Homili Hari Raya Semua Orang Kudus – 2019

HARI RAYASEMUA ORANG KUDUS
Why. 7:2-4,9-14
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
1Yoh. 3:1-3
Mat. 5:1-12a

Memandang wajah Tuhan selamanya

Pada hari ini Gereja Katolik merayakan Hari Raya Semua orang kudus. Gereja Katolik mengenang semua orang yang pernah hidup di dunia ini, hidup mereka sebagai manusia yang luar biasa karena kebajikan-kebajikan mereka sehingga layak disapa orang kudus. Mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya meneladani Kristus sampai ke titik yang heroik, demikian pula martir, yang bahkan mencontoh Kristus sampai kepada menyerahkan hidupnya demi iman mereka kepada Kristus. Hidup mereka selalu terarah hanya kepada Tuhan. Tujuan hidup mereka di dunia ini adalah berusaha untuk ‘melihat Dia yang tidak kelihatan’ (Ibr 11:27; 2Kor 4:18). Gereja Katolik mengenal orang-orang kudus sebagai perantara doa-doa kepada Tuhan Allah melalui Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Pengantara kita.

Bagaimana proses seseorang mendapat gelar sebagai orang kudus? Pertama, sebagai Servant of God (Hamba Allah): Proses ini dimulai di keuskupan di mana calon orang kudus itu pernah tinggal hingga akhir hayatnya. Semua orang yang mengenalnya diharapkan memberi kesaksian akan hal kebajikannya. Semua informasi akan dikomunikasikan pihak keuskupan kepada Kuria Kepausan (Curia Romana). Curia Romana akan menunjuk seorang postulator untuk melanjutkan proses-proses yang ada. Calon orang kudus lalu disapa: Hamba Allah. Proses kedua, diadakan Pernyataan tak ada tahyul (deklarasi non kultus). Pada proses ini jenazah sang hamba Allah ini dapat diperiksa dan selanjutnya diterbitkanlah sebuah pernyataan non kultus. Pernyataan ini membantu umat supaya tidak menyembahnya tetapi bahwa semua penyembahan hanya tertuju kepada Tuhan Allah saja.

Proses ketiga, Sang Hamba Allah mendapat gelar Venerable (Yang Terhormat). Setelah melewati tahap Hamba Allah dan Deklarasi non kultus ini maka Bapa Suci dengan bantuan Postulator yang sudah ditentukan oleh Curia Romana akan mengumumkan teladan kebajikan dari Hamba Allah. Kebajikan-kebajikan yang berhubungan dengan kebajikan ilahi yakni iman, pengharapan dan kasih. Demikian juga kebajikan-kebajikan pokok seperti kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri, hingga sampai pada tingkat yang heroik. Biasanya ada teks doa yang dapat dipakai umat untuk memohon rahmat Tuhan melalui perantaraan Venerable.

Proses keempat, sang Venerable mendapat gelar Beato atau Beata (yang Terberkati). Proses ini disebut juga beatifikasi. Proses beatifikasi menandakan babak baru bahwa sang Beato atau Beata dipercaya sudah berada di dalam surga. Bagi Beato dan Beata martir maka proses berlanjut tanpa butuh mukjizat tertentu sebab ia sudah menumpahkan darahnya. Kalau bukan martir maka butuh sebuah mukjizat dari doa-doa ketika dia masih Venerable sebagai bukti bahwa dia sudah berada di dalam surga. Proses kelima, san Beato atau Beata dikanonisasi menjadi Santu dan Santa di dalam Gereja Katolik. Untuk menjadi santu dan santa masih diperlukan satu mukjizat lagi. Kanonisasi sendiri merupakan sebuah pernyataan dari Gereja, bahwa Santo dan Santa tersebut telah berada di Surga, dan memandang Allah dalam Beatific Vision. Setelah mendapat gelar santu dan santa maka kita dapat merayakan pesta Namanya.

Lihatlah bahwa proses untuk mendapat gelar kudus itu membutuhkan waktu yang lama dan tentu dengan biaya yang sangat besar. Kolaborasi umat yang berdoa kepada Tuhan dan mendapat mukjizat dengan perantaraan Venerable dapat mempercepat seorang menjadi Beato dan Beata serta Santo dan Santa. Itulah sebabnya tidak banyak orang yang mendapatkan gelar-gelar ini di dalam Gereja. Namun demikian, dengan perayaan semua orang kudus ini, Gereja juga mengenal orang-orang lain yang tidak terdaftar resmi di dalam Gereja namun mereka sudah berada di dalam surga dan memandang Allah dengan matanya sendiri (beatific vision).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk melewati jalan yang pasti untuk memandang Allah dengan mata kita sendiri. Penulis Kitab Wahyu dalam bacaan pertama memiliki visi yang tajam tentang para kudus dan martir. Ia bersaksi begini: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10). Penulis Kitab Wahyu juga bersaksi tentang orang-orang yang memakai jubah putih di hadapan takhta: “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.” (Why 7:14).

St. Yohanes dalam bacaan kedua mengingatkan kita tentang kekudusan hidup sebagai Anak Allah semasih di dunia ini dan akan mengantar kita untuk melihat Kristus dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Bagi Yohanes, ini adalah kasih yang agung dari Allah Bapa kepada kita supaya sungguh-sungguh menjadi Anak Allah. Sebagai anak-anak Allah kita di dunia ini, kita belum mampu melihat Yesus dengan mata kita sendiri. Yohanes mengajak kita: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.” (1Yoh 3:2-3).

Kekudusan diri adalah jalan kebahagiaan yang paling sempurna. Tuhan Yesus menyapa orang-orang yang dikuduskan-Nya sebagai ‘Berbahagia’ atau ‘Terberkati’. Siapakah mereka yang berbahagia dan terberkati itu? Mereka yang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai, dan yang dianiaya demi kebenaran. Mereka semua adalah orang-orang yang menunjukkan kebajikan dan jalan kekudusan sehingga layak disapa Yesus ‘Berbahagialah’. Tuhan Yesus membuka jalan kekudusan kepada kita supaya menjadi serupa dengan-Nya. Semua Sabda Bahagia adalah ungkapan diri Yesus sendiri kepada kita.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Paus Benediktus ke-XV. Dalam Maximum Illud, beliau menulis: “Kesucian hidup sangatlah perlu. Untuk mewartakan Allah kita harus menjadi manusia milik Allah. Untuk mengajak orang lain membenci kejahatan, kita sendiri harus membenci kejahatan.. Khususnya terhadap orang tidak beriman, di mana mereka digerakkan lebih oleh naluri daaripada akal budi, berkhotbah dengan teladan lebih manjur daripada dengan kata-kata… (MI No. 26)”

Mari kita berjalan dalam jalan kekudusan supaya kelak kita dapat memandang Allah dengan mata kita sendiri. Para kudus di surga, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply