Homili 29 Juli 2022 – Santa Marta, Maria dan Lazarus

Peringatan Wajib St. Marta, Maria dan Lazarus
1 Yoh. 4:7-16
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9,10-11
Yoh. 11:19-27

Bersahabat dengan Yesus

Tuhan Yesus selalu istimewa bagi setiap orang beriman. Setiap perkataan-Nya memiliki kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang bisa mengubah hidup manusia. Salah satu perkataan yang mengubah hidup saya adalah perkataan Yesus dalam amanat perpisahan dengan para murid-Nya. Ia berkata: “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yoh 15:14-15). Hal yang membuat saya berubah dalam hidup adalah bahwa Yesus adalah Tuhan kita. Dia bersahabat dengan manusia, menyapa manusia: “Kamu adalah sahabat-Ku”. Tuhan bisa merelakan diri-Nya menjadi sahabat manusia yang berdosa. Kelemahan manusia seperti saya adalah betapa sulitnya menjadi sahabat bagi sesame yang lain. Ternyata masih ada kebiasaan memilih-milih orang untuk menjadi sahabat, sedangkan Tuhan yang diimani menyapa manusia yang melakukan perintah-perintah-Nya, “Kamu adalah sahabat-Ku.” Semoga Tuhan Yesus mau mengubah hidupku, hidupmu dan hidup kita semua supaya berjalan bersama sebagai sahabat.

Pada hari ini kita mengenang tiga orang sahabat Yesus. Ketiga sahabat Yesus yang dimaksud adalah Marta, Maria dan Lazarus. Sosok Martha. Nama Marta dalam Bahasa Aram berarti ibu. Itu sebabnya ada beberapa momen di dalam Kitab Suci yang menggambarkan kehidupan pribadi Marta. Pertama, Marta sebagai ibu rumah sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk melayani Yesus dan para murid-Nya sementara Maria duduk dan mendengar setiap perkataan Yesus. Ia lalu mengadu kepada Yesus: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah ia membantu aku.” (Luk 10:38-40). Reaksi Yesus atas pengaduan ini, pertama-tama tentang apa yang dikerjakan Marta: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara (Luk 10:41), dan apa yang terbaik yang seharusnya bisa dilakukan juga oleh Marta seperti dilakukan adiknya: “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:42).

Kedua, ketika Lazarus saudaranya meninggal dunia. Marta merasa cemas sehingga dia mencari Yesus untuk bertemu dengan-Nya. Ketika berjumpa dengan Yesus ia menunjukkan kecemasannya dengan berkata: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” (Yoh 11:21). Di balik rasa cemas yang sangat manusiawi ini, ia masih memiliki iman. Perhatikan dialognya bersama Yesus yang menunjukkan imannya begitu kuat: “Saudaramu akan bangkit.” Kata Marta: “Aku tahu, ia akan bangkit, pada waktu orang-orang dibangkitkan pada akhir zaman.” Yesus menjawab: “Akulah kebangkitan dan Hidup, barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup, walaupun ia sudah mati. (Yoh 11:22-25). Ini merupakan iman Marta pada janji dan perkataan Yesus. Marta juga menunjukkan imannya kepada pribadi Yesus: “Setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. jawab Marta: “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias.” (Yoh 11:26-27). Dua hal yang sangat penting dalam persahabatan antara Martha dan Yesus adalah bahwa Martha percaya pada janji Tuhan dan pada pribadi Yesus. Iman Martha menjadi nyata dalam kebangkitan Lazarus saudaranya.

Sosok Maria. Maria berarti pribadi yang memiliki kasih seluas samudera. Maria ini duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataanNya. (Luk 10:39b). Yesus memberikan apresiasi kepadanua bahwa ia telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. (Luk 10:42b). Sebagai sahabat Yesus, Maria dan kakaknya Marta berkata kepada Yesus: “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.” (Yoh 11:1-3). Ketika itu Marta berkata kepada Yesus: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil Maria dan berkata: “Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau.” Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus. (Yoh 11:24,28-29). Ketika Maria bertemu dengan Yesus ia menunjukkan dirinya sebagai sahabat yang membutuhkan Yesus. Dia juga menunjukkan duka cita sebagai seorang saudari perempuan dari Lazarus di hadapan Yesus. Ketika itu Maria tersungkur di depan kaki Yesus dan berkata: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” (Yoh 11:32). Yesus pun menunjukkan dukacita-Nya karena kematian Lazarus. Ketika Yesus melihat Marta menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia maka masgullah hatiNya, Ia sangat terharu. (Yoh 11:33). Maria juga memberi yang terbaik untuk mengenang paskah Yesus. Ketika menjamu Yesus dirumahnya, ia mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus, dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. (Yoh 12:3).

Sosok Lazarus. Nama Lazarus berarti Tuhan telah menolong. Saudari-saudarinya adalah Martha dan Maria. Mereka bertiga sebagai sahabat Yesus. Lazarus pernah sakit dan meninggal dunia. Atas permohonan kedua saudarinya maka ia pun dibangkitkan oleh Yesus. Penginjil Yohanes bersaksi: “Sesudah Yesus berkata kepada Bapa, maka berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah keluar!” Orang yang telah mati itu datang keluar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarlah ia pergi.” (Yoh 11:43-44). Tuhan menolongnya dengan membangkitkan dari kematian. Kebangkitan Lazarus menimbulkan pertentangan. Penginjil Yohanes bersaksi: “Lalu Imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus.” (Yoh 12:10-11).

Persahabatan ketiga bersaudara dengan Yesus begitu akrab karena kasih. Yesus sendiri adalah tanda kasih Bapa kepada manusia. Dia datang untuk menjadi sahabat bagi manusia yang lemah dan berdosa. Dia tidak menyapa kita sebagai hamba tetapi sahabat yang berempati dengan manusia yang hidup dan yang sudah meninggal dunia. Perasaan empati ini yang harus kita miliki di dalam hidup kita setiap hari, sebagai kesaksian bahwa Allah adalah kasih.

P. John Laba, SDB