Homili 23 September 2019

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXV
St. Padre Pio dari Pietrelcina
Ezr. 1:1-6
Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6
Luk. 8:16-18

Mewartakan Sabda dengan hidup nyata

Pada hari ini kita mengenang St. Padre Pio. Orang kudus modern terlahir dengan nama Francesco Forgione. Beliau dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1887 di Pietrelcina, Italia selatan dan merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Grazio Forgione dan ibunya Maria Giuseppa De Nunzio. Orang tuanya mengenangnya sebagai anak yang berbeda dari anak-anak sebayanya sebab ia tidak pernah tidak sopan ataupun bersikap tidak pantas. Ketika masih berusia lima tahun, Francesco dianugerahi penglihatan-penglihatan surgawi dan juga mengalami penindasan-penindasan setan. Ia melihat dan berbicara dengan Yesus dan Santa Perawan Maria, juga dengan malaikat pelindungnya. Ia tidak hanya mengalami kehidupan surgawi, ada juga pengalaman tentang neraka dan setan. Ia menjadi seorang Fransiskan Capusin dan terkenal di dalam Gereja karena stigmata yang dimilikinya hingga wafat pada tanggal 23 September 1968.

St. Padre Pio sangat realistik dengan kehidupan di dunia ini. Ia mengatakan: “Kehidupan adalah perjuangan yang tidak boleh kita hindari tapi harus kita menangkan.” Perkataannya ini bukan hanya keluar dari mulutnya saja tetapi dari pengalaman hidupnya yang nyata. Sebagai seorang Fransiskan tulen beliau memiliki satu prinsip hidup yakni keinginannya untuk menjadi seorang biarawan miskin yang berdoa tanpa henti. Doa merupakan kekuatan baginya, bagian dari perjuangan hidupnya hingga mencapai sebuah kemenangan. Berdasar pada pengalaman hidupnya ini, beliau menegaskan: “Berdoalah, berharaplah, dan jangan khawatir. Kecemasan tidak membantu sama sekali. Allah yang berbelas kasih akan mendengarkan doamu.”

Beliau selalu menasihati orang-orang yang datang kepadanya ketika mereka mengakui dosa atau meminta nasihat-nasihatnya. Ia berkata: “Jangan biarkan godaan menakutkanmu; mereka adalah cobaan bagi jiwa yang kepadanya Allah ingin menguji ketika Ia melihat mereka memiliki kekuatan yang diperlukan untuk mempertahankan perjuangan, karenanya menenun mahkota kemuliaan dengan tangan mereka sendiri.” Orang harus terus memandang Yesus, belajar untuk memikul salib dan dekat kepada-Nya. Berkaitan dengan ini, Santu Padre Pio pernah mendengar suara Yesus yang berkata: “Di kaki salib, seseorang belajar tentang cinta, tapi Aku tidak memberikan ini kepada semua orang, hanya kepada jiwa-jiwa yang paling Aku kasihi.”

Santu Padre Pio menyadari bahwa Gereja adalah manusia yang hidup dan percaya kepada Tuhan Yesus. Sebab itu, setiap orang yang dibaptis perlu membuka dirinya kepada Tuhan dalam waktu-waktu hidupnya. Tuhan Yesus sungguh-sungguh hadir dan bekerja di dalam Gereja-Nya. Padre Pio berkata: “Tetaplah dekat dengan Gereja Katolik di setiap saat, karena hanya Gereja yang dapat memberikanmu kedamaian sejati, sebab hanya dia yang memiliki Yesus, Raja Damai yang sesungguhnya, dalam Sakramen Maha Kudus.” Di dalam Gereja kita berjumpa dengan Yesus, sabda hidup dan sumber kedamaiaan sejati.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk kembali kepada Tuhan dan mewartakan sabda-Nya dalam hidup yang nyata. Penulis Kitab Ezra mengisahkan bagaimana Tuhan menggerakan hati Raja Koresh dari Persia untuk mengembalikan umat Allah ke Yerusalem. Ketika tiba di Yerusalem, mereka diharapkan untuk mendirikan rumah Tuhan Allah Israel. Orang-orang yang digerakkan hatinya oleh Allah berkemas-kemas untuk kembali ke Yerusalem. Mereka adalah keturunan Yehuda, Benyamin dan kaum Lewi. Mereka pun mendirikan rumah Allah di Yerusalem. Dukungan penuh diberikan oleh orang-orang dari sekitar mereka berupa barang-barang perak, dengan emas, harta benda dan ternak dan dengan pemberian yang indah-indah, selain dari segala sesuatu yang dipersembahkan dengan sukarela.

Bangsa Israel mengalami banyak penderitaan dan kemalangan di Babilonia. Dalam suasana seperti ini, Tuhan memberi kekuatan dan harapan melalui para nabi supaya bangsa Israel dapat kembali ke jalan yang benar dan menikmati belas kasih Tuhan. Tuhan mewujudkan rencana-Nya dengan menggerakan hati Koresh supaya mengembalikan bangsa Israel ke Yerusalem, kota damai. Di sini, Tuhan menjanjikan keselamatan melalui orang asing yakni Koresh dan berhasil. Saya mengingat kembali perkataan Santu Padre Pio: “Jangan biarkan godaan menakutkanmu”. Ini adalah kata-kata penuh harapan yang disampaikan orang kudus ini kepada kita saat ini juga. Pengalaman penderitaan dan kemalangan adalah godaan yang menakutkan kita semua. Kalau kita sunggu beriman maka godaan itu kecil sekali sebab Tuhan Yesus juga sudah memenangkan godaan dan cobaan.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengingatkan kita untuk selalu siap mewartakan sabda-Nya. Kita mengingat dua perkataan dalam Kitab Mazmur: Pertama, “Di dalam terang-Mu, kami melihat terang” (Mzm 36:9). Kedua, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm 119:105). Sabda atau Firman sebagai terang Tuhan bagi langkah kaki kita maka kita harus mewartakannya dengan hidup yang nyata. Tepatlah perkataan Tuhan Yesus dalam perumpamaan ini: “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan.” (Luk 8:16-17). Sabda sebagai terang tidak perlu disembunyikan tetapi harus ditampilkan supaya dapat mengubah hidup pribadi dan hidup orang lain.

Sabda Tuhan membebaskan kita dari kebutaan dosa sehingga kita dapat berjalan dalam kebenaran dan kebaikan. Tuhan dan rahmat-Nya tidak hanya menerangi kegelapan hidup kita, ia juga memenuhi hidup kita dengan terang rohani, sukacita dan damai. Pelita merupakan lambang yang dipakai Tuhan Yesus untuk membuka pikiran para murid-Nya supaya hidup dalam terang kebenaran dan kasih-Nya. Tugas kita di dalam gereja saat ini adalah membawa terang sabda melalui kesaksian hidup yang nyata untuk mengubah hidup sesama yang masih berada dalam kegelapan. Harapan Tuhan Yesus ini juga merupakan cita-cita dari Santu Padre Pio: “Tetaplah dekat dengan Gereja Katolik di setiap saat, karena hanya Gereja yang dapat memberikanmu kedamaian sejati, sebab hanya dia yang memiliki Yesus, Raja Damai yang sesungguhnya, dalam Sakramen Maha Kudus.”

St. Padre Pio, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply