Homili 28 April 2022

Hari Kamis, Pekan Paskah II
Kis 5:27-33
Mzm 34:2.9.17-18.19-20
Yoh 3:31-36

Mentaati kehendak Allah

Menjelang liburan Eid al-Fitr atau Idul Fitri semua orang sibuk menyelesaikan pekerjaannya, menyiapkan perjalanan ‘mudik’ dan shilaturrahim dengan sanak keluarga. Hari raya seperti ini tidak lagi diklaim sebagai hari raya agama tertentu, tetapi hari raya kita semua. Saya sangat bangga dengan seorang pemuda yang barusan meniti kariernya di sebuah perusahaan. Saya bertanya kepadanya tentang jadwal liburannya tahun ini. Jawabannya sederhana tapi luar biasa: “Romo, liburan saya sudah terjadwal, namun saya mesti menyelesaikan semua pekerjaan saya sebelum mudik.” Saya bertanya kepadanya, mengapa ia tidak menunda saja dulu pekerjaan itu karena biaya transportasi pasti mahal. Dia menjawab saya, “Romo, saya mengerti situasi ini, namun sebagai seorang karyawan, saya mesti berdisplin dan mentaati semua kebijakan dari perusahaan.” Saya mengatakan bangga karena usianya masih muda tetapi sudah memiliki pendirian yang matang, disiplin hidup yang baik. Mungkin pemuda ini adalah orang langka. Banyak orang memilih ‘makan gaji buta’ dan kalau saja gajinya lambat maka mereka akan memberontak kepada perusahaan. Padahal kinerjanya masih rendah karena di otaknya hanya duit untuk melunasi utangnya menjelang hari raya ini.

Pengalaman adalah guru kehidupan. Kita mesti belajar untuk memperbaiki diri kita dari saat ke saat. Memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi adalah bukti ketaatan kita kepada Tuhan dan sesama. Semakin kita mendengar, semakin kita juga menjadi taat. Semakin kita menjadi taat maka kita akan mampu untuk mengasihi. Dari kisah singkat orang muda yang baru mulai terjun di dunia kerja, saya merasa yakin bahwa dia adalah sosok yang mampu mendengar, dan dengan demikian dia menjadi pribadi yang berdisiplin dan taat. Makanya jelas sekali dia mencintai karier yang barusan dirintis ini. Kalau saja dia tidak memiliki kemampuan untuk mendengar maka dia juga tidak mampu untuk menjadi pribadi yang taat dan mencintai.

Hari ini kita mendengar Sabda Allah yang indah. Kita memfokuskan perhatian kita pada sosok para murid yang digambarkan santo Lukas di dalam bacaan pertama. Para rasul Yesus Kristus menunjukkan sikap pemuridan yang luar biasa. Mereka sudah mendengar, berusaha untuk mentaati dan mengasihi Kristus sampai tuntas. Dalam situasi apapun, ketaatan selalu membawa mereka kepada cinta kasih penuh pengurbanan. Diceritakan bahwa kepala pengawal Bait Allah dan rekan-rekannya menangkap para rasul yang sedang mengajar tentang Yesus di dalam Bait Allah untuk dipertemukan dengan Mahkamah Agama Yahudi. Imam besar saat itu menegur mereka dengan berkata: “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami.” (Kis 5:28). Para Rasul sangat taat pada kehendak Tuhan Yesus yang berkata: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:19-20). Perkataan Yesus dan dengan kuasa dari Roh Allah sendiri memampukan para rasul untuk berani bersaksi dan menunjukkan ketaatan mereka kepada Tuhan.

Para rasul memiliki kemampuan untuk menjadi taat kepada kehendak Tuhan. Mereka taat untuk bersakasi tentang pribadi Yesus Kristus yang mereka ikuti. Sebab itu Petrus dan teman-temannya berkata: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” (Kis 5:29-32). Perhatikanlah isi pembicaraan Petrus dan teman-temannya ini: kesadaran untuk mentaati kehendak Allah melebihi kehendak manusia. Yesus adalah pemimpin dan Juruselamat. Buah dari kesaksian adalah pertobatan sejati. Sikap batin para rasul ini patut kita miliki sebagai Gereja saat ini. Gereja perdana begitu berani bersaksi maka kita pun haru lebih berani bersaksi karena kasih Kristus.

Dalam bacaan Injil kita mendengar perkataan berupa kesaksian Yohanes Pembaptis tentang Yesus. Sebuah kesaksian tentang Yesus sungguh-sunggu manusia dan sungguh-sungguh Allah. Yohanes berkata: “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.” Tuhan Yesus berasal dari atas maka memang di atas semuanya. Kita mengingat perkataan St. Paulus ketika berkata: “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:10-11). Yesus menjadi segalanya karena berasal dari atas.

Yesus adalah Utusan Bapa. Dia memberi kesaksian tentang apa yang Ia lihat dan dengar tetapi sayang sekali karena tidak ada orang yang menerima kesaksian-Nya. Dia sendiri melihat dan mendengar dari Bapa maka Ia juga mencintai Bapa. Ia berkata: “Aku dan Bapa adalah satu”. Persekutuan itu ditandai dengan penyerahan segala sesuatu dari pihak Bapa kepada Yesus sebagai Anak. Anak juga setia menyampaikan setiap perkataan Bapa kepada manusia. Yesus sendiri sebagai Anak memberi kesaksian sehingga orang yang menerima kesaksian itu akan mengakui bahwa Allah adalah benar. Kita perlu berusaha untuk selalu percaya kepada Tuhan. Yohanes berkata: “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” (Yoh 3:36).

Masa paskah membantu kita untuk senantiasa memandang Yesus yang bangkit dengan mulia. Peristiwa paskah merupakan peristiwa Yesus mentaati kehendak Bapa karena kasih. Kita pun dipanggil untuk mentaati kehendak Bapa karena kasih yang tiada batasnya sama seperti yang Tuhan tunjukkan kepada kita.

P. John Laba, SDB