Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for August 2019

Homili 28 Agustus 2019

28/08/2019 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXI
Peringatan Wajib St. Agustinus
1Tes. 2:9-13
Mzm. 139:7-8,9-10,11-12ab
Mat. 23:27-32

Jangan seperti kuburan yang hidup!

Saya pernah mengikuti sebuah pertemuan kelompok kategorial. Mereka membuat evaluasi tahunan tentang semua kegiatan yang sudah sedang berlangsung. Saya hanya menggeleng-geleng kepala karena ternyata banyak kegiatan tidak berjalan dengan maksimum. Dari luar kelihatan kelompok itu semuanya tertata rapih ternyata di dalamnya banyak kelemahan. Banyak anggota yang hanya mengandalkan figur utama saja dan mereka hanya ‘numpang tenar’. Sikap pasif, sulit untuk memberi diri dalam kegiatan kelompok, banyak omong dan suka mengeritik tetapi ketika diberi tugas tertentu ternyata tidak dapat dilakukan dengan maksimum. Sikap minimalis yang selalu ada pada anggota-anggota tertentu. Evaluasi berjalan sedikit tegang tetapi mereka masih mengendalikan diri untuk tidak saling mempersalahkan satu sama lain. Saya mengatakan kepada mereka bahwa kelompok kategorial mereka mirip kuburan. Dari luar begitu indah, dengan hiasan marmer dan lainnya tetapi di dalam penuh dengan kotoran dan bau amis. Saya berharap mereka dapat tersingung dan marah kepada saya. Ternyata mereka sepakat untuk mengakuinya.

Saya merasa yakin bahwa dalam hidup menggereja pada umumnya ada saja pengalaman-pengalaman tertentu. Dari luar orang melihat semuanya baik, indah dan mempesona. Tetapi di dalamnya penuh gesekan, persaingan, ada yang jujur dan lain tidak jujur, ada yang suka cari muka, ada yang suka membenarkan diri dan lain sebagainya. Mereka yang dipilih menjadi pengurus kadang mengeluh bahwa melayani itu seperti memikul salib, sedangkan yang lain hanya melihat dari jauh, dan tertawa senang menyaksikan pengurbanan orang lain. Maka keluarga, KBG, lingkungan, wilayah kadang-kadang seperti kuburan juga. Dari luarnya indah tetapi dari dalamnya penuh ‘chaos’ atau kekacauan, tegangan dan kemarahan. Semua ini menjadi warna-warni dalam kehidupan bersama. Seharusnya semua orang berusaha supaya keindahan di luar itu sama dengan keindahan di dalamnya.

Pada hari ini kita mendengar lanjutan kecaman Yesus terhadap para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang sangat legalis dan sok suci. Kali ini Yesus mengecam dan menyamakan para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang-orang munafik yang tampilannya seperti kuburan yang dilabur putih. Yesus mengatakan bahwa kuburan itu di luarnya memang kelihatan bersih tetapi di dalamnya penuh dengan tulang belulang, dan kotoran yang bau. Para ahli Taurat dan para ahli Taurat juga mirip. Mereka dari segi tampilan luar sangat legalis dan suci padahal di dalam hidup pribadi mereka penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan.

Saya merasa yakin bahwa kecaman Yesus atas kemunafikan dan kedurjanaan para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah juga kecaman bagi banyak di antara kita. Kita juga orang munafik dan durjana. Kita juga sering berpikir lebih baik dari orang lain maka kita memiliki kebiasaan merendahkan orang lain, menganggap mereka orang berdosa dan aneka anggapan terhadap orang lain. Pada saat-saat seperti itu kita lupa bahwa kita juga manusia yang tidak sempurna. Kita masih munafik dan durjana, tidak lebih dari orang lain. Untuk itu sebaiknya kita tunduk dan memohon ampun dari Tuhan karena kita masih sama dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Sebaiknya kita juga merasa malu karena masih ada orang lain yang jauh lebih baik dari kita semua.

