Homili Hari Minggu Biasa ke-VA – 2020

Hari Minggu Biasa V/A
Yes. 58:7-10
Mzm. 112:4-5,6-7,8a,9
1Kor. 2:1-5
Mat. 5:13-16

Selalu berbuat baik

Apakah anda sudah berbuat baik pada hari ini dan hari-hari sebelumnya? Ini adalah sebuah pertanyaan yang kiranya selalu membantu kita untuk berefleksi bersama, terutama dalam kaitannya dengan relasi sosial dengan orang lain. Kita semua adalah makhluk sosial dan pasti membutuhkan kehadiran orang lain untuk menolong dan menopang. Kitapun hadir untuk menolong dan menopang sesama kita. Perbuatan baik menjadi seperti akar pohon yang menyebar kemana-mana dan dapat memperkuat hidup kita. Saya mengingat Amelia Earhart (1897-1937). Penulis berkebangsaan Amerika Serikat ini pernah berkata: “Satu perbuatan baik akan menebar akar ke segala penjuru, dan akar-akar itu tumbuh menjadi pohon baru dalam hidup kita.” Apakah ketika kita berbuat baik itu semuanya mulus saja? Ternyata tidak. Banyak orang lain yang memandang kita sinis, menganggap bahwa perbuatan baik itu hanya sekedar modus demi popularitas semata, bahkan kita juga dapat dibully oleh orang lain. Berkaitan dengan ini ada sebuah nasihat mujarab dari St. Theresia dari Kalkuta: “Perbuatan baik yang dapat anda lakukan hari ini mungkin saja akan dilupakan besok. Namun demikian tetaplah berbuat baiklah apapun yang akan terjadi di dalam hidupmu.” Tuhan Yesus saja ketika berbuat baik tetap tidak dihargai oleh orang-orang yang tidak menerima-Nya.

Kita semua mendapat kekuatan yang luar biasa melalui Sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa ke-V/A hari ini. Tuhan Yesus meneruskan pengajaran-Nya di atas bukit Sabda Bahagia. Kali ini Tuhan Yesus hendak mengaktualisasikan Sabda Bahagia dalam hidup yang praktis dengan menegaskan bahwa kita yang percaya dan mengikuti-Nya dari dekat hendaklah menjadi garam dan terang. Mengapa Tuhan Yesus mengambil kedua kata yakni garam dan terang untuk menguatkan perilaku hidup kristiani kita di tengah dunia ini? Israel memiliki laut mati yang kadar garamnya sangat tinggi, sekitar 32 persen lebih asin dibandingkan dengan air laut yang lain seperti laut tengah atau laut mediteran yang hanya memiliki kadar garam sekitar 3 persen. Tuhan Yesus mengambil contoh garam untuk mengaktualisasikan kualitas jati diri para pengikut-Nya. Ia berkata: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” (Mat 5:13).

Garam adalah zat multi fungsi. Garam dapat dipakai untuk mengawetkan makanan, memberi rasa pada makanan dan menyembuhkan penyakit kulit tertentu, menurunkan bagian tubuh yang bengkak seperti kaki. Tanpa garam makanan cepat busuk, rasanya hambar. Apakah kita pernah menyadari bagaimana garam memberi rasa pada makanan atau menyembuhkan penyakit tertentu? Garam batu itu harus rela kehilangan bentuknya karena melebur di dalam air. Setelah melebur bersama air, ia akan merembes masuk ke dalam makanan dan dari dalam makanan ia akan memberi rasa nikmat. Air garam juga merembes masuk ke dalam tubuh dan menyembuhkan penyakit kita dari dalam. Jadi garam bekerja diam-diam, tidak kelihatan tetapi memberi dampak di dalam hidup kita.
Tuhan Yesus menghendaki supaya hidup kristiani haruslah seperti ini. Kita menjadi garam dengan masuk ke dalam hidup sesama dan dari dalam kita mengubahnya menjadi lebih baik lagi. Ini adalah wujud nyata “Kamu adalah garam dunia”. Dalam hal apa kita menjadi garam dunia? Dalam perbuatan-perbuatan dan tutur kata kita yang terbaik. Untuk dapat berbuat baik maka kita harus rela berkurban, rela ‘kehilangan’ sesuatu di dalam hidup untuk memberi kualitas hidup yang lebih baik kepada sesama manusia. Kalau kita berbuat baik maka jangan pernah menceritakan dan menghitung-hitung banyaknya perbuatan baik kita. Semua yang kita lakukan itu milik Tuhan dan diperuntukan bagi sesama manusia. Kalau tidak demikian kita bukanlah garam yang bermanfaat sehingga layak dibuang dan diinjak orang.

