Homili 8 Maret 2023

Hari Rabu, Pekan II Prapasakah
Yer. 18:18-20
Mzm. 31:5-6,14,15-16
Mat. 20:17-28

Mengikuti Jejak Kristus

Kita semua sedang mengikuti jejak Kristus yang satu dan sama karena Sakramen Pembaptisan. Dan tentu saja merupakan suatu kebanggaan ketika kita mendapat julukan sebagai pengikut Kristus atau orang Kristen. Kristen berarti menjadi Kristus kecil di dunia ini. Saya sebagai seorang imam dan semua saudari dan saudara yang menghayati hidup bakti memiliki satu tujuan yang sama yaitu mengikuti Yesus Kristus dari dekat atau mengikuti Yesus lebih dekat lagi. Tentu saja ini adalah sebuah tujuan yang mulia karena ada tekad yang bulat atau komitmen untuk mengikuti Yesus yang taat, miskin dan murni. Mengikuti Yesus dengan menyangkal diri, dan memikul salib setiap hari. Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:10-12).

Saya teringat pada santa Theresia dari Kalkuta yang berkata: ‘’Mengikut Yesus itu sederhana, tetapi tidak mudah. Cintailah sampai tersakiti, dan kemudian cintailah lebih banyak lagi.” Perkataan Santa Theresia dari Kalkuta ini sungguh nyata. Mengikuti Yesus Kristus dari dekat atau lebih dekat lagi berarti semakin menyerupai-Nya dalam segala hal. Pertanyaannya adalah apakah setiap pribadi tetap pada komitmennya untuk sampai tersakiti atau menderita karena Kristus? Apakah setiap orang Kristen siap untuk dianiaya sebab kebenaran, dicela dan difitnah di dalam hidupnya? Atau yang terjadi justru rasa takut yang berlebihan, menjadi murtad demi uang dan popularitas, bermental bekicot dan ambisi-ambisi tertentu?

Penginjil Matius membuka hari baru ini dengan menceritakan perjalanan Yesus dan para murid-Nya menuju ke Yerusalem. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk menyampaikan warta penderitaan-Nya. Di dalam Injil Matius, sebanyak empat kali Yesus menyampaikan warta penderitaan-Nya yakni dalam 16:21-28; 17:22-23; 20:17-19 dan 26:1-2. Perikop kita hari ini merupakan pemberitahuan atau warta penderitaan yang ketiga, di mana Yesus betkata: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 20:18-19). Yesus menunjukkan diri sebagai Mesias yang menderita: diolok-olok, disesah, disalibkan dan Mesias yang jaya karena pada hari ketiga Ia dibangkitkan setelah wafat dan menghuni perut bumi. Penderitaan Kristus memiliki kemiripan dengan penderitaan nabi Yeremia (Yer 18:18-20). Dia menderita karena rencana dan persekongkolan orang-orang yang selalu dekat dengannya. Di hadapan penderitaan itu Yeremia tetap berpegang teguh pada Tuhan.

Sambil mata kita tertuju pada sosok Yesus sang Mesias yang menderita, penginjil Matius juga menghadirkan sisi kelemahan manusia yang ambisius, mencari dan meminta kekuasaan. Kita mengingat bahwa dari tiga godaan yang dialami Yesus di padang gurun, salah satunya adalah godaan akan kekuasaan. Iblis tahu bahwa manusia memiliki satu titik kelemahan yaitu dalam hal hasrat untuk berkuasa. Dikisahkan bahwa ibunda dan anak-anak Zebedeus yakni Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus untuk meminta ‘jatah kursi’ di sebelah kanan dan kiri Yesus. Yesus langsung mengingatkan kedua bersaudara ini bahwa sebagai murid, mereka akan meminum cawan-Nya, artinya akan menderita serupa dengan Yesus sendiri, namun hal duduk di sisi kanan dan kiri seluruhnya adalah kehendak Bapa. Tentu saja sikap ambisius kedua bersaudara dengan meminta jatah kursi kekuasaan ini menimbulkan percekcokan di antara para murid Yesus. Penginjil Matius sebelumnya juga menceritakan sikap ambisius para murid Yesus. Mereka mempersoalkan siapa yang terbesar di dalam Kerajaan Surga (Mat. 18). Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20:26-28).

Kita mengikuti Tuhan Yesus sebagai Anak Allah yang lemah lembut dan rendah hati. Kita semua datang kepada-Nya dan tinggal bersama-Nya. Dia menjadi yang terbesar di antara kita karena Ia melayani manusia berdosa sebagai pelayan, Dia adalah Anak Allah yang rela menjadi seorang hamba. Hal ini sesuai dengan tujuan kedatangan-Nya ke dunia yakni untuk melayani bukan untuk dilayani. Berkaitan dengan penderitaan Kristus, kita diingatkan pada perkataan santo Paulus: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:5-8).

Tentu saja Yesus tidak semata-mata digambarkan sebagai Dia yang menderita saja. Dia juga mengatakan bahwa pada hari yang ketiga akan dibangkitkan. Berkaitan dengan ini Santo Paulus mengatakan: “Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:9-11). Tuhan Yesus selalu luar biasa bagi kita semua. Maka layaklah kita mengikuti jejak-Nya: menderita dan bangkit bersama Dia. Tuhan Yesus berkata: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24) Inilah jalan yang kita lewati bersama Kristus dengan bangga. Para martir yang menumpahkan darah sebagai benih bagi suburnya iman Kristiani juga menyerahkan nyawa dengan bangga karena mencintai Kristus. Jalan penderitaan hingga kejayaan kebangkitan haruslah menjadi jalan kita yang tepat dalam masa prapaskah ini. Dan kita tidak sendirian, kita berjalan bersama Yesus dan saudara-saudara kita yang yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel (KLMTD).

P. John Laba, SDB