Homili 24 Maret 2021

Hari Rabu Pekan V Prapaskah
Dan. 3:14-20,24-25,28;
MT Dan. 3:52,53,54,55,56;
Yoh. 8:31-42

Hidup sebagai orang merdeka

Saya mengingat sebuah perkataan Presiden Soekarno yang sangat inspiratif tentang kemerdekaan. Ia mengatakan: “Kemerdekaan adalah jembatan emas, jembatan inilah yang leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.” Kita bisa membayangkan betapa kuat hasrat dan harapan dari Presiden Soekarno tentang sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan menjadi jembatan emas yang dapat menata masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi. Ini adalah harapan dari presiden pertama Republik Indonesia, meskipun rasanya masih tetap dalam taraf perjuangan setelah 76 tahun merdeka. Jembatan emasnya belum dinikmati masyarakat dan bangsa yang ‘gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi’. Jembatan emas masih menjadi ‘jembatan besi karatan dan rongsokan’ akibat kerakusan segelintir orang di negeri ini.

Terlepas dari kemerdekaan yang kita alami sebagai masyarakat di sebuah bangsa dan negara, secara rohani kita perlu bersyukur karena ada seorang pribadi yang memerdekakan kita. Dialah Yesus Kristus sang Kebenaran sejati. Dialah yang mengakui diri sebagai Jalan, kebenaran dan Hidup (Yoh 14:6). Bagaimana kita dapat mengenal pribadi Yesus sebagai Kebenaran sejati? Ada sebuah jawaban yang pasti yaitu bersahabat dan mengenal serta tinggal di dalam-Nya sebagai Sabda atau Firman hidup. Berkaitan dengan ini, Tuhan Yesus berkata: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yoh 8:31-32). Maka menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah kita benar-benar mengenal Yesus? Apakah kita adalah murid Yesus Kristus saat ini? Kalau kita benar-benar mengenal dan murid maka kita juga mengenal Yesus sebagai Kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa.

Tuhan Yesus melanjutkan pengajaran-Nya dengan mengingatkan orang-orang Yahudi yang mengakui diri sebagai status quo manusia merdeka karena sebagai keturunan Abraham. Ia mengatakan bahwa ketika seorang jatuh ke dalam dosa maka dia adalah hamba dosa. Ini berarti status sebagai orang merdeka itu hilang karena dosa, bahkan lebih ekstrim sebagai hamba dosa. Hamba dosa tidak akan tinggal bersama dengan Tuhan, hanya Anak yang tinggal bersama dengan Tuhan Bapa di surga dan Dialah satu-satunya yang memerdekakan manusia dari dosa. Orang-orang Yahudi memang bersih keras mengakui Allah sebagai Bapa mereka tetapi mereka sendiri tidak mengenal Yesus yang ada di hadapan mereka. Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” (Yoh 8:42).

Orang-orang merdeka digambarkan oleh Daniel dalam bacaan pertama. Orang-orang merdeka yang dimaksudkan adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang dipaksa Nebukadnezar untuk menyembah dewanya dan patung buatan tangannya bukan menyembah Allah yang benar. Inilah kesaksian iman yang heroik dari ketiga pemuda ini: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Dan 3:16-18). Ketiga pemuda ini adalah pribadi merdeka yang meskipun berada di dalam tanur api yang panas membakar tubuh mereka, namun mereka tetap berjalan sambil memuji Allah.

Kemerdekaan ketiga pemuda dalam tanur api ini mengubah kehidupan Nebukadnezar. Ia tidak melihat hanya tiga pemuda dalam tanu api, malah ada satu lagi yang nampak seperti anak dewa. Sebab itu ia berkata: “Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!” Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu. Dan para wakil raja, para penguasa, para bupati dan para menteri raja datang berkumpul; mereka melihat, bahwa tubuh orang-orang ini tidak mempan oleh api itu, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaranpun tidak ada pada mereka. Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka.” (Dan 3: 26-28). Ketiga pemuda mengalami kemedekaan sejati dalam Tuhan. Tak ada kuasa apapun yang dapat mengalahkan kuasa Tuhan.

Pada hari ini kita belajar menjadi pribadi yang merdeka karena kita adalah anak-anak Tuhan. Kita sudah menerima Yesus di dalam hidup kita melalui sakramen pembaptisan, dan pembaptisan merupakan pintu masuk bagi kita sebagai orang-orang merdeka. Mengapa demikian? Karena melalui sakramen pembaptisan kita mengenal Yesus sebagai sabda hidup. Kita tinggal di dalam sabda dan Sabda membantu kita untuk mengenal kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa. Kita adalah orang merdeka. Kita meraih jembatan emas supaya menjadi orang katolik yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi. Masa prapaskah menjadi masa di mana kita mau menjadi pribadi yang merdeka karena Kristus menderita, wafat dan bangkit bagi kita. Bersyukurlah sebagai orang merdeka dan hiduplah selalu sebagai orang merdeka.

PJ-SDB