Homili 19 September 2020

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXV
1Kor. 15:35-37,42-49
Mzm. 56:10,11-12,13-14
Luk. 8:4-15

Benih sebagai anugerah

Masyarakat agraris pasti mengenal semua jenis benih yang siap ditaburkan atau langsung ditanam. Menjelang musim hujan, para petani sudah memilah-milah benih sebelum ditanam, ada yang mangambil benih dan langsung menaburkan atau menanamnya. Para penabur memang selalu mendasarkan dirinya pada pengalamannya sebagai penabur yang handal. Mereka merasa yakin pada alam yang akan ikut serta dalam semua proses pertumbuhan benih. Tentu saja bukan hanya alam tetapi Tuhan Allah sang Pencipta menjadi nomor satu di mana sang petani menaruh harapannya. Benih yang hendak ditaburkan menjadi anugerah dari Tuhan bagi sang petani. Di tempat-tempat tertentu, para petani masih meminta romo untuk memberkati benih-benih sebelum ditanam di kebun.

Pada hari ini kita mendengar dari perkataan Paulus di dalam bacaan pertama dan tulisan Lukas dalam Injil tentang kata benih. Tentu saja konteksnya beda dan maknanya pun beda, yang sama adalah kata benih. Meskipun berbeda makna namun tetap merajut relasi antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya. Orang-orang di Korintus sudah mendengar pengajaran Paulus tentang kebangkitan badan. Ia sudah menjelaskan tentang penderitaan Kristus hingga wafat dan kebangkitan-Nya yang mulia. Bahwa Kristus sudah bangkit maka iman kita pun tidak sia-sia. Kalau Kristus tidak bangkit dari kematian-Nya maka iman kita akan sia-sia saja.

Selanjutnya, St. Paulus berusaha untuk membina iman orang-orang di Korintus supaya percaya kepada kebangkitan badan sebagaimana kita saat ini mengakuinya dalam Kredo atau pengakuan iman kita. Paulus berkata: “Tetapi mungkin ada orang yang bertanya: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?” (1Kor 15:35). Pertanyaan ini berdasar pada pengalaman orang-orang Korintus sendiri. Ada di antara mereka yang masa bodoh dengan situasi, ada juga yang concern dengan situasi hidup mereka terutama sekitar masalah kematian dan masa depan mereka yang sudah meninggal dunia. Untuk mempermudah pemikiran mereka maka Paulus menggunakan perumpamaan tentang benih. Ia berkata: “Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit, umpamanya biji gandum atau biji lain.” (1Kor 15:36-37). Poin kita adalah benih atau biji itu sudah mati dan kering sehingga bisa bertumbuh menjadi tanaman yang baru.

Paulus mengarahkan orang-orang Korintus untuk menerima dan manghayati Sabda Tuhan tetang kebangkitan badan. Maka Paulus mengatakan tentang kefanaan tubuh kita: “Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah”. (1Kor 15: 42-44). Tubuh alamiah adalah tubuh kita yang nyata dan fana. Tubuh alamiah masih memiliki cacat-cacat tertentu yang diterima sebagai kefanaan. Ada tubuh masa depan kita yakni tubuh rohaniah. Paulus juga membandingkan sosok Yesus dan manusia pertama (Adam) dengan mengatakan: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan.” (1Kor 15:45). Benih dalam pikiran Paulus adalah tubuh kita yang fana ini di mana pada suatu saat nanti akan menggapai tubuh rohani seperti Kristus sendiri.

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus membuka pikiran kita untuk memahami benih bukan dalam konteks tubuh yang fana seperti Paulus dalam bacaan pertama, melainkan benih adalah Sabda yang diterima, direnungkan dan dilakukan di dalam hidup setiap pengikut Kristus. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan di mana seorang penabur dengan kehendak bebas keluar dan menabur sesuka hatinya. Benih-benih dalam genggamannya itu, ada yang jatuh di pinggir jalan sehingga diinjak-injak orang dan di makan burung sehingga tidak sempat bertumbuh. Ada benih yang jatuh di atas tanah yang berbatu, hanya tumbuh sebentar, cepat layu dan mati karena kekurangan air. Ada benih yang jatuh di antara semak duri, bisa bertumbuh namun menjadi kerdil karena dihimpit semak duri. Ada benih yang jatuh di tanah yang baik sehingga bertumbuh dan menghasilkan buah-buah seratus kali lipat.

Tuhan Yesus menjelaskan makna perumpamaan-Nya ini. Benih adalah Sabda Allah. Setiap orang mendengar pewartaan Sabda dan bagaimana ia melakukan Sabda di dalam hidupnya. Ada benih yang jatuh dipinggir jalan itu sama dengan orang yang mendengar dan menerima sabda tetapi kuasa iblis lebih besar sehingga sabda diambil dari padanya. Orang itu menjadi jangan percaya dan tidak memperoleh keselamatan. Benih yang jatuh di atas tanah berbatu adalah mereka yang mendengar sabda namun hanya percaya sebentar karena tidak berakar. Mereka akan mudah murtad ketika mengalami tantangan dalam hidupnya. Benih yang jatuh di antara semak berduri adalah mereka yang menerima Sabda namun dalam menumbuhkan Sabda itu mereka terhimpit oleh keinginan dan nafsu dunia seperti aneka kekuatiran, kekayaan, kenikmatan hidup sehingga tidak menghasilkan buah yang matang. Benih yang jatuh di tanah yang baik adalah mereka yang mendengar Sabda dan menyimpannya di dalam hati yang baik sehingga menghasilkan buah dalam ketekunan.

Perumpamaan Yesus ini berbicara tentang hidup kita apa adanya. Kita semua mendengar Sabda yang sama tetapi menjadi pelaku firman itu selalu menjadi kesulitan besar dalam diri setiap orang. Benih yang jatuh di pinggir jalan itu seperti orang yang rajin ke Gereja dan mendengar Sabda tetapi Sabda itu lewat begitu saja, tak ada transformasi dalam dirinya. Hatinya tertutup kepada Sabda karena kuasa kejahatan lebih menguasai dirinya. Benih yang jatuh di tanah berbatu itu seperti orang yang mendengar sabda dan merasa senang tetapi ketika keluar dari Gereja Sabda itu juga hilang begitu saja. Sabda tidak berakar dalam hatinya. Benih yang jatuh di antara semak duri itu selalu ada di dalam diri orang-orang yang senang mendengar Sabda tetapi Sabda itu tidak bisa mengubah dirinya karena ada aneka kekuatiran, kecemasan dan harta duniawi sehingga Sabda itu menjadi kerdil. Benih di tanah yang baik adalah orang yang setia mendengar, menyimpan dalam hati, mengubah hidupnya sehingga menghasilkan banyak buah dalam ketekunan.

Apa makna benih bagi anda pada hari ini? Biarkanlah Tuhan mengubah hidupmu menjadi hidup baru dalam Roh oleh Sabda.

PJ-SDB