Homili 4 Juli 2022

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XIV
Hos. 2:13,14b-15,18-19
Mzm. 145:2-3,4-5,6-7,8-9
Mat. 9:18-26

Kuasa menyembuhkan

Saya sangat menghormati seorang dokter yang pernah merawat saya. Dia mengatakan: “Saya merasa yakin bahwa Romo adalah milik Tuhan. Sekarang ini Romo datang untuk berobat dan mau memperoleh kesembuhan. Nah, percayakan dirimu kepada Tuhan, biarlah Dia turut bekerja melalui intervensi medis dan obat-obatan ini sehingga bisa mengalami kesembuhan.” Selanjutnya dia mengajak untuk berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Ini adalah sebuah pengalaman yang tidak terlupakan dalam hidup saya. Ada juga pengalaman lain dari seorang ibu. Dia mengalami stroke ringan di batang otak dan dirawat oleh seorang dokter. Dokter itu mengatakan kepadanya: “Ibu berdoa saja kepada Tuhanmu, siapa tahu Dia dapat menyembuhkanmu.” Beberapa minggu kemudian, datanglah ibu itu untuk berkonsultasi lagi. Dokter itu merasa kaget karena ibu itu sembuh total. Ia lalu berkata: “Sungguh luar biasa Tuhanmu. Ia telah menyembuhkanmu secara total”. Kita perlu dan harus mengatakan bahwa Mukjizat itu sungguh nyata. Tuhan turut bekerja di dalam hidup kita setiap hari, setiap saat kehidupan kita.

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus dalam Injil yang begitu luar biasa. Ada dua mukjizat yang menakjubkan. Mukjizat penyembuhan yang Tuhan lakukan untuk dua orang wanita yang beda generasi. Mukijzat pertama terjadi karena iman orang tua dari seorang gadis remaja yang barusan meninggal dunia. Dia adalah seorang kepala rumah ibadat yang tentu saja selalu melayani Tuhan siang dan malam di rumah ibadat. Yesus berjalan menuju ke rumah gadis itu dan terbukti bahwa dia memang sudah meninggal dunia. Bunyi seruling menandakan duka di dalam keluarga itu. Namun Tuhan Yesus berkata kepada mereka: “Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur.” (Mat 9:24). Apa yang dilakukan Yesus? Ia masuk ke dalam rumah dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. Ia hidup kembali karena iman dari ayahandanya.

Mukjizat kedua dialami oleh seorang Wanita yang sudah dua belas tahun mengalami pendarahan. Yesus sedang berjalan menuju ke rumah gadis tanpa nama yang barusan meninggal dunia. Wanita itu melihat Yesus dan percaya bahwa Tuhan Yesus akan menyembuhkannya. Dan benar, dia sembuh secara ajaib dengan hanya menjamah ujung jubah Yesus dan ia sembuh total. Apa yang dilakukan Yesus? Yesus tahu isi hati Wanita itu maka Ia memandangnya dan berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Mat 9:22). Wanita itu mengimani Yesus dan imannya itu menyelamatkan dia.

Kedua kisah ini sangat menarik. Tuhan Yesus datang untuk menyembuhkan semua orang. Keselamatan hanya dalam nama Yesus. Karena itu, gadis yang sudah meninggal tidak disebutkan namanya. Wanita yang mengalami sakit pendarahan juga tidak disebutkan namanya. Penginjil mau mengarahkan kita pada sosok Yesus yang menyelamatkan semua orang. Kuncinya adalah pada iman dan kepercayaan kepada Yesus. Kita percaya bahwa hanya dalam nama Yesus ada keselamatan.
Mengapa Tuhan melakukan semuanya ini? Karena Tuhan sungguh mengasihi manusia. Dia Maharahim dan tidak menghitung-hitung dosa manusia. Kerahiman Tuhan diwartakan oleh Hosea dalam bacaan pertama. Kita mendengar perkataan ini: “Sebab itu, sesungguhnya, Aku ini akan membujuk dia, dan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya. Aku akan memberikan kepadanya kebun anggurnya dari sana, dan membuat lembah Akhor menjadi pintu pengharapan. Maka dia akan merelakan diri di sana seperti pada masa mudanya, seperti pada waktu dia berangkat keluar dari tanah Mesir.” (Hos 2: 13-14). Manusia boleh berdosa tetapi Dia tetap menyelamatkan manusia. Mengapa? Karena Tuhan adalah kasih.

Kasih Tuhan menyembuhkan kita semua. Kemurahan Tuhan menyelamatkan kita semua. Bukan hanya orang berdosa di Samaria yang mendapat pewartaan Hosea, bukan hanya dua Wanita tanpa nama yang mengalami kesembuhan. Kita semua yang percaya kepada Tuhan akan mengalami kesembuhan dan keselamatan. Kita patut berterima kasih kepada Tuhan karena Dia memberi iman sebagai anugerah yang menyelamatkan kami.

P. John Laba, SDB