Homili 27 Maret 2023

Hari Senin, Pekan V Prapaskah
Dan. 13:41c-62
Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6
Yoh. 8:1-11

Hormatilah Martabat Perempuan

Hormatilah martabat perempuan! Ini adalah sebuah seruan untuk memperjuangkan martabat perempuan di seluruh dunia. Kita mengingat sebuah seruan Paus Fransiskus pada tanggal 5 Februari 2023 yang lalu, yang kiranya membuka mata seluruh negara Sudan bahwa perempuan Sudan adalah kunci bagi pembangunan damai di Sudan Selatan. Inilah seruan Paus Fransiskus di Sudan: “Jika perempuan Sudan Selatan diberi kesempatan untuk berkembang, memiliki ruang untuk menjadi produktif, Sudan Selatan akan berubah. Tolong, lindungi, hormati, hargai, dan hargai setiap perempuan, setiap gadis, remaja putri, ibu, dan nenek, jika tidak, tidak akan ada masa depan.” Bagi saya, seruan Bapa suci ini menandakan sebuah komitmen Gereja Katolik untuk memperjuangkan persamaan kedudukan manusia perempaun dan laki-laki di atas dunia ini.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok dua perempuan dan sosok dua laki-laki yang inspiratif. Sosok pertama adalah Susanna. Susanna adalah “seorang perempuan yang sangat cantik dan takut akan Allah” (1Taw. 13:2). Orangtuanya yang saleh telah mendidik anak perempuannya menurut hukum Musa (Ul 13:3). Susanna menikah dan merasa bahagia dengan Yoakim, seorang yang sangat kaya dan paling dihormati di antara semua orang Yahudi di Babel (Ul. 13:4). Susanna dikaruniai anak-anak dalam pernikahannya (Hak. 13:30). Ia adalah seorang wanita yang sangat suci, cantik, anak yang dikasihi, istri yang setia, dan ibu yang berbakti.

Dibalik kualitas kebaikan Susanna, muncul dua orang hakim jahat yang mencoba memaksanya untuk berzinah dengan mereka dengan ancaman akan menuduhnya berzinah dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya, jika ia tidak mau tunduk pada nafsu bejat mereka. Namun Susanna memilih untuk tetap murni, setia, dan kudus, meskipun ia akan kehilangan nyawanya, nama baiknya, pernikahannya, dan keluarganya (1Taw. 13:23). Ini bukanlah tindakan jahat pertama yang dilakukan oleh para hakim ini. Mereka telah menumbangkan keadilan dengan “menjatuhkan hukuman yang tidak adil, menghukum orang yang tidak bersalah dan membebaskan orang yang bersalah” (Ul. 13:53). Mereka juga telah melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa perempuan lain (Bil. 13:57).

Tuhan menyelamatkan hidup dan reputasi Susanna. Dia menyelamatkan suami, orang tua, dan anak-anak Susanna dari aib dan trauma. Dia menghentikan subversi para hakim terhadap keadilan dan pelecehan seksual yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Tuhan mengubah masyarakat yang sesat dengan menggerakkan “roh kudus seorang anak muda bernama Daniel” (Dan. 13:45). Sosok pria muda bernama Daniel ini menyelamatkan Susanna yang baik.

Sosok kedua adalah seorang perempuan tanpa nama yang tertangkap basa karena dituduh berzinah. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawanya kepada Yesus untuk meminta pendapat-Nya. Inilah argument dari pihak mereka kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” (Yoh 8:4-5). Kalau saja Yesus salah menjawab maka Ia akan semakin dimusuhi. Yesus memandang mereka dan berkata: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yoh 8:7). Perkataan Yesus ini mematikan langkah mereka yang sok suci. Perempuan berdosa itu diingatkan supaya bertobat dan dia selamat. Untunglah ada Tuhan Yesus yang menyelamatkannya.

Kedua perempuan dengan situasinya yang berbeda telah mengalami perlakuan yang tidak adil oleh kaum pria yakni kedua hakim jahat dan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Namun masih ada orang baik yakni Daniel dan Tuhan Yesus yang memperjuangkan martabat kedua perempuan ini. Pada saat ini masih banyak Susanna dan perempuan tanpa nama yang diperlakukan tidak adil. Kasus perdagangan kaum perempuan masih terjadi di mana-mana. Perempuan bukanlah menjadi sesama manusia melainkan sebagai objek penderita yakni dijual dijadikan kotor.

Masa prapaskah memanggil kita untuk berlaku adil dan menghormati martabat perempuan seperti Daniel dan Tuhan Yesus. Di sekitar kita masih ada banyak orang yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel, terutama anak-anak dan kaum perempuan yang sering sekali menjadi korban. Kita turut melakukan advokasi dan menaruh rasa hormat kepada kaum perempuan.

P. John Laba, SDB