Tuhan Yesus mengatakan: “Kamu adalah terang dunia.” (Mat 5:14). Tuhan Yesus adalah Terang dunia (Yoh 8:12). Dari awal Dia menunjukkan diri-Nya sebagai Terang dengan symbol Bintang, yang membimbing orang Majus untuk datang dan menyembah Dia di Bethlehem. Dia menghendaki agar para pengikut-Nya juga menjadi terang di dunia serupa dengan-Nya. Tuhan Yesus sedang berbicara di Bukit Sabda Bahagia, dekat pantai danau Galilea yang letaknya 400 meter di bawah permukaan laut tengah. Sebab itu ketika mereka melihat ke pegunungan, mereka melihat ada terang dan itu menjadi tanda bahwa ada penghuni di daerah-daerah itu. Terang pelita itu menarik perhatian banyak orang. Andaikan orang menyembunyikan pelita mereka yang bernyala maka keberadaan orang lain juga tidak diketahui. Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan: “Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat 5:16). Perbuatan-perbuatan baik itu kita tunjukan supaya mengubah kehidupan orang lain.

Kita tidak dapat menjadi garam dan terang sendirian. Tuhan yang akan membantu kita untuk melakukannya. Ia sendiri pernah mengatakan kepada Musa untuk mengingatkan Harus: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” (Bil 6:24-26). Semua ini Tuhan lakukan di dalam hidup kita. Maka jangan Lelah untuk menjadi garam dan terang melalui perbuatan-perbuatan baik yang dapat dilakukan setiap saat di hadapan Tuhan dan sesama.

Perbuatan-perbuatan baik itu kita lakukan dengan saling berbagi kehidupan, yakni baka-bakat dan kemampuan kita untuk kebaikan orang lain. Dalam bacaan pertama, nabi Yesaya sangat jelas mengatakan kepada umat Israel yang barusan kembali dari Babilonia untuk pandai berbagi. Apa yang harus mereka lakukan dalam hidup bersama? Mereka diingatkan untuk berbagi makanan dengan orang-orang yang lapar, memberi tempat untuk menginap kepada yang tidak memilikinya, berbagi pakaian dengan orang-orang yang tidak memilikinya dan aneka kebutuhan yang mereka miliki. Nabi Yesaya mengatakan, dengan berbuat baik maka ‘terangmu akan merekah seperti fajar’. Ketika kita tidak berbuat baik, tidak mampu berbagi maka kita seperti ‘terang yang terbit dalam kegelapan, dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari’. Perkataan nabi Yesaya mengingatkan kita pada perkataan Tuhan Yesus sendiri: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40).

Saya mengakhiri homily ini dengan mengingatkan perkataan seorang penulis Amerika Serikat bernama Dale Carnegie (1888-1955). Inilah perkataannya: “Jika kamu berbuat baik kepada seseorang, jangan diingat. Jika seseorang berbuat baik kepada kamu, jangan pernah dilupakan.” Ini benar-benar sebuah kebijaksanaan. Saya mengingat Santu Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus bahwa ia datang untuk memberi kesaksian tentang Yesus Kristus yang disalibkan. Ia jujur bersaksi: “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” (1Kor 2:4-5). Paulus merasakan perbuatan baik dari Tuhan Yesus dan tidak pernah melupakannya di dalam hidupnya.

Pada hari ini janganlah bertegar hati, tetaplah berbuat baik seperti Tuhan sendiri selalu berbuat baik kepada kita semua.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply