Food For Thought: Kasih sejati

Kasih yang sempurna

Pada malam hari ini saya menemukan sebuah pembatas buku, di mana pada salah satu sisinya terdapat sebuah kutipan perkataan dari Helen Keller. Sosok wanita yang mengubah dunia ini pernah berkata: “Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima.” Bagi saya perkataan Helen Keller ini sangat bermakna dan membuat kita merenung sambil menerima diri kita masing-masing. Helen Keller dengan segala keterbatasan fisiknya dapat menerima diri dan berani mengungkapkannya dalam perkataan seperti ini. Meskipun dia tidak dapat melihat dengan matanya sendiri namun ia tetap dapat melihat dengan hati dan merasakan sebuah keindahan. Masih ada sepasang telinga yang terbuka kepada kebenaran dan masih ada kasih yang diterima di dalam hati.

Pada hari ini saya merenung tentang kasih yang sempurna. Kasih yang sempurna itu hanya ditemukan di dalam Tuhan saja. Tuhan Yesus berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Kasih yang sempurna itu memang indah namun penuh dengan pengurbanan. Tuhan Yesus mengasihi manusia dan kasih-Nya sempurna melalui pengurbanan-Nya dengan menderita hingga wafat di kayu salib. Semua ini karena kasih. Mengapa Tuhan Yesus melakukan semua ini? Karena Dia Tuhan yang adalah kasih itu sendiri.

St. Yohanes mengatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Ia merefleksikan lebih dalam lagi tentang kesempurnaan kasih dalam ajakannya ini: “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yoh 3:18). Mudah sekali kita mengatakan mengasihi seseorang, I love you, Ti amo dan lain sebagainya. Tetapi pada kenyataannya harus selalu diperjuangkan. Kasih itu harus terus menerus diperjuangkan dan dipertahankan dalam situasi apa saja. Yohanes sangat tepat mengoreksi kita semua: mengasihi bukan hanya kata-kata kosong atau dengan lidah saja. Kasih yang benar itu nyata dalam perbuatan dan kebenaran.

Relasi antar pribadi tidak hanya sebatas perkataan saja. Para pasangan hidup tidak hanya bisa pandai berkata-kata tentang mengasihi, tetapi harus nyata di dalam perbuatannya. Kalau mengasihi hanya dalam kata-kata maka pintu kegagalan selalu terbuka. Ada pasangan hidup yang akhirnya baru sadar bahwa kata-kata itu menjadi kebohongan ketika mulai hidup bersama. Ada penyesalan karena mulut manis dan kata-kata indah sebelumnya.

Hari ini Yohanes mengoreksi kita semua. Jangan hanya menata kata tentang mengasihi. Kasih itu harus nyata dalam perbuatan dan kebenaran. Apalagi kita harus mengerti bahwa jati diri Allah adalah kasih. Maka dalam suatu relasi kasih, Allah pasti hadir. Kalau ada kebohongan maka tentu Allah tidak hadir di sana karena Allah adalah kebenaran.

Mari kita memandang Bunda Maria. Dia mengasihi Allah dengan hati yang tidak terbagi. Ia menegaskan: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Sekali Bunda Maria mengasihi, ia mengasihi selamanya. Kasih Bunda Maria penuh dengan pengorbanan. Kasih Bunda Maria adalah kasih sejati. Bagaimana dengan kita?

Tuhan memberkati, Bunda Maria mendoakan.

PJ-SDB