Tuhan Yesus juga mengecam para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang bersikap munafik sebab mereka membangun makam-makam para nabi dan tugu peringatan bagi orang saleh. Bagi Yesus, sikap seperti ini merupakan afirmasi bagi diri mereka sebagai keturunan para pembunuh nabi. Meskipun mereka sebagai orang-orang modern mengandaikan diri mereka bahwa kalau mereka hidup pada masa lalu pastilah mereka tidak akan membunuh para nabi. Tuhan Yesus mengetahui hati mereka maka, dengan tegas Ia mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengkonfirmasi diri mereka sebagai keturunan para pembunuh nabi. Para leluhur mereka adalah takaran yang jelas.

Dalam bacaan pertama kita mendengar suasana sharing pengalaman missioner dari St. Paulus bersama rekan-rekannya dan jemaat di Tesalonika. Ia menggerakan ingatan jemaat di Tesalonika untuk mengingat kembali usaha dan jerih payah mereka sebagai misionaris di tengah-tengah mereka. Para misionaris ini tidak berniat untuk menjadi beban bagi jemaat. Sebab itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan pada saat yang bersamaan, mereka juga mewartakan Injil Allah kepada jemaat. Karakter yang ditampilkan para misionaris ini adalah mereka itu saleh, adil, dan hidup tak bercacat. Ini juga menjadi kesaksian hidup Paulus dan teman-temannya di hadapan jemaat. Kesaksian lain yang diberikan oleh Paulus dan teman-temannya adalah sifat kebapaan mereka yang sangat tekun memberi perhatian kepada jemaat. Paulus dan teman-temannya juga mengungkapkan rasa syukur mereka karena jemaat di Tesalonika terbuka untuk menerima Sabda Allah yang diberitakan kepada mereka. Pemberitaan Injil Allah ini bukan hanya sekedar kata-kata manusia saja. Para misionaris justru mewartakan Sabda Allah yang nantinya bekerja giat di dalam diri manusia yang percaya.

Apa yang hendak Tuhan katakana kepada kita pada hari ini?

Pertama, Dari kehidupan St. Agustinus yang hari ini kita kenang, kita belajar bahwa setiap orang memiliki sisi-sisi kegelapan dalam masa lalunya, masa sekarang dan masa depan. Tuhan memiliki rencana yang indah dan luhur untuk mengubah manusia dan masa lalunya menjadi masa depan yang penuh dengan berkat, kebaikan dan kekudusan.

Kedua, Sikap munafik dan durjana bukanlah sikap kristiani. Ini adalah sikap iblis yang menyusup masuk dalam diri manusia. Sebab itu buanglah jauh-jauh kemunafikan dan kedurjanaan. Hiduplah seperti Tuhan Yesus sendiri. Kita berusaha untuk tidak menjadi kuburan hidup.

Ketiga, Kita perlu memiliki rasa syukur dan apresiasi terhadap para misionaris yang bekerja di negeri kita. Dari hidup mereka kita belajar untuk berkurban, menjadikan Yesus sebagai pusat hidup pribadi dan kerasulannya.

St. Agustinus, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Food For Thought: Jangan marah-marah

27/08/2019 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Jangan marah-marah!

Pada siang hari ini saya mendapat kiriman kutipan ayat Kitab Suci ini dari seorang sahabat yang terkenal mudah marah: “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.”(Yak 1:19-21). Saya hanya tersenyum, sambil membayangkan wajahnya ketika ia marah. Tetapi kali ini ia membagikan ayat Kitab Suci ini, dan saya menduga mungkin diam au bertobat dari kebiasaannya untuk marah-marah dengan orang yang di sekitarnya. Saya ciba bertanya kepadanya tentang hal ini. Dia menjawabku: “Pater, waktu sudah berubah, saya juga berubah!” Saya mengirim jempol dan hati saya bersukacita karena Dia mau berubah dari kebiasaannya ini.

Apakah anda juga mau berubah dari kebiasaanmu untuk marah atau kebiasaan lain yang menjerumuskanmu untuk jatuh ke dalam dosa? Ada orang yang berpikiri bahwa sampai maut datang untuk memanggilnya, dia tidak akan berubah. Ada yang masih percaya bahwa dia punya kesempatan untuk berubah. Ada yang hanya berpasrah saja dengan mengatakan berubah atau tidak berubah yang penting masih hidup. Saya lebih percaya pada perubahan. Anda, saya, kita memiliki waktu untuk berubah dengan belajar dari pengalaman sebagai guru kehidupan.

Santu Yakobus sangat cerdas ketika mengatakan bahwa setiap orang harus cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk berbicara dan marah. Ia tahu bahwa kita memiliki dua telinga dan satu mulut maka banyak untuk mendengar sebelum berbicara atau mengungkapkan amarah. Kalau saja kita mendengar dengan dua telinga yang ada, akal budi kita juga bekerja maksimum maka kita akan taat dan mampu untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Mengapa relasi antar pribadi kita selalu terganggu? Sebab kita mengandalkan dua mulut, banyak perasaan dan satu telinga. Sekarang setelah mendengar perkataan St. Yakobus ini, mari kita berlomba-lomba untuk memadamkan amarah yang ada di dalam hidup kita. Biarkan Sabda Tuhan menguasai, mengubah dan membaharui hidup kita.

Jangan marah-marah ya. Itu nasihat yang lumrah kepada kita. Marah itu salah satu dosa pokok. Kalau kita sudah marah maka akan muncul dosa-dosa yang lain dalam hidup kita. Relasi kita dengan diri sendiri, dengan sesama, lingkungan dan Tuhan juga turut terganggu. Apa sih untungnya anda marah-marah? Bukankah hal terbaik dalam hidup ini adalah membawa sukacita, kedamaian, kasih, belas kasih dan keadilan kepada semua makhluk? Coba berusaha untuk mengurangi rasa marahmu dan engkau akan merasakan manfaatnya. Pesan Yakobus ini bagus untuk kita ingat: “Terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.”

PJ-SDB

Food For Thought: Aku berubah…

25/08/2019 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Aku berubah…

Pagi ini, seorang sahabat membroadcast sebuah lirik lagu rohani yang pernah popular tempo doeleo: “Aku berubah, sungguhku berubah waktu ku s’rahkan hatiku. Aku berubah, sungguhku berubah waktu ku s’rahkan semua. Yang ku kasihi kini lenyap, yang lebih baik aku dapat. Aku berubah, sungguh ku berubah waktu ku s’rahkan semua.” Saya menduga mungkin dia mau menyatakan dirinya sebagai sosok yang berubah di hadapan Tuhan dan sesama. Mungkin dia hendak menggambarkan alur pertobatan pribadinya. Bertobat dapat bermakna berubah menjadi lebih baik lagi dari hidup yang sekarang ini. Perubahan itu sebuah proses. Perubahan itu pertama-tama berasal dari dalam diri kita bukan dari luar diri kita. Sebab itu kalau mau mengubah orang lain maka ubahlah dirimu lebih dahulu, dan dirimu yang berubah itu dengan sendirinya akan mengubah diri orang lain.

Kita membahasakan proses perubahan atau metanoia dengan bertobat secara radikal. Orang berjuang untuk berbalik jalan yang benar, kembali kepada Tuhan. Saya tertarik dengan sebuah ekspresi dalam Katekismus Gereja Katolik seperti ini: “Jalan metanoia dan pertobatan dilukiskan Yesus secara sangat mengesankan dalam perumpamaan mengenai “anak yang hilang”, yang pusatnya adalah “Bapa yang berbelaskasihan” (Luk 15:11-24): godaan untuk mengenyam kebebasan semu, meninggalkan rumah Bapa; kemelaratan lahiriah yang menjerat sang putera, setelah ia memboroskan segala milik kepunyaannya; penghinaan yang mendalam, karena harus menggembalakan babi dan, lebih buruk lagi, kerinduan agar memuaskan diri dengan makanan babi; renungan akan harta benda yang telah hilang; penyesalan dan keputusan mengaku diri bersalah di depan Bapa; jalan kembali; penerimaan yang penuh murah hati oleh Bapa; kegembiraan Bapa: semuanya itu adalah ciri-ciri proses pertobatan. Pakaian yang indah, cincin, dan perjamuan pesta adalah lambang kehidupan baru yang murni, layak, dan penuh kegembiraan, kehidupan seorang manusia yang kembali kepada Allah dan ke dalam pangkuan keluarganya, Gereja. Hanya hati Kristus, yang mengenal kedalaman cinta Bapa-Nya, dapat menggambarkan bagi kita jurang belas kasihan-Nya atas suatu cara yang begitu sederhana dan indah.” (KGK, 1439).

Kita semua adalah orang berdosa dan mau berubah menjadi lebih baik dalam hidup ini. Kita berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit sehingga mampu memperoleh keselamatan. Kita siap untuk menderita. Aneka penderitaan dan kemalangan itu menjadi berkat bagi kita bukan kutukan dari Tuhan. Pertobatan akan memurnikan misi kita untuk mewartakan Injil dan menunjukkan wajah kerahiman Allah bagi semua orang. Mari berubah!

P. John Laba, SDB

Homili Hari Minggu Biasa ke-XXI/C – 2019

25/08/2019 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Biasa XXI/C
Yes. 66:18-21
Mzm. 117:1,2
Ibr. 12:5-7,11-13
Luk. 13:22-30

Semangat mewartakan Injil

Saudari dan saudara terkasih. Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XXI/C. Saya memulai homili ini dengan mengatakan ketertarikan saya pada Refrain dari Mazmur Tangagapan yakni ‘Pergi ke seluruh dunia, wartakanlah Injil!’. Bagi saya, refrain yang merupakan ucapan Tuhan Yesus dalam Injil Markus ini: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15) menginspirasikan kita semua pada hari Minggu ini untuk menyadari tugas dan tanggung jawab kita sebagai murid-murid Tuhan. Kita semua dengan kuasa sakramen pembaptisan memiliki sebuah perutusan atau misi untuk mewartakan Injil kepada semua makhluk. Mazmur Tanggapan ini turut membuka wawasan kita untuk ikut masuk dalam ritme perjalanan bersama Gereja Katolik masa kini.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada tahun ini kita merayakan 100 tahun Paus Benediktus ke-XV menerbitkan Surat Apostolik Maximum Illud, tepatnya pada tanggal 30 November 1919. Dalam surat ini beliau ingin memberikan dorongan dan semangat baru bagi Gereja untuk memiliki semangat baru tanggung jawab missioner untuk mewartakan Injil. Surat Apostolik ‘Maximum illud’ menyerukan, dengan semangat kenabian dan keterbukaan injili, untuk keluar dari batas-batas negara-negara, supaya memberi kesaksian akan kehendak penyelamatan Allah melalui karya misi universal Gereja. Sejalan dengan ini pada tanggal 22 Oktober 2017 yang lalu Paus Fransiskus menetapkan Bulan misi ekstraordinaria pada Oktober 2019 ini, dengan maksud untuk lebih membangkitkan kembali kesadaran akan misi kepada para bangsa dan dengan antusiasme baru melanjutkan transformasi misioner dari hidup dan karya pastoral. Banyak gereja lokal sedang menyiapkan peristiwa yang kiranya menjadi tonggak sejarah dalam evangelisasi baru.

Bacaan liturgi pada hari Minggu ini mengarahkan kita untuk terlibat aktif dalam mewartakan Injil sebagai khabar sukacita kepada semua makhluk. Dalam bacaan pertama Tuhan bernubuat melalui nabi Yesaya supaya menyampaikan kepada umat-Nya agar mewartakan khabar sukacita kepada semua orang yang mengenal kemuliaan Allah dan diselamatkan. Tuhan Allah sendiri mengenal segala perbuatan dan rancangan. Semua bangsa dan Bahasa dikumpulkan-Nya untuk melihat dan mengalami kemuliaan-Nya. Tuhan sendiri akan mengirim utusan-Nya kepada bangsa-bangsa seperti Tarsis, Pul dan Lud, ke Mesekh dan Rosh, ke Tubal dan Yawan, ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang-Nya dan yang belum pernah melihat kemuliaan-Nya, supaya mereka memberitakan kemuliaan Tuhan di antara bangsa-bangsa. Hanyak kepada Tuhan Allah saja orang akan datang untuk mengabdi serta menyembah-Nya. Bahkan Tuhan sendiri berjanji untuk mengangkat imam-imam dan orang Lewi.

