Food For Thought: Meminta jatah kursi

Meminta jatah kursi

Menjelang tahun politik 2024, para pimpinan partai politik di negeri +62 tercinta ini melakukan berbagai macam manuver politiknya. Biasanya ada saja alasan yang nampak keluar dari bibir mereka yakni ‘untuk bersilaturahim’ (menjalin kembali hubungan kekeluargaan) atau ‘bersilaturahmi’ (menjalin hubungan kasih sayang), meskipun yang lebih banyak mereka bicarakan adalah hal-hal menyangkut koalisi politik, yang ujung-ujungnya adalah pada jatah kursi untuk sebuah kekuasaan. Para politikus memang mengaktualisasikan dirinya dalam sebuah kekuasaan atau kursi tertentu.

Pada hari ini kita berhadapan dengan sosok dan realitas yang sangat berbeda untuk memiliki jatah kursi:

Pertama, Tuhan Yesus Kristus. Penginjil Matius menceritakan tentang rencana Yesus untuk pergi ke Yerusalem bersama keduabelasan-Nya. Dan untuk ketiga kalinya penginjil Matius menceritakan bahwa Yesus memberitahukan secara terang benderang penderitaan-Nya kepada mereka. Ia berkata: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 20:18-19). Jatah kursi Yesus adalah melayani dan menyelamatkan manusia.

Kedua, ambisi para murid inti untuk berkuasa. Diceritakan tentang hadirnya ibunda anak-anak Zebedeus yakni Yakobus dan Yohanes yang berada di lingkaran inti murid Yesus bersama Petrus. Sang ibu mengetahui kemampuan kedua anaknya maka ia tidak segan-segan meminta jatah kursi pada Yesus untuk mereka. Namun jawaban Yesus sungguh di luar dugaan. Bagi Yesus, Seorang murid bisa saja menyerupai-Nya karena meminum cawan yang sama, atau menderita bersama Yesus, namun hal jatah kursi itu adalah hak prerogatif Bapa di Surga. Kekuasaan itu sangat menggoda manusia.

Lalu?

Bagi Yesus, hal yang terpenting untuk berjalan mengiringi-Nya dari dekat ke Yerusalem bukan pada soal mencari jatah kursi atau mencari kekuasaan dan popularitas, melainkan untuk menjadi hamba yang siap untuk melayani. Yesus sang Anak Allah saja rela berkenosis, merendahkan diri, serupa dengan hamba untuk melayani manusia yang berdosa. Dialah damai kita dengan Bapa (Ef 2:14).

P. John Laba, SDB