Homili 16 Februari 2021

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-VI
Kej. 6:5-8;7:1-5,10;
Mzm. 29:1a,2,3ac-4,3b,9b-10;
Mrk. 8:14-21

Saya belum paham dan mengerti

Saya memiliki banyak pengalaman ketika mengajar baik di sekolah lanjutan maupun di Perguruan Tinggi. Saya menyiapkan bahan ajar, disertai latihan dan praktek. Selalu saja ada satu dan dua siswa yang mengacungkan tangan dan jujur mengatakan: “Pater, mohon maaf, saya belum memahami dan mengerti penjelasan materi ini.” Di saat seperti ini saya menyadari bahwa mereka belum mengerti sehingga saya harus mengulanginya dengan penjelasan yang lebih sederhana dan praktis. Saya selalu berusaha untuk tenang, mengontrol emosi dan dengan senyum mengulangi penjelasan tentang materi dimaksud. Dari pengalaman-pengalaman ini saya merasa yakin bahwa untuk memanusiakan manusia muda, memang tidaklah mudah. Kita harus berani berkurban demi kebaikan mereka.

Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang menarik. Dikisahkan bahwa para murid lupa membawa roti. Hanya ada satu roti yang mereka bawa di dalam perahu. Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengedukasi mereka dengan sebuah nasihat berikut ini: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” (Mrk 8:15). Para murid salah mengerti sehingga mereka berpikir bahwa Yesus mengatakan hal menyangkut ragi karena mereka tidak mempunyai roti. Tuhan Yesus menyadarkan mereka tentang tanda-tanda yang sudah dilakukannya ketika Dia memperbanyak lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang laki-laki tidak termasuk kaum wanita dan anak-anak dan masih tersisa. Tuhan Yesus membuat mukjizat dengan memperbanyak tujuh buah roti dan memberi makan kepada empat ribu orang.

Perkataan Tuhan Yesus ini merupakan sebuah kritik bagi para murid yang sedang bersama-sama dengan-Nya. Ia berkata: “Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar?” (Mrk 8:17-18). Perkataan Tuhan Yesus ini sungguh membangunkan kita dari tidur iman kita. Sama seperti para murid yang sudah datang dan tinggal bersama Yesus, demikian juga kita yang sudah dibaptis dan menjadi Kristus kecil di tengan dunia. Kita memiliki kelemahan yang mirip yakni kita belum faham dan mengerti. Hati kita masih degil. Kita memiliki mata tetapi belum melihat, memiliki telinga tetapi belum mendengar. Kita hanya bisa berbangga sebagai pengikut Kristus tetapi belum seratus persen Kristiani. Kita belum mengerti sepenuhnya. Inilah titik kelemahan kita.

Tuhan Yesus meminta kita semua untuk waspada terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Kata Farisi berarti ‘dipisahkan’ atau ‘yang terasing’ adalah kelompok agama dalam Yudaisme yang memisahkan diri mereka dari alim ulama Yahudi yang menafsirkan Taurat Musa secara berbeda, dari orang-orang kebanyakan (awam) di Yudea (Yoh.7:49), dari orang Yahudi dan non-Yahudi yg menerima kebudayaan Yunani dan dari kelompok politik tertentu. Orang Farisi percaya pada kebangkitan orang mati, malaikat dan roh. Tuhan Yesus memperingatkan bahwa ragi Farisi adalah kemunafikannya (Luk.12:1).

Orang Farisi mengajarkan perintah Taurat kepada orang lain tetapi mereka sendiri tidak menyentuh beban-beban aturan itu (Mat.23:3-4). Mereka menuntut orang lain melakukan semua perintah Taurat tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Orang Farisi menganggap diri mereka lebih benar karena merasa telah menjalankan perintah Allah dibandingkan semua orang, sehingga mereka tidak perlu belas kasihan dan pengampunan dari Allah. (Luk.18:9-14)

Bagaimana dengan ragi Herodes? Tuhan Yesus juga menghendaki agar para muridNya tidak mengikuti langkah para Herodians yaitu orang-orang Yahudi yang menaruh pengharapannya pada Herodes dengan tipu daya politiknya sehingga penerimaan pada Yesus sebagai Mesias yg dijanjikan itu dipandang sebagai bentuk perlawanan pada kuasa Herodes yg dianggap mereka sebagai “Mesias” yang dapat menjamin kedamaian dan ketentraman bagi bangsa Yahudi ditengah-tengah penjajahan Romawi. Tuhan Yesus sendiri menjuluki Herodes Antipas sebagai “serigala” (alopex) (Luk.13:32), hal ini dikarenakan kelicikan Herodes yang menghalalkan segala cara dlm tindakan politiknya. Dia membunuh Yohanes Pembabtis dan bahkan Yesus (Luk.13:31).

Dalam konteks ‘ragi Herodes’ ini, Tuhan Yesus menghendaki agar para muridNya tidak menaruh pengaharapan mereka pada agenda politik dunia namun tanpa menghilangkan rasa hormat pada segala pemerintahan di dunia ini. Dan lagi bahwa, ambisi politis dan segala intriknya harus berada diluar ajaran Injil damai sejahtera. Bukan kepentingan politik yg malah ‘menggarami’ ajaran Yesus, tetapi justru ajaran Kristuslah yg harus ‘menggarami’ ranah politik sehingga orang-orang yang menjalankan agenda politik bisa melakukannya atas dasar keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, bukannya atas dasar nafsu kekuasaan, penindasan, dan untuk menguasai dan mendominasi suatu wilayah dengan teror ataupun kekerasan.

Tuhan selalu memiliki rencana untuk membaharui umat manusia yang tercemar akibat dosa. Mereka yang memiliki mata tetapi tidak melihat, yang memiliki telinga tetapi tidak mendengar. Mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk mengasihi seperti Tuhan sendiri. Yang terjadi justru mereka tidak memiliki perasaan bersalah sehingga dosa semakin bertambah. Tuhan Allah berkehendak untuk membaharui umat manusia. Maka peristiwa air bah merupakan suatu saat di mana Tuhan membaharui umat-Nya. Sosok Nuh dan keluarga adalah orang-orang pilihan Tuhan. Mereka menjadi sebuah generasi baru manusia di hadapan Tuhan.

Pada hari terakhir masa biasa ini mari kita membaharui diri supaya layak memulai masa prapaskah tahun ini dengan sukacita. Mari kita berusaha untuk lebih paham lagi, lebih mengerti lagi tentang kasih dan kebaikan Tuhan.

PJ-SDB