Homili 21 April 2021

Hari Rabu, Pekan Paskah ke-III
Kis. 8:1b-8;
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a;
Yoh. 6:35-40

Melihat dan Percaya kepada Kristus

Banyak di antara kita pasti pernah mendengar kisah-kisah seputar mukijzat Ekaristi Kudus. Salah satu mukjizat besar dalam Ekaristi terjadi pada abad ke-VIII di kota Lanciano, Italia tengah. Ketika itu ada seorang imam pertapa Basilian merasa ragu-ragu setiap kali merayakan Ekaristi, terutama pada saat mengkonsekrir hosti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus. Ia meragukan Transubstansi hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Ia sendiri bahkan sempat berniat untuk meninggalkan imamatnya karena keraguannya setiap kali merayakan Ekaristi. Artinya sambil mengangkat hosti dan anggur yang sudah dikonsekrir itu ia melihat dan bertanya apakah ini sungguh Tubuh dan Darah Kristus atau tidak. Ketika mengalami keraguan, ia selalu berdoa supaya Tuhan membebaskannya dari keraguan ini sebab dia juga kuatir akan panggilan imamatnya. Doa dan harapannya ini dikabulkan Tuhan.

Pada suatu ketika sang imam itu merayakan Ekaristi. Setelah mendoakan doa konsekrasi, matanya terbuka karena melihat Transubstansi yang sangat mengherankannya. Tangannya gementar seraya berkata kepada umat akan mukjizat yang sedang terjadi: “O, berbahagialah para saksi yang kepada mereka Tuhan berkenan menyatakan diri-Nya dalam Sakramen Mahakudus dan membuat diri-Nya terlihat oleh mata kita. Datanglah dan lihatlah pada Tuhan kita yang begitu dekat dengan kita. Inilah Tubuh dan Darah Yesus Kristus, yang kita kasihi.” Hosti dan anggur sungguh berubah, nyata menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Keraguan akan kehadiran nyata Yesus di dalam Ekaristi terjawab.

Kisah ini mengingatkan kita pada sebuah himne Ekaristi yang digubah oleh St. Thomas Aquinas dengan judul Adoro te devote. Inilah satu bagian lirik lagunya: “Adoro te devote, latens Deitas. Quæ sub his figuris vere latitas; Tibi se cor meum totum subjicit, Quia te contemplans totum deficit.” (Allah yang tersamar, Dikau kusembah. Sungguh tersembunyi, roti wujudnya. S’luruh hati hamba tunduk berserah, ‘Ku memandang Dikau, hampa lainnya). Setiap kali kita berpartisipasi dalamEkaristi, kita memandang Allah yang tersamar. Dia yang hadir dan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya dan melalui kehadiran nyata dalam Tubuh dan Darah yang kita selalu rayakan di dalam Ekaristi Kudus. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita benar-benar memandang Allah yang tersamar di dalam Ekaristi? Apakah kita sungguh menyadari kehadiran nyata Yesus di dalam Ekaristi kudus?

Selama beberapa hari terakhir ini kita mendengar diskursus Yesus tentang ‘Roti Hidup’ di dalam rumah ibadat di Kapernaun. Diskursus ekaristis ini terjadi setelah Tuhan Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang lebih di daerah Tabgha, Galilea. Dari mukjizat ini, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Yesus. Ia bahkan menegur mereka karena motivasi mereka yang keliru untuk mengikuti Yesus demi mengisi perut semata. Maka Yesus mengajar orang banyak tentang Roti Hidup. Pada hari ini kita mendengar kelanjutan perkataan Yesus tentang roti hidup. Tuhan Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Roti Hidup: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35). Setiap kali kita merayakan Ekaristi bersama, kita memandang Yesus sebagai Roti Hidup yang menghidupkan kita. Ketika kita datang kepada-Nya, Ia akan memuaskan kita dengan Tubuh-Nya yang tidak lain adalah Roti Hidup sehingga kita tidak akan lapar lagi. Ketika kita percaya kepada Yesus, kita tidak akan haus lagi.

Masalah umum yang masih ada sampai saat ini adalah ada orang yang melihat terang benderang tetapi masih tidak percaya. Yesus mengalaminya sendiri sehingga Ia berkata: “Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.” (Yoh 6:36). Imam Basilian adalah salah satu contoh imam yang sambil merayakan misa kudus meragukan imannya, terutama tentang kehadiran nyata Yesus di dalam Ekaristi. Yesus hadir untuk menyelamatkan bukan membinasakan. Pada akhirnya Tuhan Yesus mengatakan tentang kehendak Bapa di surga di samping menyelamatkan maniusia: “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” (Yoh 6:39). Kehendak Bapa yang lain adalah: “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:40).

Kata kunci yang perlu kita pegang teguh adalah ‘melihat’ dan ‘percaya.’ Seorang yang melihat berarti dia sungguh mencintai orang atau siapa saja dengan cinta kasih Tuhan. Dengan kata melihat, membantu kita untuk mengekspresikan kehangatan kasih kepada Tuhan dalam sakramen Ekaristi dan juga dengan sesama manusia. Banyak orang tidak lagi merasakan kehangatan di dalam keluarga dan komunitas. Satu hal penting adalah berusaha untuk melihat dan percaya kepada Yesus Kristus.

Iman kepada Kristus mendorong Filipus untuk menyerukan pertobatan di daerah Samaria. Ketika itu banyak orang Samaria menjadi percaya karena mendengar seruan tobat dalam nama Yesus Kristus. Nama Tuhan Yesus dan seruan tobat telah mengubah segala sesuatu. St. Lukas bersaksi bahwa ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya, mereka semua dengan bulat hati menerima apa yang diberitakannya itu. Mereka percaya kepada nama Yesus Kristus. Ada mukjizat tertentu yang terjadi saat itu: “Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat keluarlah roh-roh itu sambil berseru dengan suara keras, dan banyak juga orang lumpuh dan orang timpang yang disembuhkan. Maka sangatlah besar sukacita dalam kota itu.” (Kis 8:7-8). Kehendak Tuhan Allah bagi kita pada hari ini adalah melihat dan percaya kepada Yesus. Apakah kita sungguh melihat Yesus hadir nyata dalam Ekaristi? Apakah kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Penyelamat kita?

PJ-SDB