Melalui nabi Yesaya, kita dibantu untuk memahami dan mengenal Tuhan, Dia yang selalu memiliki rencana yang indah bagi semua manusia. Ia sendiri menghendaki agar manusia sebagai ciptaan perlu dan harus mengenal serta mewartakan khabar sukacita supaya semua orang mengenal kemuliaan-Nya dan dengan sendirinya mereka memperoleh keselamatan. Semua ini bukan menjadi kehendak manusia tetapi kehendak Tuhan sendiri. Dia sendiri yang datang dan mengumpulkan semua orang dari berbagai bangsa dan Bahasa untuk melihat kemuliaan Tuhan. Kita semua sedang berjalan di jalan yang sama. Mewartakan Injil sebagai Khabar Sukacita adalah kesukaan kita semua supaya semua orang melihat kemuliaan Tuhan dan memperoleh keselamatan.

Buah dari pewartaan Injil masa kini adalah pertobatan supaya setiap pribadi memperoleh keselamatan. Yohanes Pembaptis tampil di depan umum dan berkata: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”(Mrk 1:4). Tuhan Yesus dalam pelayanan perdana-Nya juga menyerukan pertobatan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 4:17). Di tempat lain Tuhan Yesus terus menerus mengingatkan manusia: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (Luk 13:5). Maka seruan tobat merupakan seruan awal dari Tuhan Yesus yang sangat bermakna hingga saat ini di dalam Gereja. Orang dapat mengalami Allah dalam hidupnya kalau ia berusahan untuk bertobat hari demi hari.

Apa yang harus dilakukan oleh para murid Kristus untuk memperoleh keselamatan? Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengarahkan para murid untuk berjuang supaya masuk melalui pintu yang sempit. Banyak orang berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit namun mereka tidak mampu melewati pintu itu. Pintu yang sempit itu adalah keselamatan. Orang harus mengalami banyak pengalaman Yesus di dalam hidupnya, terutama penderitaan dan kemalangan supaya dapat mencapai kemuliaan Tuhan dan keselamatan dirinya. Berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit selalu sejalan dengan semangat pertobatan. Ada orang yang berpikir bahwa dengan mengetuk pintu dan memanggil nama Tuhan itu sudah cukup. Tuhan akan mengatakan terus terang bahwa ia tidak mengenal mereka. Maka dengan memanggil nama Tuhan saja belum cukup. Artinya dengan hanya menyebut nama Tuhan Allah belumlah cukup kalau tidak ada pertobatan radikal dalam diri manusia. Hal konkret lainnya adalah, dengan mengikuti perayaan Ekaristi, makan dan minum bersama Tuhan, belumlah menjadi jaminan keselamatan kalau ekaristi itu tidak mengubah hidup menjadi lebih baru dan layak bagi Tuhan. Pertobatan adalah buah yang nyata dari perjamuan Tuhan (ekaristi) dalam hidup kita.

Tuhan Yesus dalam Injil benar-benar membuka hati dan pikiran kita untuk bermetanoia, benar-benar berbalik kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Kita selalu berdalil bahwa kita aktif dalam hidup menggereja, kita rajin mengikuti misa tetapi semua ini belum cukup. Kita perlu bertobat sebab dalam hidup menggerja pun masih ada kecenderungan untuk mencari popularitas, menghitung-hitung apa yang sudah diberikan kepada Gereja dalam pelayanan. Ada yang memanfaatkan pelayanan untuk kejahatan tertentu misalnya aktif dalam hidup menggereja tetapi suka meminjam uang dan berhutang sehingga membuat orang lain menderita. Ketika ditagih malah marah dan tidak mau aktif lagi dalam menggereja. Ada juga yang menggunakan kesempatan untuk memuaskan aneka nafsu manusiawi yang dimilikinya, misalnya nafsu untuk berkuasa, nafsu untuk memperoleh harta, nafsu seks dan lain sebagainya. Dalam berekaristi, orang hanya asal datang ke gereja saja. Ekaristi belum mengubah hidupnya karena ketika tiba di Gereja juga tetap bermedia sosial sehingga tidak mendengar sabda dan tidak memiliki devosi dalam Ekaristi. Maka satu kata yang penting di sini adalah bertobat atau bermetanoia sesuai harapan Yesus.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mewartakan Injil dan membangun semangat pertobatan dengan baik? Paulus sebagai penulis surat kepada umat Ibrani membuka wawasan kita semua pada hari ini untuk memahami penderitaan bukan sebagai kutuk melainkan sebagai berkat. Pengalaman penderitaan dan kemalangan adalah cara Tuhan mendidik kita supaya bertumbuh sebagai anak-anak-Nya. Buah dari penderitaan adalah sukacita abadi dan damai sejahtera dalam hidup. Sebuah ajakan yang sangat optimis sebagai pewarta Sabda masa kini adalah: “Kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.” (Ibr 12:12-13). Dengan demikian kita benar-benar ‘pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil’.

PJ-SDB

Homili 24 Agustus – St. Bartholomeus

24/08/2019 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Pesta St. Bartolomeus Rasul
Why. 21:9b-14
Mzm. 145:10-11,12-13ab,17-18
Yoh. 1:45-51

Bersama Yesus adalah kesuakaanku

Saya pernah membaca sharing tertulis dari para remaja yang mengikuti rekoleksi sekolah. Salah seorang anak remaja menulis dalam lembaran refleksinya begini: “Salah satu harapan saya setelah rekoleksi sekolah adalah dapat berjalan bersama Yesus. Saya ingin bersahabat dengan Yesus. Saya percaya bahwa Dia juga pasti ingin bersahabat denganku. Bersama Yesus selamanya adalah kesukaanku.” Saya sangat terpesona membaca sharing ini. Penulisnya adalah seorang remaja yang biasa-biasa saja, dia duduk di tempat terdepan, diam tenang dan penuh perhatian. Bagi saya sharingnya merupakan representasi dirinya yang nyata. Dia mau menjadi sahabat Yesus selamanya.

Pada hari ini kita memperingati rasul St, Bartholomeus. Menjadi rasul berarti menjadi sahabat Yesus yang siap untuk diutus supaya melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Sang Rasul sebagai sahabat bukan melakukan pekerjaannya melainkan melakukan pekerjaan Tuhan sendiri. Namun siapakah sebenarnya Bartholomeus itu? Nama Bartholomeus berarti ‘Anak Tolomai’. ‘Tolomai’ berarti petani, maka Bartholomeus berarti ‘anak petani’. Namanya ini tentu menunjukkan perbedaan dengan teman-temannya yang bekerja sebagai nelayan, seperti Petrus, Andreas, Yakobus, Yohanes dan Filipus. Lagi pula dia berasal dari daerah Kana yang letaknya cukup jauh dari pantai. Pada saat bertemu Yesus, ia masih duduk di bawah pohon ara. Nama Bartholomeus disebutkan di dalam Injil Sinoptik yakni Matius 10:3, Markus 3:18 dan Lukas 6:14, dan didalam Kisah Para Rasul 1:13. Di dalam Injil Yohanes, dia dikenal dengan nama Natanael, sahabat akrab Filipus dan Yohanes (Yoh 1:45-51).

Karakter yang kuat dari Bartholomeus adalah sikapnya yang jujur, tulus dan setia kepada Yesus. Tuhan Yesus bahkan mengakuinya sebagai ‘seorang Israel sejati, tanpa kepalsuan’. Ia menjadi salah satu nama yang ikut bersaksi dalam kisah kebangkitan Yesus di tepi danau Tiberias. Setelah mendapat kekuatan dari Roh Kudus pada hari Raya Pentekosta, Bartholmeus atau Natanael berani mewartakan Injil di berbagai daerah. Eusebius, sejarahwan Gereja dari Kaesarea (260–340), dalam bukunya ‘Historia Ecclesiastica’, mengisahkan bahwa Bartolomeus menjadi pewarta Injil Kristus dibelahan dunia timur, terutama di daerah India sebagaimana ditulis oleh Santo Hieronimus (340–420). Ia mengisahkan bahwa Pantaenus Aleksandria menemukan bukti-bukti autentik karya missioner Bartholomeus di India pada awal abad ketiga. Kepada Pantaenus, orang–orang India menunjukkan satu salinan Injil Mateus yang ditulis dalam bahasa Ibrani untuk membuktikan bahwa mereka (orang–orang India) telah diajar oleh Bartolomeus kira–kira satu setengah abad yang lalu. Hieronimus selanjutnya menjelaskan bahwa Pantaenus kemudian membawa salinan Injil Mateus itu ke Aleksandria.

