Homili 13 Agustus 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XIX
Yeh. 12:1-12
Mzm. 78:56-57,58-59,61-62
Mat. 18:21-19:1

Supaya mengampuni lebih sungguh!

Ada dua sosok negarawan yang sangat inspiratif dalam hal mengampuni sesama bahkan musuh sekalipun. Sosok pertama adalah Nelson Mandela. Dia adalah seorang negarawan dan pejuang hak asasi manusia dari Afrika Selatan. Ketika masih muda ia sangat frontal berhadapan dengan orang-orang berkulit putih yang menindas orang-orang berkulit hitam. Ia sempat dipenjarakan selama 27 tahun. Setelah menghirup udara bebas, ia terpilih menjadi persiden di negaranya. Ia pun mengunjungi penjara tempat ia pernah menghabiskan banyak waktu, sambil bernostalgia. Ia berjumpa dengan sipir yang pernah memukulnya. Ia menunjuk bekas luka yang dilakukan sipir kepadanya sambil berkata: “Anda melihat bekas luka ini? Saya mengampunimu karena Tuhan saya mengajarkan saya untuk mengampunimu”. Ini adalah sebuah kesaksian iman yang luar biasa.

Sosok kedua adalah Maun Boot Xanana Gusmao, Bapak Bangsa Timor Leste. Dia tidak hanya berjuang sebagai geriliawan di hutan. Dia juga pernah menghuni Lapas Cipinang, Jakarta. Setelah Timor Leste berdiri menjadi negara yang meredaka, ia diminta komentarnya tentang relasi negara Timor Leste dan Indonesia dalam konteks rekonsiliasi antara kedua negara. Ia mengatakan bahwa dalam masa perang memang ada korban di pihak Timor Leste dan Indonesia. Tetapi sekarang kita sudah merdeka dan menjadi saudara dengan Indonesia. Hal-hal yang terjadi di masa lalu sudah berlalu dan sekarang menata hidup yang baru. Dua sosok ini sungguh menginspirasi tentang keindahan mengampuni. Kedua sosok ini dengan kelebihan dan kekurangan mereka sebagai manusia, telah menunjukkan nilai-nilai sukacita injil dan keluhuran pengampunan kepada semua orang.

Pada hari ini kita mendengar sebuah dialog antara Petrus dan Tuhan Yesus. Petrus bertanya kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18:21). Simon Petrus adalah manusia yang sama seperti kita ‘suka hitung-hitungan’ yakni mengampuni sampai tujuh kali. Kita akan puas kalau mencapai angka tertentu. Mungkin karena kita sering menganggap orang bukan sebagai pribadi tetapi hanya sebagai angka-angka saja. Tuhan Yesus mengatakan kepadanya: “Bukan! Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22). Tuhan Yesus memang mengatakan hal ini secara pribadi kepada Petrus sebagai ketua para rasul, lagi pula dia yang bertanya kepada Yesus, tetapi perkataan Yesus ini mengikat kita semua. Kita mengampuni tanpa batas, tanpa menggunakan angka apapun, tetapi mengampuni dengan hati dan budi.

Mengapa kita mengampuni tanpa batas? Mengapa kita mengampuni dengan kasih? Tuhan menghendaki kita supaya kita mengampuni tanpa batas karena hal yang sama selalu Tuhan lakukan bagi kita secara pribadi.Pikirkanlah semua dosa dan salah yang kita lakukan secara pribadi dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian setiapa saat. Tuhan yang satu dan sama tidak menghitung semua dosa kita tetapi memperhatikan iman kita. Dia sendiri yang membuang dosa kita ke tubir-tubir laut. Tuhan mengampuni kita tanpa batas karena Dia mengasihi kita tanpa batas.

St. Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Dives in Misericordia menulis: “Kasih itu lebih kuat daripada kematian dan dosa” (DM, 8). Berkaitan dengan ini beliau menulis: “Pada salib Kristus, di mana Sang Putra yang sehakikat dengan Bapa, menyerahkan keadilan sepenuhnya pada Allah, juga merupakan suatu pewahyuan radikal tentang belas kasih, atau lebuh tepat, suatu pewahyuan tentang kasih yang melawan apa yang menjadi akar kejahatan dalam sejarah manusia: melawan dosa dan kematian.” Tuhan Yesus menunjukkan wajah kerahiman Bapa dengan mengampuni tanpa batas. Hal ini dilakukan-Nya di atas kayu salib. Dalam keadaan menderita bahkan menjelang kematian-Nya pun Dia masih mengampuni.

Lalu bagaimana dengan kita saat ini? Saya setuju dengan perkataan orang bahwa mengampuni berarti melupakan. Tuhan mengampuni kita karena Ia melupakan dosa-dosa kita dan yang Dia lihat pada kita adalah iman kepada-Nya dan kasih karena Dia adalah kasih. Kasih yang kita lakukan kepada Tuhan dan kasih kepada sesama kita. Maka kalau Tuhan begitu mengampuni dan mengasihi kita, mengapa kita begitu sulit mengasihi dan mengampuni sesama yang bersalah kepada kita? Kita selalu memohon: “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami” tetapi mengapa hanya menjadi kata-kata kosong saja? Kalau kita mampu mengampuni maka Tuhan akan mengampuni kita. Kalau kita tidak mampu mengampuni maka benarlah kata Tuhan Yesus: “Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:35).

Kita adalah kaum pemberontak di hadirat Tuhan sebab kita orang berdosa. Meskipun demikian, Tuhan tetap mengingatkan kita melalu para nabi untuk bertobat. Mengapa kita perlu bertobat? Sebab Tuhan selalu melakukan karya-karya-Nya kepada kita. Satu karya yang kita alami adalah pengampunan berlimpah atas dosa dan salah kita. Mari kita belajar untuk mengampuni tanpa batas, sebagaimana Tuhan sendiri mengampuni kita. Mengapunilah lebih sungguh dalam hidupmu.

PJ-SDB