Homili Hari Minggu Biasa ke-XXI/C – 2019

Hari Minggu Biasa XXI/C
Yes. 66:18-21
Mzm. 117:1,2
Ibr. 12:5-7,11-13
Luk. 13:22-30

Semangat mewartakan Injil

Saudari dan saudara terkasih. Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XXI/C. Saya memulai homili ini dengan mengatakan ketertarikan saya pada Refrain dari Mazmur Tangagapan yakni ‘Pergi ke seluruh dunia, wartakanlah Injil!’. Bagi saya, refrain yang merupakan ucapan Tuhan Yesus dalam Injil Markus ini: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15) menginspirasikan kita semua pada hari Minggu ini untuk menyadari tugas dan tanggung jawab kita sebagai murid-murid Tuhan. Kita semua dengan kuasa sakramen pembaptisan memiliki sebuah perutusan atau misi untuk mewartakan Injil kepada semua makhluk. Mazmur Tanggapan ini turut membuka wawasan kita untuk ikut masuk dalam ritme perjalanan bersama Gereja Katolik masa kini.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada tahun ini kita merayakan 100 tahun Paus Benediktus ke-XV menerbitkan Surat Apostolik Maximum Illud, tepatnya pada tanggal 30 November 1919. Dalam surat ini beliau ingin memberikan dorongan dan semangat baru bagi Gereja untuk memiliki semangat baru tanggung jawab missioner untuk mewartakan Injil. Surat Apostolik ‘Maximum illud’ menyerukan, dengan semangat kenabian dan keterbukaan injili, untuk keluar dari batas-batas negara-negara, supaya memberi kesaksian akan kehendak penyelamatan Allah melalui karya misi universal Gereja. Sejalan dengan ini pada tanggal 22 Oktober 2017 yang lalu Paus Fransiskus menetapkan Bulan misi ekstraordinaria pada Oktober 2019 ini, dengan maksud untuk lebih membangkitkan kembali kesadaran akan misi kepada para bangsa dan dengan antusiasme baru melanjutkan transformasi misioner dari hidup dan karya pastoral. Banyak gereja lokal sedang menyiapkan peristiwa yang kiranya menjadi tonggak sejarah dalam evangelisasi baru.

Bacaan liturgi pada hari Minggu ini mengarahkan kita untuk terlibat aktif dalam mewartakan Injil sebagai khabar sukacita kepada semua makhluk. Dalam bacaan pertama Tuhan bernubuat melalui nabi Yesaya supaya menyampaikan kepada umat-Nya agar mewartakan khabar sukacita kepada semua orang yang mengenal kemuliaan Allah dan diselamatkan. Tuhan Allah sendiri mengenal segala perbuatan dan rancangan. Semua bangsa dan Bahasa dikumpulkan-Nya untuk melihat dan mengalami kemuliaan-Nya. Tuhan sendiri akan mengirim utusan-Nya kepada bangsa-bangsa seperti Tarsis, Pul dan Lud, ke Mesekh dan Rosh, ke Tubal dan Yawan, ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang-Nya dan yang belum pernah melihat kemuliaan-Nya, supaya mereka memberitakan kemuliaan Tuhan di antara bangsa-bangsa. Hanyak kepada Tuhan Allah saja orang akan datang untuk mengabdi serta menyembah-Nya. Bahkan Tuhan sendiri berjanji untuk mengangkat imam-imam dan orang Lewi.

Melalui nabi Yesaya, kita dibantu untuk memahami dan mengenal Tuhan, Dia yang selalu memiliki rencana yang indah bagi semua manusia. Ia sendiri menghendaki agar manusia sebagai ciptaan perlu dan harus mengenal serta mewartakan khabar sukacita supaya semua orang mengenal kemuliaan-Nya dan dengan sendirinya mereka memperoleh keselamatan. Semua ini bukan menjadi kehendak manusia tetapi kehendak Tuhan sendiri. Dia sendiri yang datang dan mengumpulkan semua orang dari berbagai bangsa dan Bahasa untuk melihat kemuliaan Tuhan. Kita semua sedang berjalan di jalan yang sama. Mewartakan Injil sebagai Khabar Sukacita adalah kesukaan kita semua supaya semua orang melihat kemuliaan Tuhan dan memperoleh keselamatan.

