Homili 7 Maret 2022

Hari Senin, Pekan Pertama Prapaskah
Im. 19:1-2,11-18
Mzm. 19:8,9,10,15
Mat. 25:31-46

Jalan kekudusan kita

Kita sedang berada di hari Senin, pekan pertama Prapaskah tahun 2022. Pada Hari Minggu pertama Prapaskah ini, kita mendengar kisah tentang Tuhan Yesus yang penuh dengan Roh Kudus, dipimpin oleh Roh Kudus untuk pergi ke padang gurun dan di sana ia dicobai oleh iblis. Ada tiga jenis pencobaan yang dialami Yesus berhubungan dengan harta benda dan segala kenikmatannya, kekuasaan dan pansos atau popularitas. Ketiga pencobaan ini adalah pencobaan-pencobaan dalam hidup kita setiap hari. Kita juga sering jatuh karena satu, dua atau ketiga pencobaan ini. Kita jatuh karena ketiga pencobaan ini menghambat jalan kita untuk menjadi kudus padahal Tuhan menghendaki kita semua untuk menjadi kudus. Masa prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk merajut kembali hidup kita yang sesungguhnya untuk menjadi kudus.

Kita membaca di dalam Kitab Imamat bahwa Tuhan meminta Musa untuk mengingatkan bangsanya dengan perkataan ini: “Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus.” (Im 19:2). Tuhan yang memiliki rencana untuk segenap Jemaah Israel, untuk masing-masing kita untuk menjadi kudus karena Allah yang menciptakan kita kudus adanya. Bagaimana mewujudkan kekudusan sesuai rencana dan kehendak Tuhan? Ada satu hal yang Tuhan berikan sebagai jalan untuk menuju kekudusan atau persekutuan dengan-Nya. Hal yang dimaksudkan adalah dengan melakukan perintah-perintah Tuhan dalam hidup kita setiap hari.

Di dalam Kitab imamat kita semua diingatkan Tuhan untuk melakukan perintah-perintah Tuhan. Tuhan mengingatkan umat Israel melalui Musa: “Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya. Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu.” (Im 19:11-12). Hal lain yang Tuhan katakan adalah supaya bangsa Israel jangan memeras sesama manusia, jangan merampas, jangan menahan upah seorang pekerja harian, jangan mengutuk orang tuli, jangan menaruh batu sandungan bagi orang buta, jangan berbuat curang dalam peradilan, jangan membela orang kecil secara tidak wajar, tidak terpengaruh oleh orang-orang yang memiliki kuasa. Seharusnya mengadili orang dengan kebenaran. Jangan menyebar fitnah dan mengancam hidup sesama manusia. Tuhan juga mengharapkan supaya kita jangan membenci saudara-saudara kita di dalam hati, jangan menutut balas atau berdendam. Semua larangan ini diharapkan dapat dilakukan secara sempurna oleh bangsa Israel dalam perjalanan di padang gurun. Hal positif yang dapat dilakukan adalah berbicara terbuka dan apa adanya kepada sesama, berani menegur kalau memang orang itu bersalah. Kuncinya adalah mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri (Im 19:18).

Hal lain yang sejalan dengan menjalankan perintah-perintah Tuhan ini adalah melakukan perbuatan-perbuatan kerahiman secara jasmani. Sejalan dengan Injil Matius Bab 25, Laktansius, seorang penuis Kristen membagi tujuh karya belas kasih Allah yang kemudian dikutip di dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 2447 dikatakan bahwa ada tujuh karya belas kasih jasmani yakni Memberi makan kepada orang yang lapar, Memberi minuman kepada orang yang haus, Memberi perlindungan kepada orang kepada orang asing, Memberi pakaian kepada orang yang telanjang, Melawat orang sakit, Mengunjungi orang yang dipenjara dan Menguburkan orang mati. Ketujuh perbuatan kerahiman Allah yang bersifat jasmani ini merupakan jalan kekudusan bagi kita. Mengapa? Yesus mengatakan: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40).

Jalan kekudusan bagi kita adalah jalan kasih. Baik bacaan pertama dan kedua pada hari ini mengingatkan kita untuk bertumbuh dalam kasih Tuhan dan dengan demikian kita juga mampu mengasihi Tuhan. Di dalam Kitab Ulangan, kita membaca: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ul 6:5) dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Im 19:18). Kedua hukum kasih ini adalah jalan bagi kita untuk menjadi kudus. Kasih bukan sebuah perkataan semata tetapi menjadi nyata dalam perbuatan. St. Yohanes menulis: “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yoh 3: 18).

P. John Laba, SDB