Renungan Misa Krisma sebagai Imam – 2021

KAMIS PUTIH – Misa Krisma
Yes. 61:1-3a,6a,8b-9;
Mzm. 89:21-22,25,27;
Why. 1:5-8
Luk. 4:16-21

Dalam untung dan malang bersama-Mu!

Pada hari Kamis putih pagi ini saya mendapat sebuah pesan pertama dari Ibu Agnes di Singapore yang mengucapkan selamat membaharui janji imamat. Beliau menulis: “Happy Priesthood Anniversary Pastor John Laba, SDB. Terima kasih atas kesetiaan dan pelayanan sebagai gembala bagi kami semua. Tuhan berkati dengan Kesehatan dan sukacita dalam menjalani pangilan selibat sebagai imam. Amin”. Ibu Agnes adalah salah seorang anggota komunitas pelayan belas kasih Allah Santo Leopold, di mana saya menjadi moderator rohaninya. Tentu saja saya sangat terharu karena pesan dari seorang umat yang sederhana tetapi sangat mendalam. Ini benar-benar merupakan ungkapan harapan yang keluar dari dalam hatinya sebagai umat kepada imamnya. Saya juga mendapat sebuah pesan dari Ibu Fransisca Frida Sarwoto di Australia. Beliau menulis: “Saya selalu mendoakan pastor dalam rosario saya. Sehat dan bahagia selalu pastor”.

Saya bersyukur karena karya pelayanan sederhana yang saya lakukan selama ini dirasakan oleh umat sebagai bentuk kesetiaan kepada Tuhan yang memanggilku untuk mengabdi-Nya. Saya mengabdi Tuhan sebagai gembala dan sedang berusaha untuk menjadi gembala yang baik seperti Tuhan yang memanggilku. Harapan yang indah juga supaya saya bisa setia dalam hidup selibat sebagai imam. Ini adalah mahkota kekudusan seorang imam. Dan saya boleh mengatakan bahwa dalam untung dan malang saya bersama dengan Tuhan yang memanggil, menentukan dan menjadikan saya sebagai gembala bagi umat-Nya di dunia ini.

Saya mengingat Bapa suci Paus Fransiskus. Pada tanggal 21 April 2013, beliau menahbiskan imam di Vatikan. Ada satu bagian homilinya yang sangat menguatkan saya secara pribadi. Beliau berkata kepada para imam baru: “Kalian sebagai imam menjalankan tugas pengudusan dalam diri Kristus. Karena melalui pelayanan kalian, kurban spiritual umat beriman dibuat sempurna, disatukan dengan kurban Kristus, yang akan dipersembahkan melalui tangan kalian dengan cara yang tidak berdarah, darah di altar, dalam persatuan dengan umat beriman, dalam perayaan sakramen-sakramen. Maka dari itu, pahami apa yang kalian perbuat dan tiru apa yang kalian rayakan. Sebagai pelayan dari misteri wafat dan kebangkitan Tuhan, berjuanglah untuk mematikan kedosaan apapun dalam anggota kalian dan untuk berjalan dalam hidup yang baru.” Harapan Bapa paus Fransiskus ini mirip dengan harapan umat yang diwakili ibu Agnes pagi ini untuk saya supaya saya dan para imam menjalani tugas pengudusan dalam diri Kristus dengan sempurna.

Pada akhir kotbahnya itu Paus Fransiskus mengharapkan para imam untuk menjadi pribadi yang patuh. Ia berkata: “Putra-putraku, menjalankan tugas kalian dalam diri Kristus, Kepala dan Gembala, dalam persatuan dengan Uskup kalian dan tunduk kepadanya, upayakan untuk membawa umat beriman sebagai satu keluarga, supaya kalian dapat memimpin mereka kepada Allah Bapa melalui Kristus dan dalam Roh Kudus. Ingat selalu dalam pikiran kalian contoh dari si Gembala Baik yang datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani, dan datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”

Saya memaknai pesan akhir Bapa Paus Fransiskus ini dengan pembaharuan janji imamat yang kami janjikan di hadirat Tuhan pada hari istimewa ini. Ada dua janji yang selalu kami perbaharui di hadirat Tuhan dan sesama imam juga umat yakni: Pertama, saya berjanji untuk bersatu lebih erat dengan Kristus dan menjadi lebih serupa dengan-Nya, menyangkal diri dan meneguhkan janji terhadap tugas suci, yang sudah saya terima dengan bahagia pada penahbisan demi cinta akan Kristus dan Gereja-Nya. Kedua, saya berjanji menjadi pelayan misteri Allah dalam Perayaan Ekaristi Kudus dan dalam upacara liturgi lainnya, serta setia menunaikan tugas suci mengajar umat, seturut teladan Kristus, Pemimpin dan Gembala kami, bukan sebagai orang-orang yang ingin akan harta benda, tetapi semata-mata karena hasrat ingin menyelamatkan sesama. Setelah mengucapkan janji imamat ini biasanya diakhir dengan perkataan ini: “Demikianlah janji saya, semoga Tuhan memberi saya rahmat melimpah, sehingga selaku hamba setia Kristus, Imam Agung, saya dapat menghantar umat yang Engkau percayakan dalam penggembalaan kami untuk sampai kepada Kristus sumber keselamatan. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.”

Kedua janji ini berhubungan langsung dengan hidup sebagai imam dan gembala untuk mengabdi dalam untung dan malang bagi Tuhan dan sesama. Seorang imam sebagai gembala umat menjalani dengan sempurna visi dan misi Yesus ini: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19). Apa yang kami lakukan sebagai gembala bukanlah pekerjaan kami tetapi pekerjaan Yesus sendiri.

Pada hari ini, tepatnya tanggal 1 April, kami para Salesian juga mengenang Don Bosco dikanonisasi menjadi Santo pada Hari Raya Paskah tanggal 1 April 1934 oleh Paus Pius ke XI. Ada satu moment setelah Don Bosco ditahbiskan sebagai imam, di mana ibunya Margaretha memberi pesan istimewa kepadanya: “Ingat Yohanes, memulai merayakan misa berarti mulai menderita”. Perkataan yang singkat ini menjadi pedoman bagi Don Bosco sepanjang hidupnya sebagai Bapak, Guru dan Sahabat bagi kaum muda.

Saya mengucapkan limpah terima kasih kepada Tuhan, para konfrater, keluarga dan sahabat kenalan yang dengan caranya sendiri telah mendukung saya dalam segala hal untuk menapaki peziarahan imamat saya. Semoga Tuhan memberikan berkat-berkat berlimpah kepada kalian semua. Tuhan melindungi dan memberkatimu di masa pandemi ini.

P. John Laba, SDB