Homili 24 September 2019

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXV
Ezr. 6:7-8,12b,14-20
Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5
Luk. 8:19-21

Sebuah relasi yang intim dan sehat

Saya barusan mengunjungi beberapa keluarga dari Lewo Tanah atau kampung halaman di diaspora, khususnya di pedalaman Timor Leste. Perjumpaan pertama selalu dihiasi dengan menceritakan sekaligus menjelaskan silsilah keturunan saya dan mereka, hingga mencapai sebuah titik temu, dan menjadi awal dalam membangun sebuah relasi. Setelah berbincang- bincang dengan mereka, akhirnya benar-benar ada titik temunya. Kami masih memiliki hubungan keluarga, hubungan darah di diaspora karena perkawinan antar suku di Lewo Tanah. Tetapi lebih dari itu, relasi kami semakin luas dan terbuka dan menjadi sebuah keluarga baru. Saya kembali ke komunitas dengan sukacita karena keluarga baru di diaspora. Saya juga memiliki pengalaman lain. Ada juga keluarga lain yang setiap kali meminta saya untuk merayakan misa intensional, selalu mengatakan: “Pater, kita sama-sama dari sana”. Bagi saya ini juga sebuah cara mempererat relasi persaudaraan. Tentu saja hal terbaik yang diharapkan adalah setiap pribadi dapat membangun sebuah relasi yang intim dan sehat.

Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita untuk membangun sebuah relasi yang intim dan sehat dengan Tuhan. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa pada suatu ketika Bunda Maria dan para saudara sepupuh Yesus datang untuk mengunjungi-Nya. Sayang sekali sebab mereka semua tidak dapat berjumpa dengan-Nya sebab ada banyak orang yang berada di dekat-Nya untuk mendengar Sabda-Nya. Tuhan Yesus memperhatikan mereka satu persatu, dan mereka memiliki sikap bathin yang terbuka kepada-Nya. Mereka mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut-Nya. Sebab itu, ketika orang-orang yang berada di dekat-Nya menyampaikan berita kedatangan Ibu dan saudara-saudara-Nya, Ia menjawab mereka: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:21). Orang yang mendengar Sabda Tuhan dan melakukan-Nya itu melewati proses ini: mendengar dengan pernuh perhatian, mematuhi apa yang sudah didengar dengan kedua telinganya, mengasihi orang yang berbicara atau mengeluarkan suara yang didengarnya dan melakukan apa yang didengar dalam hidupnya.

Ada dua kata penting yang keluar dari mulut Yesus dalam Injil hari ini:

Pertama, kata mendengar. Mengapa mendengar Sabda Tuhan itu penting sekali di dalam hidup ini? Ada beberapa manfaat dari kita mendengar Sabda Tuhan yakni, pertama, dengan mendengar Sabda Tuhan, kita dapat mengalami Allah di dalam hidup kita secara pribadi. Kedua, dengan mendengar Sabda Tuhan, kita dapat membentuk sebuah komunitas persaudaraan. Ketiga, dengan mendengar Sabda Tuhan, kita semakin setia dalam menjalani panggilan hidup masing-masing. Keempat, dengan mendengar Sabda Tuhan, kita menjadi rasul bagi Sabda itu sendiri. Keempat manfaat mendengar Sabda ini sebenarnya membantu kita untuk membentuk sebuah relasi yang intim dan sehat dengan Tuhan. Kita mendengar berarti kita mematuhi dan mengasihi.

Kedua, kata melakukan. Kita semua membangun relasi yang intim dan sehat dengan Tuhan bukan hanya dengan mendengar saja tetapi melakukan Sabda. Kita semua dipanggil untuk menjadi pelaku Sabda atau pelaku Firman Tuhan. Santu Yakobus berkata: “Jadilah pelaku firman dan bukan hanya pendengar; jika tidak, kamu menipu diri sendiri.” (Yak 1:22). Banyak kali orang berpikir bahwa dengan mendengar Sabda saja sudah cukup. Artinya orang datang ke Gereja bukan hanya untuk mendengar sabda, mendengar homili dan selesai. Sabda yang berinkarnasi dalam homili haruslah menjadikan setiap orang pelaku firman bukan hanya mendengar Sabda. Ada umat yang senang mendengar tetapi sulit untuk melakukannya. Ada pastor yang suka memberi homili tetapi masih sulit untuk mendengar dan melakukan sabda di dalam hidupnya. Tentu saja semua ini akan berpengaruh dalam membangun relasi yang intim dan sehat dengan Tuhan.

Mari kita belajar lebih lanjut tentang mendengar Sabda. Bangsa Israel mendengar perintah untuk kembali ke Yerusalem supaya membangun Rumah Tuhan melalui orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah Koresh, Darius dan Artahsasta yang merupaka raja-raja dari negeri asing yaitu Persia. Tuhan menyampaikan Sabda dan menggerakkan hati mereka untuk memerintahkan bangsa Israel supaya kembali ke Yerusalem untuk membangun rumah Tuhan. Di dalam rumah Tuhan inilah mereka akan merasakan jati diri mereka sebagai umat pilihan dan dapat mendengar kembali Sabda Tuhan. Dampak lebih lanjut adalah bangsa Israel kembali memurnikan atau mentahirkan diri mereka di hadapan Tuhan Allah.

Ada satu hal yang menarik perhatian kita hari ini. Tuhan menggerakkan hati para raja asing untuk melakukan kebaikan yakni mengembalikan bangsa Israel ke Yerusalem. Orang asing saja masih mendengar Sabda dan melakukan kebaikan meskipun mereka tidak mengenal Allah. Bagaimana dengan kita? Kita mengakui diri sebagai orang beragama, beriman tetapi masih sulit untuk mendengar Sabda apalagi menjadi pelaku Firman. Kita butuh Tuhan untuk membaharui hidup kita. Kita butuh Tuhan supaya menyehatkan relasi kita dengan diri-Nya dalam Yesus Kristus, Putera-Nya. Bulan Kitab Suci menjadi kesempatan untuk membaharui diri dan mengakrabkan relasi dengan Tuhan melalui Sabda-Nya. Sungguh sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kaki kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply