Homili Hari Minggu Prapaskah IIIA – 2023

HARI MINGGU PRAPASKAH III/A
Kel. 17:3-7
Mzm. 95:1-2,6-7,8-9
Rm. 5:1-2,5-8
Yoh. 4:5-42

Air Hidup yang menghidupkan

Selamat memasuki Hari Minggu III Prapaskah tahun A. Pada pekan Prapasakah III ini, para katekumen dibantu untuk semakin membuka diri bagi Air Hidup yang akan diberikan Yesus kepada mereka di hari pembaptisan pada malam Paskah. Mereka masuk ke dalam gereja dan mulai hari Minggu ini dan juga dua hari Minggu ke depan, mereka akan menerima doa-doa kuno yang disebut pemeriksaan (the scrutinies). Melalui doa-doa ini, kita memohon kepada Tuhan untuk memeriksa dan memurnikan hati para katekumen supaya mereka layak menerima air baptisan yang tidak lain merupakan Air Hidup bagi mereka.

Air adalah kebutuhan vital. Di mana-mana orang berteriak meminta tolong untuk mendapatkan ‘air bersih’. Artinya masih banyak orang yang merasa haus dan membutuhkan air untuk berbagai keperluan hidupnya. Banyak petani yang bersyukur karena air itu vital untuk area pertanian yang sedang dikelolanya, tanpa air yang cukup mereka akan mengalami kesulitan. Dalam bacaan pertama hari ini, kita mendengar bahwa umat Israel ketika berada di padang gurun merasa haus dan bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa untuk meminta air minum. Musa berbincang-bincang dengan Tuhan dan Ia mengijinkan Musa untuk memukul gunung batu di Horeb supaya bisa memberikan air kepada mereka. Sayang sekali karena ada kelemahan-kelemahan tertentu dari bangsa Israel saat itu yakni suka bersungut-sungut, bertengkar dan mencobai Tuhan dengan bertanya: “Adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel 17:7). Tuhan menunjukkan kasih dan kebaikan-Nya namun balasan dari bangsa pilihan-Nya adalah seperti ini.

Dalam bacaan Injil, dikisahkan bahwa Tuhan Yesus sedang melakukan perjalanan bersama para murid-Nya hingga tiba di Sikhar, sebuah kota di daerah Samaria. Pada jam 12 siang, Ia merasa haus dan meminta air minum kepada seorang perempuan Samaria. Namun perempuan itu menolak karena alasan hubungan yang tidak baik antara orang Yudea dan Samaria. Tuhan Yesus membuka iman perempuan itu dengan berkata: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.” (Yohanes 4:10) . Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa Dia adalah air yang hidup, tetapi Ia berkata bahwa Dia akan memberi air hidup kepadanya, dan ketika dia menerimanya, dia tidak akan pernah haus lagi. Perempuan itu dengan polosnya berkata: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.” (Yoh 14:15). Pada akhirnya perempuan dan seluruh warga Sikhar percaya bahwa Yesus adalah nabi dan Mesias yang memberikan air hidup dan mereka semua percaya kepada-Nya.

Air hidup bukan hanya sekedar air saja. Nantinya, di dalam Bait Allah, Tuhan Yesus dengan jelas berkata: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.” (Yoh. 7:37-39). Di sini jelas bahwa air yang dimaksudkan Yesus adalah Roh Kudus. Dan tepat sekali perkataan Santo Paulus: “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5:5). Memang ketika dibaptis, kita mendapat pencurahan Roh Kudus untuk pertama kalinya.

Mari kita mendengar apa kata dua orang kudus besar di dalam Gereja yakni Santo Hipolitus dan Santo Basilius Agung. Pertama, Santo Hippolytus (170-236 M), seorang penulis dan teolog Kristen mula-mula yang tinggal di Roma, menjelaskan pentingnya pekerjaan Roh Kudus di dalam diri kita: “Inilah air Roh: Air itu menyegarkan firdaus, memperkaya bumi, memberi kehidupan kepada makhluk hidup. Ini adalah air baptisan Kristus; ini adalah hidup kita. Jika Anda pergi dengan iman kepada mata air yang memperbaharui ini, Anda meninggalkan Iblis sebagai musuh Anda dan mengakui Kristus sebagai Allahmu. Anda berhenti menjadi budak dan menjadi anak angkat. Anda keluar dengan bersinar seperti matahari dan cemerlang dengan keadilan. Engkau keluar sebagai anak Allah dan sesama ahli waris dengan Kristus.” (Dari sebuah khotbah, tentang Epiphany)

Kedua, Santo Basilius Agung (330-379 M) berbicara dengan cara yang sama: “Roh Kudus memulihkan firdaus kepada kita dan jalan menuju surga dan pengangkatan sebagai anak-anak Allah; Ia menanamkan keyakinan bahwa kita dapat memanggil Allah sebagai Bapa yang sesungguhnya dan mengaruniakan kepada kita kasih karunia Kristus untuk menjadi anak-anak terang dan menikmati kemuliaan yang kekal. Singkatnya, Ia menganugerahkan kepenuhan berkat di dunia ini dan di dunia yang akan datang; karena kita dapat merenungkan dalam cermin iman hal-hal yang dijanjikan yang suatu hari nanti akan kita nikmati. Jika ini adalah rasa pendahuluan, apakah yang akan terjadi pada kenyataannya? Jika ini adalah buah sulung, apakah yang akan menjadi tuaiannya?” (Dari risalah tentang Roh Kudus)

Masa Prapaskah menyadarkan kita bahwa Yesus masih merasa haus untuk memberikan air hidup kepada kita yakni Roh-Nya sendiri, hanya kita saja yang tidak menyadari kehausan-Nya. Kita masih seperti Bangsa Isarel di Masa dan Meriba karena kedegilan hati kita (Kel 17:7). Mari kita berusaha untuk terus membaharui hidup kita dengan bertobat. Inilah saat yang tepat untuk mendapatkan kasih karunia Allah yang dicurahkan ke dalam hati supaya kita menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Kita mendoakan para katekemumen untuk memperoleh hidup baru dalam Roh dan percaya bahwa air hidup dapat menghidupkan mereka.

P. John Laba, SDB