Homili 22 Juni 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XII
2Raj. 17:5-8,13-15a,18
Mzm. 60:3,4-5,12-13
Mat. 7:1-5

Sadar diri sebagai orang berdosa

Saya pernah berbincang-bincang dengan umat di sebuah lingkungan. Kebetulan pada saat itu kita berada dalam masa prapaskah. Saya memberi berkesempatan untuk memberikan pengajaran singkat tentang sakramen tobat. Umat yang hadir juga memiliki kesempatan untuk mengekspresikan pikirannya tentang sakramen tobat. Ada seorang bapa yang mengatakan begini: “Romo, pada zaman ini terjadi perubahan besar dalam diri orang-orang katolik. Banyak orang katolik yang tidak malu untuk berbuat dosa. Mereka melakukan dosa secara terang-terangan. Mereka sudah mati rasa sehingga berbuat dosa semaunya saja. Anehnya mereka juga justru malu untuk mengakui dosa-dosanya. Mereka ini perlu pencerahan supaya sadar diri sebagai orang berdosa.” Sebuah sharing yang sederhana tetapi mau mengatakan sebuah tantangan zaman ini. Orang tahu berbuat dosa tetapi tidak tahu mengakui diri sebagai otang berdosa. Dengan demikian sulit untuk mengalami pengampunan dari Tuhan. St. Domikus Savio mengatakan: “Lebih baik mati daripada berbuat dosa.” Tetapi orang zaman now punya prinsip: ‘Lebih baik berdosa daripada mati’.

Gereja menyadari dosa-dosanya di hadapan Tuhan dan dunia. St. Yohanes Paulus II, semasa kepemimpinannya memohon ampun karena dosa-dosa Gereja di masa lalu. Sikap positif ini dilanjutkan Paus Emeritus Benediktus ke-XVI dan Paus Fransiskus saat ini. Dalam sebuah kunjungannya ke Dublin, Irlandia misalnya, Paus Fransiskus mengatakan: “Saya tidak dapat tidak mengakui skandal besar di Irlandia, pelecehan bocah-bocah belia oleh anggota (para rohaniawan) Gereja yang seharusnya bertanggung-jawab atas perlindungan dan pendidikan mereka. Kegagalan otoritas gereja yakni para uskup, pemimpin agama, imam, dan lain-lain dalam menangani secara sepatutnya kejahatan menjijikan ini menimbulkan kemarahan, dan terus menjadi sumber rasa sakit dan aib bagi komunitas Katolik.” Paus tidak merasa malu untuk mengungkapkan dosa-dosa Gereja yang bukan dosa buatannya. Seorang pemimpin memang seharusnya demikian. Ia menjadi sasaran kritikan dari orang-orang di dalam dan di luar gereja. Saya mengingat santu Paulus yang mengatakan: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 6:23). Tuhan yang kudus senantiasa mengasihi gereja-Nya yang berdosa.

Pada hari ini kita mendengar kisah-kisah di dalam Kitab Suci yang memanggil kita untuk menyadari kasih Tuhan dan keberdosaan kita di hadiratnya. Dikisahkan di dalam Kitab kedua Raja-Raja bahwa Raja Asyur bernama Salmaneser menjelajah seluruh negeri Israel setelah ia sukses memenjarakan Raja Hosea. Daerah Samaria atau Kerajaan Israel ditaklukan raja Asyur. Ia mengangkut orang-orang Israel ke Asyur, sebuah tempat pembuangan bagi mereka. Mengapa orang-orang Israel mengalami masa pembuangan di Asyur dan harus tinggal di tepi sungai Habor, sebuah sungai di negeri Gozan dan kota-kota Madai? Satu jawaban pasti adalah orang-orang Israel sudah lupa diri sehingga mereka tahu berbuat dosa melawan Tuhan tetapi lalai memohon pengampunan dari Tuhan sendiri. Padahal Tuhan sendiri yang telah menuntun mereka untuk keluar dari tanah Mesir yang saat itu dipimpin Firaun. Mereka juga menyembah allah lain.

Dosa-dosa yang dilakukan bangsa Israel di hadapan Tuhan adalah mereka hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa asing. Tuhan melalui para nabi mengajak mereka untuk bertobat tetapi seruan dan ajakan untuk bertobat itu tidak dihiraukan mereka. Tuhan berkata: “Berbaliklah kamu dari pada jalan-jalanmu yang jahat itu dan tetaplah ikuti segala perintah dan ketetapan-Ku, sesuai dengan segala undang-undang yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu dan yang telah Kusampaikan kepada mereka dengan perantaraan hamba-hamba-Ku, para nabi.” (2Raj 17:13). Dosa lainnya adalah mereka tidak mendengar suara Tuhan melalui para nabi, hati mereka tegar seperti nenek moyang mereka di Masa dan Meriba, mereka menolak perjanjian dan ketetapan Tuhan, mereka membuang peraturan-peraturan Tuhan. Sikap tidak sadar diri sebagai orang berdosa ini menimbulkan murka Tuhan dan menjauhkan mereka semua dari hadapan-Nya.

Dosa-dosa pada zaman sekarang juga kiranya mirip. Bukan hanya soal menyembah berhala dan tidak setia kepada Tuhan yang Maharahim, manusia juga tidak mengasihi sesama sebagaimana dikehendaki Tuhan. Apa yang dilakukan manusia saat ini? Kebiasaannya untuk menghakimi sesamanya, suka berpikiran negatif terhadap sesama, sikap munafik yang selalu ditunjukkan dalam hidup bersama. Semua kebiasaan dosa ini selalu ada dan mandarah daging dalam hidup kita. Hanya saja kita belum sadar bahwa itu adalah dosa. Pikirkanlah, berapa kali sehari kita menghakimi sesama dan membenarkan diri sendiri? Berapa kali dalam sehari kita berpikiran negatif terhadap sesama, sedangkan dia atau mereka tidak berpikiran negatif kepada kita? Berapa kali kita bersikap munafik kepada Tuhan dan sesama? Apa untungya kita munafik, berpikiran negatif dan suka menghakimi sesama kita?

Tuhan mengingatkan kita supaya jangan main hakim sendiri, jangan menghakimi orang lain. Jangan berpikiran negatif terhadap sesamamu. Jangan munafik dalam hidupmu. Mari kita belajar untuk mengeluarkan balok di dalam mata kita masih-masing dan melihat sesama dengan mata Tuhan. Kita mengasihi dengan kasih Tuhan.

Apakah anda orang berdosa? Ya, anda, dia, saya, kita adalah orang yang berdosa dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Karena kita orang berdosa maka kita butuhkan pengampunan berlimpah dari Tuhan. Akuliah dosa-dosamu di hadapan Tuhan. Dan saya mengakhiri homili ini dengan mengutip mazmur berikut ini: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak berjiwa penipu! Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: “Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,”dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.” (Mzm 32: 1-5)

PJ-SDB