Namun demikian ada juga catatan lain dari Gereja bahwa Bartolomeus mewartakan Injil di Hierapolis, daerah Asia Kecil bersama Filipus. Sepeninggal Filipus dan pembebasannya dari penjara, Bartolomeus mewartakan Injil di provinsi Likaonia, Asia Kecil. Orang-oang Armenia menyebut Bartolomeus sebagai rasul mereka sebab dialah yang pertama menobatkan mereka hingga mati sebagai martir Kristus di Albanopolis, tepi Laut Kaspia, pada masa pemerintahan Astyages, Raja Armenia. Bartolomeus juga berkarya di Mesopotamia, Mosul (Kurdi, Irak), Babilonia, Kaldea, Arab dan Persia.

Kisah hidup Bartholomeus menunjukkan jati dirinya sebagai sahabat Yesus berjalan bersama sampai tuntas. Dia hanya mendengar berita dari Filipus sahabatnya bahwa mereka sudah menemukan Yesus yang sudah disebutkan oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi. Identitas Yesus disebutkan dengan jelas oleh Filipus bahwa Yesus adalah anak Yusuf dari Nazaret. Sebagai seorang yang kritis ia tidak menelan bulat-bulat perkataan Filipus sahabatnya. Ia malah berkata: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Sikap Natanael ini wajar saja dan tidak salah, ketika memikirkan Nazaret yang letaknya jauh di gunung, masih terisolasi kalau dibandingkan dengan darah Galilea yang sudah menjadi pusat perniagaan. Filipus tidak banyak berkomentar tetapi hanya mengajaknya untuk datang dan melihat Yesus.

Reaksi Yesus kepada Natanael adalah memberikan sebuah apresiasi yang mengubah seluruh hidupnya. Inilah perkataan Yesus: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (Yoh 1:47). Perkataan Yesus ini memiliki daya tarik dan daya pengubah yang luar biasa. Perjumpaan pertama saja sudah membuat Natanael salah tingkah di depan Yesus. Perhatikan dialog ini: Natanael: “Bagaimana Engkau mengenal aku?” (Yoh 1:48) Yesus menjawab kepadanya: “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” (Yoh 1:48). Natanael: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!” (Yoh 1:49). Yesus mengarahkannya: “Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu. Dan Aku juga berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” (Yoh 1:50-51).

Tuhan Yesus memang hebat. Ia pandai mengarahkan orang untuk datang, tinggal, bersatu dan berjalan bersama-Nya. Natanael yang tadinya belum punya ide apa-apa tentang tinggal bersama Yesus. Ia hanya diajak oleh sahabatnya Filipus namun ia kemudian berhasil keluar dari genggaman Filipus dan berjalan bebas bersama Yesus sampai tuntas serupa dengan Yesus. Ia mengerti bahwa bersatu dan mengimani Yesus adalah suatu hal yang sangat pribadi. Dia menunjukkan kualitasnya sebagai sosok yang jujur, tulus dan setia kepada Yesus.

Bagaimana dengan kita yang bangga mengikuti Yesus? Apakah kita juga tulus, jujur dan setia kepada Yesus? St. Bartholomeus, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Food For Thought: Kultur kehidupan bukan kematian 10/12/2019
  • Food For Thought: Menghibur dan Membahagiakan 10/12/2019
  • Food For Thought: Dari Kekosongan menuju Kepenuhan 09/12/2019
  • Homili Hari Minggu Adventus ke-II/A – 2019 08/12/2019
  • Food For Thought: Dari Maria Kita Belajar 07/12/2019

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • December 2019 (10)
  • November 2019 (33)
  • October 2019 (28)
  • September 2019 (14)
  • August 2019 (23)
  • July 2019 (25)
  • June 2019 (22)
  • May 2019 (40)
  • April 2019 (24)
  • March 2019 (21)
  • February 2019 (24)
  • January 2019 (34)
  • December 2018 (32)
  • November 2018 (40)
  • October 2018 (26)
  • September 2018 (22)
  • August 2018 (41)
  • July 2018 (28)
  • June 2018 (17)
  • May 2018 (13)
  • April 2018 (17)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2019 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in