Homili 29 April 2022

Hari Jumat Pekan Paskah ke-II
Peringatan Wajib St. Katarina dr Siena
Kis 5:34-42
Mzm 27:1.4.13-14
Yoh 6:1-15

Nama Yesus harus semakin harum

Saya secara pribadi merasa bangga ketika melihat orang-orang Katolik dapat membuat tanda salib di tempat-tempat umum. Misalnya, para public figure, olahragawan, masyarakat kecil yang tidak malu untuk membuat tanda salib di restoran saat sebelum makan, saat masuk ke dalam kendaraan umum atau dalam perayaan-perayaan umum. Seorang bapa yang duduk di samping saya dalam perjalanan dengan pesawat melihat saya berdoa rosario. Usai berdoa rosario dia bertanya kepada saya apakah saya beriman katolik. Saya pun menjawabnya ya saya beriman katolik. Dia bertanya lagi, apakah saya seorang pastor. Saya menjawabnya, ya saya seorang pastor. Kemudian ia mengatakan kepada saya: “Sejak masuk ke dalam pesawat saya sudah menebak bahwa anda adalah seorang pastor. Saya juga beriman katolik dan bangga memiliki Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.” Saya tersenyum dan turut bangga karena bertemu dengan orang katolik yang bangga karena memiliki Yesus Kristus Tuhan. Banyak orang merasa malu untuk menunjukkan dirinya sebagai orang katolik. Bagi mereka Yesus cukup nyaman dan aman di dalam hati dan tak perlu dipertontonkan kepada orang lain. Ini adalah cara membenarkan diri dari orang-orang yang imannya sebenarnya kerdil.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Jumat terakhir dalam bulan ini mengajak kita untuk ikut mengharumkan nama Yesus, sang Penyelamat kita. Santo Lukas dalam bacaan pertama menceritakan tentang perjuangan para rasul untuk mengharumkan nama Yesus, bahkan merelakan diri dihadapkan ke pengadilan. Para rasul dihadapkan ke Mahkamah Agama Yahudi. Di saat seperti ini Tuhan turut bekerja. Dia hadir dalam diri Gamaliel, seorang ahli Taurat berwibawa dan merupakan guru dari santo Paulus. Dia menunjukkan kebijaksanaannya dengan berkata: “Hai orang-orang Israel, pertimbangkanlah baik-baik, apa yang hendak kamu perbuat terhadap orang-orang ini! Sebab dahulu telah muncul si Teudas, yang mengaku dirinya seorang istimewa dan ia mempunyai kira-kira empat ratus orang pengikut; tetapi ia dibunuh dan cerai-berailah seluruh pengikutnya dan lenyap. Sesudah dia, pada waktu pendaftaran penduduk, muncullah si Yudas, seorang Galilea. Ia menyeret banyak orang dalam pemberontakannya, tetapi ia juga tewas dan cerai-berailah seluruh pengikutnya. Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah.” (Kis 5: 35-39).

Bagi saya sosok Gamaliel ini membuka wawasan kita untuk meletakkan segala harapan dan kehendak kita kepada Tuhan. Dia mengambil contoh-contoh orang-orang yang pernah mengandalkan dirinya sendiri, pada akhirnya gagal di dalam hasratnya. Kalau saja Tuhan dilibatkan dalam setiap karya dan tindakan kita maka semuanya akan baik-baik saja. Ini adalah koreksi terhadap kebiasaan kita yang selalu mengambil jalan pintas untuk mengandalakan diri kita sehingga tidak melibatkan Tuhan. Sekecil apapun yang hendak kita lakukan perlu kita lakukan bersama Tuhan.

Pemikiran Gamaliel yang bijaksana ini diterima oleh Mahkamah Agama Yahudi. Para rasul saat itu disesah dan dilarang untuk mengajar dalam nama Yesus. Meskipun menderita, namun mereka tetap merasa bahagia karena cinta mereka kepada Kristus. Santo Lukas menceritakan bahwa para rasul telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus. Setiap hari para Rasul melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias. Tidak ada ketakutan apapun dalam diri mereka karena mereka memiliki satu cita-cita yaitu mengharumkan nama Yesus.

Para rasul ini laksana air anggur yang diperas dari buah anggur murni. Untuk mendapatkan anggur dengan kualitas yang terbaik maka buah anggur itu harus diperas hingga ampasnya saja. Atau sama seperti proses pembuatan cangkir. Tukang yang membuat cangkir harus membakarnya terus menerus sampai mendapat cangkir yang indah dan berkualitas. Demikian juga hidup kita sebagai pengikut Kristus butuh pengurbanan diri yang besar bahkan nyawa menjadi taruhan. Semua dapat dilakukan karena kasih kepada Kristus.

Pengurbanan diri merupakan jalan yang tepat dalam membangun semangat untuk berbagi. Tuhan Yesus yang kita kenang paskah-Nya di dalam Ekaristi, kita mengenang pengorbanan diri-Nya. Dia membagi diri-Nya untuk mengenyangkan dan memuaskan orang-orang yang datang kepada-Nya. Kita mendengar kisah Injil yang menarik tentang penggandaan roti dan ikan. Tuhan Yesus mengajar para murid untuk berbagi dari sedikit yang mereka miliki dan ternyata dapat memuaskan lima ribu orang laki-laki belum termasuk anak-anak dan perempuan. Untuk dapat berbagi dari sedikit yang dimiliki perlu memiliki hati penuh syukur atas sedikit yang kita miliki itu. Tuhan Yesus mengajar kita dalam Injil cara bersyukur: “Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.” (Yoh 6:11).

Kisah Injil yang menarik ini menjadi semakin menarik karena nama Yesus semakin harum. Perhatikan reaksi orang-orang yang sudah dikenyangkan Yesus dan dicatat oleh Penginjil Yohanes berikut ini: “Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.” (Yoh 6:14-15). Nama Yesus semakin harum dan banyak orang semakin mengenal dan memuliakan Allah. Kita semua seharusnya mengikuti jalan yang sama. Tugas kita adalah mewartakan Yesus dan Injil-Nya kepada semua orang.

Pada hari ini kita mengenang santa Katarina dari Siena. Salah satu doanya turut menginspirasi kita semua untuk mengharumkan nama Tuhan yakni: “Engkau bagaikan misteri yang dalam sedalam lautan; semakin aku mencari, semakin aku menemukan, dan semakin aku menemukan, semakin aku mencari Engkau. Tetapi, aku tidak akan pernah merasa puas; apa yang aku terima menjadikanku semakin merindukannya. Apabila Engkau mengisi jiwaku, rasa laparku semakin bertambah, menjadikanku semakin kelaparan akan terang-Mu.” Santa Katarina dari Siena, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB