Food For Thought: Sahabat mampu mengasihi

Menjadi sahabat yang mampu mengasihi

Adalah Euripides. Beliau adalah seorang penyair berkebangsaan Yunani yang hidup pada tahun 480 SM – 406 SM. Dalam salah satu sairnya ia pernah berkata: “Sahabat menunjukkan cintanya disaat ada masalah, bukan saat yang bahagia.” Saya sepakat dengan perkataan Euripides. Seorang sahabat sejati itu selalu hadir dalam suka dan duka kehidupan kita. Kehadirannya menunjukkan kemampuannya untuk mengasihi di saat suka dan juga duka. Sahabat itu tidak akan tertawa di atas penderitaan orang lain.

Dalam kehidupan ini, kita menemukan istilah-istilah ini yakni teman, kawan dan sahabat. Ketiga istilah ini menggambarkan tingkatan relasi sosial kita, baik di dalam komunitas maupun di luar komunitas.

Istilah pertama, teman. Dalam bahasa Inggris kita kenal kata friend. Teman adalah orang yang sudah sering bertemu dan bergaul (berinteraksi) dengan diri kita. Maka teman itu orang yang pernah bersama dengan kita pada suatu hal, bisa dalam hal apa pun, bisa waktu, tempat, kejadian, atau aktivitas apapun dalam hidup pribadi kita.

Istilah kedua, kawan. Kata kawan dalam bahasa Inggris adalah ally (elay). Dalam Bahasa Indonesia kata kawan itu sepadan dengan kata sekutu. Itu sebabnya kita kenal kawan atau lawan (bersekutu dan bercerai). Kadang-kadang kata kawan disamakan saja dengan kata teman. Namun sebenarnya dapat bermakna lebih luas atau lebih sempit. Makna lebih luasnya karena kawan mencakup setiap entitas yang berada dalam pihak kita atau dengan kata lain tidak mengancam kita. Makna lebih sempit karena kawan tidak mencakup orang yang bergaul dengan kita tetapi tidak berpihak kepada kita.

Istilah ketiga adalah sahabat. Sahabat merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam pergaulan dan istilahnya cukup sakral untuk digunakan. Sahabat itu sangat mengenal pribadi kita luar dan dalam. Ia selalu bersedia membantu kita dalam keadaan apa pun meskipun belum tentu ia sanggup atau sempat. Ia paham sifat dan kebiasaan kita dan bisa memperkirakan alasan hampir setiap tindakan kita. Ia tahu rahasia kita. Tidak seperti teman, bertengkar apalagi bercanda adalah hal yang biasa, tidak merubah pembelaan terhadap masing-masing. Jumlah sahabat sangatlah sedikit dibanding teman dan kawan.

Dalam amana perpisahan-Nya, Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya sampai tuntas kepada para Rasul dan juga kepada kita semua yang percaya kepada-Nya. Cinta kasih-Nya sampai tuntas itu ibarat sebuah cincin tanpa ujung dan pangkal. Perhatikan perkataan Tuhan Yesus ini: “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu, tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh 15:9). Allah Bapa adalah kasih, Dia mengasihi Yesus Putera-Nya. Yesus mengasihi kita dan kalau kita mengikuti perintah-Nya maka kita pun tinggal di dalam kasih Yesus dan kasih Bapa. Maka kunci dalam kasih adalah melakukan perintah Tuhan yakni perintah kasih. Hanya dengan demikian kasih laksana cincin yang tidak berujung pangkal ini menjadi milik kita. Artinya kita mampumengasihi Allah dan mengasihi sesama.

Wujud kasih yang nyata adalah empati Allah bagi manusia dalam diri Yesus Kristus. Yesus yang kita kenang dalam masa Natal ini adalah Sabda yang menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Dia tinggal bersama kita bukan sebagai teman atau kawan tetapi sebagai sahabat yang mengasihi dan menerima kita semua apa adanya. Ia berkata: “Kamu adalah sahabat-Ku” (Yoh 15:14). Seorang sahabat sejati itu hadir dalam suka dan duka, menerima kita sebagai pribadi apa adanya bukan ada apanya. Seorang sahabat Yesus pasti mampu mengasihi karena ia juga melakukan perintah-perintah Yesus yang tidak lain adalah kasih itu sendiri. Yesus tidak menganggap rendah kita sebagai hamba tetapi sahabat. Kita sebagai sahabat Yesus untuk menyelamatkan semua orang. Seorang sahabat yang mampu mengasihi apa adanya seperti Yesus sendiri.

Dalam masa Natal dan menjelang akhir tahun ini, marilah kita memeriksa bathin kita: Apakah kita benar-benar hidup dalam kasih Tuhan karena melakukan perintah kasih-Nya? Apakah kita sudah menjadi sahabat Yesus atau hanya hamba saja? Apakah komunitas kita merupakan sebuah komunitas persahabatan dan komunitas kasih Tuhan? Kalau komunitas atau pribadi kita belum menjadi sahabat maka mari kita berbenah diri dan siap untuk membangun persahabatan yang intim dengan Tuhan dan sesama, mulai dari dalam komunitas kita sendiri. Kita dapat menjadi sahabat-sahabat Yesus yang memberi kesaksian di luar komunitas kita. Selamat memulai hidup baru dan menjadi sahabat yang mampu mengasihi seperti Tuhan Yesus sendiri.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply