cita-cita mulia kita adalah nama Tuhan semakin mulia dan sesama mengalami kasih dan kebaikan Tuhan. Orang boleh melupakan nama dan karya baktimu, tetapi sekurang-kurangnya hidup mereka jauh lebih baik sebagai manusia yang berharkat dan martabat. Ikutilah teladan Musa dalam hidup harian kita.

Pada saat ini kita harus malu menyaksikan pemimpin tertentu yang gila. Mereka itu gila kuasa, gila uang dan harta dan gila hormat. Gila kuasa ditandai dengan money politic dan sejenisnya seperti serangan wajar, usaha mempolitisasi agama, melakukan hoax, hate speech dan lain-lainnya telah mengantar seseorang untuk memimpin. Hasilnya adalah hanya sebuah kegilaan saja. Gila uang dan harta telah membuat mereka memperkaya diri. Sebelum menjadi pejabat hartanya sekian dan setelah menjadi pejabat ia menjadi okb alias orang kaya baru. Gila hormat dilakukan terang-terangan di kantor, tanpa merasa malu bahwa pemimpin itu abdi, servant, hamba dari masyarakat. Penguasa itu masyarakat bukan anda sebagai pemimpin. Anda dipilih untuk melayani bukan dilayani.

Kita berdoa semoga Musa dan Tuhan Yesus menginspirasikan para pemimpin kita supaya mereka melayani bukan dilayani.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply