Food For Thought: Berhutang kepada Bunda Maria

Berhutang kepada Bunda Maria

Apakah anda pernah merasa berhutang kepada Bunda Maria? Saya merasa yakin bahwa ada banyak di antara kita yang merasa berhutang kepada Bunda Maria. Pikirkanlah disaat-saat kita mengalami kesulitan, kita datang kepada Tuhan melalui Bunda Maria. Kita berdoa rosario, mendoakan novena kepada Bunda Maria, berziarah, membaca buku-buku tentang Bunda Maria. Dan sungguh ada mukjizat yang kita alami karena campur tangan Bunda Maria. Dia adalah pendoa ulung bagi kita sekarang hingga ajal menjemput kita.

Selama mengabdi di Paroki, saya pernah mengamati perilaku umat yang datang berdoa di gua Maria pada saat-saat tertentu saja. Mereka selalu datang tepat pada waktunya, tetapi setelah sembilan hari mereka menghilang begitu saja. Mungkin karena novenannya tidak pernah gagal, sehingga mereka menunggu saat berikutnya yakni ketika mengalami kegagalan barulah mereka bernovena lagi. Itulah kebiasaan yang salah dari orang-orang katolik tertentu. Jadi kalau ada kesulitan baru mereka rajin mendekatkan diri kepada Tuhan dan Bunda Maria. Kalau tidak ada kesulitan maka Tuhan dan Bunda Maria dilupakan.

Saya mengingat Paus Fransiskus. Pada tanggal 21 November 2013 yang Lalu, beliau Pernah berkata: “Kita berhutang begitu banyak kepada Ibu ini! Dia hadir di setiap saat dalam sejarah keselamatan, dan di dalam dirinya kita melihat sebuah kesaksian teguh terhadap pengharapan. Dia, ibu pengharapan, mendukung kita di saat-saat kegelapan, kesulitan, keputusasaan, [di saat-saat] yang tampaknya kalah atau manusia sejati kalah. Semoga Maria, pengharapan kita, menolong kita untuk membuat hidup kita sebuah persembahan yang menyenangkan Bapa Surgawi, dan sebuah karunia yang penuh sukacita bagi para saudara-saudari kita, di dalam sebuah sikap yang selalu sangat mengharapkan hari esok.”

Kita tidak hanya berhutang kepada Bunda Maria. Kita juga berhutang kepada orang tua kita, terutama ibu yang melahirkan kita. Pernah kita merenungkan nilai pengurbanan seorang ibu kepada kita? Satu kata yang keluar dari mulut kita adalah ‘Dia memang manusia yang luar biasa’ Dia mengurbankan dirinya bagi kita anak-anaknya sampai tuntas. Tak ada kata ‘sisa’ dalam mulut ibu, tetapi semuanya diperuntukan bagi anak-anaknya. Maka kita patut berhutang kepada ibu.

Saya teringat pada Khalil Gibran. Dalam karyanya ‘The Broken Wings’, beliau menulis begini: “Kata yang paling indah di bibir umat manusia adalah kata ‘Ibu’, dan panggilan yang paling indah adalah ‘Ibuku’. Ini adalah kata yang penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati.” Bagi saya, luar biasa kalau menyebut ibu. Kita sungguh berhutang kepadanya. Hargailah, hormatilah, cintailah ibumu selagi dia masih hidup. Jangan pernah menangis ketika tubuhnya sudah dingin dan Kaku karena anda lambat menghargai, menghormati dan mencintainya.

Tuhan memberkatimu selalu, Bunda mendoakan. Amen

PJ-SDB