Homili 10 Maret 2023

Hari Jumat Pekan II Prapaskah
Kej. 37:3-4,12-13a,17b-28
Mzm. 105:16-17,18-19,20-21
Mat. 21:33-43,45-46

Kasih Allah begitu besar

Masa Retret Agung adalah sebuah kesempatan bagi kita semua untuk merasakan dan mengalami sendiri kasih Allah yang begitu besar kepada kita. Kita semua mengingat sebuah percakapan antara Tuhan Yesus dan Nikodemus di dalam Injil Yohanes. Pada saat itu Yesus berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Kasih Allah kepada manusia begitu besar, sebuah kasih penuh pengorbanan dan sungguh luar biasa. Kita patut bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya yang begitu besar kepada kita.

Tuhan Yesus menyapa kita hari ini dengan sebuah perumpamaan tentang kebun anggur. Tuan tanah yang menjadi pemilik kebun anggur itu begitu baik. Dia berusaha menyiapkan kebun anggur dengan segala kenyamanan dan perlindungan. Tidak ada sesuatu yang kurang dari sang tuan tanah untuk menyiapkan kebun anggurnya. Dikisahkan: “Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu.” (Mat 21:33). Dia lalu menyewakan kebun anggur itu kepada para penggarap. Sosok para penggarap kebun anggur adalah mula-mula mereka orang baik tetapi kemudian menjadi tamak dan berlaku jahat. Mereka merampas apa yang bukan menjadi hak mereka, bahkan para utusan dan anak tunggal sang tuan tanah saja mengalami kekerasan fisik hingga tewas di kebun anggur. Tentu saja sikap tamak dan jahat ini mendapat balasan setimpal. Sang Tuan tanah itu membinasakan para peggarap dan menyewakan kebun anggur itu kepada penggarap lain yang akan menyerahkan hasil tepat pada waktunya.

Apa yang kita tangkap dari kisah ini? Sang tuan tanah tidak lain adalah Tuhan sang Pencipta. Dia menjadikan segala sesuatu baik adanya, tak ada yang kurang. Penggarap-penggarap pertama adalah bangsa Israel. Gereja perdana merenungkan kisah Injil ini dengan melihat hubungan istimewa antara Tuhan Allah dengan para bapa bangsa dan juga bangsa Israel hingga sejarah keselamatan kita. Tuhan tidak henti-hentinya mengirimkan para nabi untuk berbicara atas nama-Nya bahkan Dia sendiri mengutus Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal. Namun mereka semua mengalami kekerasan fisik hingga kematian yang tragis. Sangat disayangkan karena orang-orang tidak nendengar para utusan Tuhan ini. Hati mereka keras di hadirat Tuhan (Yer 7:24 dst dan 9:13 dst).

Bagaimana dengan pembinasaan yang dialami para penggarap kebun anggur? Dalam sejarah Israel, Bait Allah pertama disebut Bait Salomo, dibangun pada tahun 957 SM dan dihancurkan oleh Babel pada tahun 586 SM. Menurut Kitab Suci Ibrani dan Perjanjian Lama, Bait Salomo dibangun untuk menggantikan Kemah Suci yang dibangun Musa. Bait Kedua dibangun ulang di tempat yang sama pada tahun 515 SM dan hancur pada peristiwa Pengepungan Romawi atas Yerusalem pada tahun 70 M. Pembinasaan Bait Allah ini sungguh terjadi.

Kerajaan Allah menjadi nyata di dalam diri Yesus Kristus sang Batu Penjuru hidup kita. Kita mengingat perkataan Raja Daud di dalam Kitab Mazmur: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” (Mzm 118:22-23). Yesus adalah buah kasih Allah yang begitu besar kepada kita. Kita patut mensyukuri kasih Allah ini dan berusaha untuk menumbuhkan Kerajaan Allah di dunia ini, menjadi sebuah dunia yang jauh dari kekerasan dan ketamakan, sebuah dunia yang penuh dengan kedamaian dan kasih di antara kita. Tentu saja kita perlu mulai dalam diri, keluarga dan lingkungan kita.

Segala kecemburuan dan iri hati ada di dalam hidup kita. Kita mendengar di dalam bacaan pertama bagaimana anak-anak Yakub bersikap iri hati, dengki dan cemburu kepada Yusuf saudara mereka. Mereka bahkan berlaku kasar secara fisik dan verbal kepadanya. Yakub adalah ayah yang baik tetapi anak-anaknya bersikap jahat dan penipu. Mereka berlaku jahat kepada Yusuf dengan memasukannya ke dalam sumur tua dan menjualnya kepada orang-orang Ismael dengan harga dua puluh syikal perak. Mereka juga membohongi ayah mereka Yakub yang baik kepada mereka semua. Lihatlah, selalu ada sosok ayah yang baik dan anak-anak yang mudah berbuat jahat, bahkan kepada saudaranya sendiri. Pengalaman Yusuf adalah pengalaman Yesus sendiri. Dia juga menjadi Batu Penjuru karena dibuang oleh para tukang bangunan yang tidak lain adalah saudara-saudara orang Yahudi sendiri. Yesus dijual oleh Yudas Iskariot seharga Tiga puluh keping perak (Mat 26:15). Ia juga mendapat siksaan dengan memikul salib, wafat dan masuk ke dalam perut bumi hingga bangkit pada hari ketiga. Yusuf menyelamatkan saudara-saudaranya di saat mereka lapar. Yesus memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani, tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan kita.

Mata kita semua tertuju kepada Yesus, Batu Penjuru dan satu-satunya Penyelamat kita. Dari Yesus kita belajar betapa besar kasih Allah kepada manusia yang berdosa. Dari Yesus kita belajar bahwa kasih itu penuh dengan pengorbanan. Tuhan Yesus berkata: “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Mat 24:13). Bagaimana dengan kita? Kasih Allah yang begitu besar haruslah menjadi bagian dari hidup kita.

P. John Laba, SDB