Buah dari pewartaan Injil masa kini adalah pertobatan supaya setiap pribadi memperoleh keselamatan. Yohanes Pembaptis tampil di depan umum dan berkata: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”(Mrk 1:4). Tuhan Yesus dalam pelayanan perdana-Nya juga menyerukan pertobatan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 4:17). Di tempat lain Tuhan Yesus terus menerus mengingatkan manusia: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (Luk 13:5). Maka seruan tobat merupakan seruan awal dari Tuhan Yesus yang sangat bermakna hingga saat ini di dalam Gereja. Orang dapat mengalami Allah dalam hidupnya kalau ia berusahan untuk bertobat hari demi hari.

Apa yang harus dilakukan oleh para murid Kristus untuk memperoleh keselamatan? Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengarahkan para murid untuk berjuang supaya masuk melalui pintu yang sempit. Banyak orang berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit namun mereka tidak mampu melewati pintu itu. Pintu yang sempit itu adalah keselamatan. Orang harus mengalami banyak pengalaman Yesus di dalam hidupnya, terutama penderitaan dan kemalangan supaya dapat mencapai kemuliaan Tuhan dan keselamatan dirinya. Berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit selalu sejalan dengan semangat pertobatan. Ada orang yang berpikir bahwa dengan mengetuk pintu dan memanggil nama Tuhan itu sudah cukup. Tuhan akan mengatakan terus terang bahwa ia tidak mengenal mereka. Maka dengan memanggil nama Tuhan saja belum cukup. Artinya dengan hanya menyebut nama Tuhan Allah belumlah cukup kalau tidak ada pertobatan radikal dalam diri manusia. Hal konkret lainnya adalah, dengan mengikuti perayaan Ekaristi, makan dan minum bersama Tuhan, belumlah menjadi jaminan keselamatan kalau ekaristi itu tidak mengubah hidup menjadi lebih baru dan layak bagi Tuhan. Pertobatan adalah buah yang nyata dari perjamuan Tuhan (ekaristi) dalam hidup kita.

Tuhan Yesus dalam Injil benar-benar membuka hati dan pikiran kita untuk bermetanoia, benar-benar berbalik kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Kita selalu berdalil bahwa kita aktif dalam hidup menggereja, kita rajin mengikuti misa tetapi semua ini belum cukup. Kita perlu bertobat sebab dalam hidup menggerja pun masih ada kecenderungan untuk mencari popularitas, menghitung-hitung apa yang sudah diberikan kepada Gereja dalam pelayanan. Ada yang memanfaatkan pelayanan untuk kejahatan tertentu misalnya aktif dalam hidup menggereja tetapi suka meminjam uang dan berhutang sehingga membuat orang lain menderita. Ketika ditagih malah marah dan tidak mau aktif lagi dalam menggereja. Ada juga yang menggunakan kesempatan untuk memuaskan aneka nafsu manusiawi yang dimilikinya, misalnya nafsu untuk berkuasa, nafsu untuk memperoleh harta, nafsu seks dan lain sebagainya. Dalam berekaristi, orang hanya asal datang ke gereja saja. Ekaristi belum mengubah hidupnya karena ketika tiba di Gereja juga tetap bermedia sosial sehingga tidak mendengar sabda dan tidak memiliki devosi dalam Ekaristi. Maka satu kata yang penting di sini adalah bertobat atau bermetanoia sesuai harapan Yesus.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mewartakan Injil dan membangun semangat pertobatan dengan baik? Paulus sebagai penulis surat kepada umat Ibrani membuka wawasan kita semua pada hari ini untuk memahami penderitaan bukan sebagai kutuk melainkan sebagai berkat. Pengalaman penderitaan dan kemalangan adalah cara Tuhan mendidik kita supaya bertumbuh sebagai anak-anak-Nya. Buah dari penderitaan adalah sukacita abadi dan damai sejahtera dalam hidup. Sebuah ajakan yang sangat optimis sebagai pewarta Sabda masa kini adalah: “Kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.” (Ibr 12:12-13). Dengan demikian kita benar-benar ‘pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil’.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply