Homili 28 Maret 2023

Hari Selasa Pekan V Prapaskah
Bil. 21:4-9
Mzm. 102:2-3,16-18,19-20
Yoh. 8:21-30

Di dalam Salib ada keselamatan

Adalah Thomas Hemerken atau dkenal dengan nama beken Thomas A. Kempis. Beliau adalah seorang teolog dan mistikus Katolik terkenal pada Abad Pertengahan. Dalam buah karyanya ‘The Inner Life’ atau ‘Kehidupan Bathin’, beliau menulis tentang Salib Kristus. Ada sebuah ekspresi yang indah tentang Salib seperti ini: “Di dalam Salib ada keselamatan; di dalam Salib ada kehidupan; di dalam Salib ada perlindungan dari musuh-musuh kita; di dalam Salib ada masuknya rasa manis surgawi; di dalam Salib ada kekuatan pikiran; Di dalam Salib ada sukacita roh; di dalam Salib ada unggulannya kebajikan; di dalam Salib ada sempurnanya kekudusan. Tidak ada keselamatan jiwa, atau harapan akan hidup kekal, kecuali hanya di dalam Salib.” Saya membacanya berulang kali dan merasa yakin bahwa pengalaman rohani ini juga yang menggerakkan hati santo Paulus sehingga ia berani berkata: “Kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.” (1Kor 1:23).

Kita sedang berada di dalam Pekan Prapaskah ke-V atau dikenal dengan nama Minggu Sengsara. Tentu saja kita semakin fokus pada sosok Yesus yang menderita bagi kita semua. Dalam merenungkan penderitaan dan kesengsaraan Kristus, kita pasti tidak akan lepas dari permenungan tentang Salib Kristus, lagi pula dalam masa Prapaskah ini kita melakukan ibadat Jalan Salib setiap hari Jumat untuk mengenang penderitaan dan kesengsaraan Kristus demi keselamatan kita. Dalam ibadat Jalan Salib kita selalu mengucapkan kata-kata ini: “Sebab dengan Salib Suci-Mu, Engkau telah menebus dunia”. Maka benarlah perkataan bahwa di dalam Salib ada keselamatan. In Cruce Salus! Tentu saja tidak seperti yang diungkapkan seseorang bahwa pada salib ada jin atau unclean spirit.

Tuhan menyapa kita hari ini seraya mengarahkan pandangan kita pada Salib Kristus sebagai tanda keselamatan. Dalam bacaan pertama, kita mendapat gambaran bagaimana bangsa Israel melakukan perjalanan di padang gurun. Di sana mereka bersungut-sungut melawan Tuhan padahal Tuhanlah yang menyelamatkan mereka dari tanah Mesir. Mereka bersungut-sungut soal isi perut! Perhatikan perkataan mereka kepada Musa: “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” (Bil 21:5). Karena dosa ini maka banyak di antara mereka dipagut ular tedung sampai mati.

Tuhan tetap menunjukkan wajah kerahiman-Nya kepada mereka. Ketika ada di antara mereka merasa menyesal dan memohon pengampunan kepada Tuhan melalui Musa maka Tuhan Allah tetap menunjukkan kerahiman-Nya kepada mereka. Inilah permohonan mereka kepada Musa: “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan Tuhan dan engkau; berdoalah kepada Tuhan, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami.” (Bil 21:7). Tuhan lalu menyuruh Musa untuk membuat ular tedung dari tembaga dan meletakkan di atas tiang yang tinggi. Ketika seorang yang dipagut ular memandang pada patung ular tembaga ini maka dia akan selamat. Ketika orang jatuh ke dalam dosa, dia melakukan pertobatan dengan mengarahkan mata dan pikirannya kepada Tuhan, di saat itu dia selamat.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengarahkan kita semua untuk memandang Salib sebagai tanda keselamatan. Dia mengungkapkan dengan terus terang kepergian-Nya namun orang-orang tidak memahaminya. Dia mengingatkan mereka untuk bertobat dan percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus berkata: “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” (Yoh 8:21). Orang-orang saat itu tetap tidak nengerti perkataan Yesus. Pada akhirnya tuhan Yesus berkata: “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (Yoh 8:28-29). Saat meninggikan Anak Manusia merupakan saat penyaliban. Hal terpenting yang Tuhan Yesus kehendaki adalah supaya kita bertobat dan percaya kepada-Nya, dengan demikian ada keselamatan bagi kita.

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip perkataan Santo Yohanes Maria Vianney: “Kamu harus menerima salibmu. Jika kamu memikulnya dengan berani, itu akan membawamu ke surga.” Mari kita menyangkal diri dan memikul salib sambil mengikuti Yesus dari dekat.

P. John Laba, SDB